Harijadi Sumodidjojo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 24:
Harijadi Sumodidjojo dilahirkan pada tanggal 25 Juli 1921 di [[Ketawangrejo, Grabag, Purworejo|Ketawang, Kutoardjo, Jawa Tengah]].<ref name="Ref1" /> Di beberapa sumber, tahun kelahirannya tercatat pada 1921.<ref name="Ref9">[http://prov.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/915/Harijadi+Sumodidjojo Ensiklopedi Jakarta:Harijadi Sumodidjojo] Portal Resmi Provinsi DKI Jakarta. Diakses pada 14 Mei 2011.</ref> Ini dilakukan supaya dia bisa masuk menjadi Tentara Pelajar.<ref name="Ref4">Mistery of Batavia: Harijadi Sumodidjojo dan Muralnya (Halaman 4). Panduan yang diproduksi oleh LOPIAN & British Coucil.</ref> Ayah Harijadi bernama Samadi, seorang guru bantu dan kepala sekolah di Sekolah Rakyat Ongko Loro, Ketawangrejo, yang dikenal sebagai pecinta sastra dan karawitan.<ref name="Ref7" /> Sedangkan, ibunya bernama Ngadikem binti Mansur, anak juragan tembakau Jember, Jawa Timur.<ref name="Ref7" />
Sebelum menjadi seniman otodidak, Harijadi sempat menempuh pendidikan di bidang bisnis. Karir melukisnya diawali dengan bekerja sebagai pembuat poster film bioskop.<ref name="Ref9">[http://bataviase.co.id/node/643145 Bataviase.co.id], Mural di Kota Tua (17 April 2011). Diakses pada 14 Mei 2011.</ref> Di tahun 1940-1941, dia bekerja sebagai seniman komersial pada sebuah [[firma]] di Jakarta.<ref name="Ref9" /> Dia dikenal sebagai salah satu seniman tempaan SIM (Seniman Indonesia Muda) pimpinan [[Sindoesoedarsono Soedjojono]] pada tahun 1940-an.<ref name="Ref1" /> Untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, Harijadi juga menjadi guru di Sekolah Guru Kepandaian Puteri (SGKP).<ref name="
Selama Perang Dunia II berlangsung, Harijadi sempat bergabung sebagai ahli [[meteorologi]] yang bekerja untuk [[Tentara Sekutu]] dan turut berperang di [[Malaya]] dan [[Sumatera]].<ref name="Ref9" /> Di tahun 1949, dia bergabung dengan Brigadir 17 dari [[TNI]] untuk bertempur di [[Yogyakarta]] selama revolusi berlangsung.<ref name="Ref9" /> Dia diterima dengan pangkat letnan II dan kemudian naik menjadi Komandan Detasemen Zeni Brigade 17 Wilayah Kedu Selatan.<ref name="Ref7" />
Baris 30:
Pada tahun 1965, Soekarno mengirim Harijadi dan Puranto Yapung sebagai seniman, serta Drs Soemardjo dan Drs Buchori sebagai sejarawan, untuk belajar mengenai [[museum]] di [[Meksiko]].<ref name="Ref9" /><ref name="Ref7" /> Mereka belajar dari tentang pembuatan diorama pada Mario Vasces, ahli antropologi dan museum yang dipercaya pemerintah Meksiko.<ref name="Ref7" /> Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk mengisi museum nasional yang sedang dibangun dengan diorama sejarah Indonesia.<ref name="Ref7" /> Proyek pembuatan diorama tersebut hanya berhasil diselesaikan sebanyak 5 adegan dari total 30 adegan yang direncanakan karena terjadinya [[G30SPKI]].<ref name="Ref7" /> Di Meksiko, Harijadi juga bertemu dengan seniman mural dan pelukis realis kiri Meksiko, Jose David Alvaro Siquiros, dan menjadi salah satu anggota Organisacion International de Muralistos del Mundo di [[Amerika Selatan]].<ref name="Ref4" /><ref name="Ref9" />
Semasa hidupnya, dia menikah sebanyak dua kali dan memiliki enam orang anak.<ref name="Ref7" /> Istrinya yang pertama bernama Sri Redjeki, tetangganya yang disukai sejak dulu. Kondisi ekonomi keluarga yang tida mapan membuat Sri meninggalkan Harijadi pada tahun 1948.<ref name="Ref7" /> Pada 1 Januari 1950, Harijadi menikah dengan Sumilah, pegawai Kementerian Pertahanan yang juga menjadi pengajar tari Serimpi kepada putri-putri ningrat Pura Mangkunegaran Solo.<ref name="Ref7" /> Untuk mencari penghasilan tambahan bagi keluarga, Sumilah membantu dengan berbagai cara, mulai dari berdagang sembako, menjual perhiasan, sampai menggadaikan batik tulis dan sepeda miliknya.<ref name="Ref7" /> Setelah Sumilah meninggal, Harijadi kembali menikah dengan Siti Habibah binti Natadilaga atas saran dari Sumilah yang merasa suaminya selalu memerlukan pendamping.<ref name="Ref7" />
==Karya-karya==
|