Harijadi Sumodidjojo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 13:
|data3 = 20 Juni [[1997]] (77 Tahun)<br />
|label4 = Pekerjaan
|data4 = [[Pelukis]]
|label5 = Istri
|data5 = Sri Redjeki<br /> Sumilah<br />Siti Habibah binti Natadilaga
Baris 24:
==Riwayat Hidup==
Harijadi Sumodidjojo dilahirkan pada tanggal 25 Juli 1921 di [[Ketawangrejo, Grabag, Purworejo|Ketawang, Kutoardjo, Jawa Tengah]].<ref name="Ref1" /> Di beberapa sumber, tahun kelahirannya tercatat pada 1921.<ref name="Ref9">[http://prov.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/915/Harijadi+Sumodidjojo Ensiklopedi Jakarta:Harijadi Sumodidjojo] Portal Resmi Provinsi DKI Jakarta. Diakses pada 14 Mei 2011.</ref> Ini dilakukan supaya dia bisa masuk menjadi Tentara Pelajar.<ref name="Ref4">Mistery of Batavia: Harijadi Sumodidjojo dan Muralnya (Halaman 4). Panduan yang diproduksi oleh LOPIAN & British Coucil.</ref> Ayah Harijadi bernama Samadi, seorang guru bantu dan kepala sekolah di Sekolah Rakyat Ongko Loro, Ketawangrejo, yang dikenal sebagai pecinta sastra dan karawitan.<ref name="Ref12">[http://www.mysteryofbatavia.com/?r=site/scrap/detail/163 Mysteryofbatavia.com], Scrapbook:Harijadi kecil yang badung tapi penyayang.</ref> Sedangkan, ibunya bernama Ngadikem binti Mansur,
===Pekerjaan===
Sebelum menjadi [[seniman]] [[otodidak]], Harijadi sempat menempuh pendidikan di bidang [[bisnis]]. Karir melukisnya diawali dengan bekerja sebagai pembuat [[poster]] film bioskop.<ref name="Ref9">[http://bataviase.co.id/node/643145 Bataviase.co.id], Mural di Kota Tua (17 April 2011). Diakses pada 14 Mei 2011.</ref> Di tahun 1940-1941, dia bekerja sebagai seniman komersial pada sebuah [[firma]] di Jakarta.<ref name="Ref9" /> Dia dikenal sebagai salah satu seniman tempaan SIM (Seniman Indonesia Muda) pimpinan [[Sindoesoedarsono Soedjojono]] pada tahun 1940-an.<ref name="Ref1" /> Untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, Harijadi juga menjadi guru di Sekolah Guru Kepandaian Puteri (SGKP).<ref name="Ref10" />
Selama [[Perang Dunia II]] berlangsung, Harijadi sempat bergabung sebagai ahli [[meteorologi]] yang bekerja untuk [[Tentara Sekutu]] dan turut berperang di [[Malaya]] dan [[Sumatera]].<ref name="Ref9" /> Di tahun 1949, dia bergabung dengan Brigadir 17 dari [[TNI]] untuk bertempur di [[Yogyakarta]] selama [[revolusi]] berlangsung.<ref name="Ref9" /> Dia diterima dengan pangkat letnan II dan kemudian naik menjadi Komandan Detasemen Zeni Brigade 17 Wilayah Kedu Selatan.<ref name="Ref11">[http://www.mysteryofbatavia.com/?r=site/scrap/detail/167 Mysteryofbatavia.com], Scrapbook: Meskipun seniman, Harijadi tetap berani jadi tentara karena cinta negara.</ref>
Pada tahun 1965, Soekarno mengirim Harijadi dan Puranto Yapung sebagai seniman, serta Drs Soemardjo dan Drs Buchori sebagai [[sejarawan]], untuk belajar mengenai [[museum]] di [[Meksiko]].<ref name="Ref9" /><ref name="Ref15">[http://www.mysteryofbatavia.com/?r=site/scrap/detail/179 Mysteryofbatavia.com]. Scrapbook:Kunjungan ke Meksiko, studi banding untuk proyek [[monumen nasional]].</ref> Mereka belajar dari tentang pembuatan [[diorama]] pada Mario Vasces, ahli [[antropologi]] dan museum yang dipercaya pemerintah Meksiko.<ref name="Ref15" /> Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk mengisi museum nasional yang sedang dibangun dengan diorama sejarah Indonesia.<ref name="Ref15" /> Proyek pembuatan diorama tersebut hanya berhasil diselesaikan sebanyak 5 adegan dari total 30 adegan yang direncanakan karena terjadinya [[G30SPKI]].<ref name="Ref15" /> Di Meksiko, Harijadi juga bertemu dengan seniman mural dan pelukis realis kiri Meksiko, Jose David Alvaro Siquiros, dan menjadi salah satu anggota Organisacion International de Muralistos del Mundo di [[Amerika Selatan]].<ref name="Ref4" /><ref name="Ref9" />
===Kegemaran===
Selain melukis, Harijadi memiliki kegemaran pada bidang [[otomotif]] dan balapan dan hal ini ditunjukkan dengan keikutsertaanya di Persatuan Sport Sepeda Motor Jogjakarta (PSSJ).<ref name="Ref20" /> Di tahun 1956, dia menjadi juara II Permi TT (Time Trial) Races klas 350 cc di [[Surabaya]] dengan mengendarai BSA tipe Gold Star.<ref name="Ref20" /> Kendaraan tersebut dibeli dari Mayor Jenderal Bambang Sugeng, mantan Kepala Staf Angkatan Darat kala itu, seharga Rp 40.000 dengan uang hasil penjualan empat lukisannya.<ref name="Ref20" /> Hingga tahun 1970-an, dia masih aktif di [[Ikatan Motor Indonesia]] (IMI) dan bertugas sebagai pemeriksa keaslian mesin kendaraan calon peserta setiap kali diadakan [[balap motor]] di sirkuit Ancol.<ref name="Ref20" />
Hobi lain yang digeluti Harijadi adalah bernyanyi dan menulis [[puisi]]. Pada tahun 1959, dia juga terlibat sebagai [[aktor]] dalam teater Hartati yang disutradarai oleh Subagyo Sastrowardoyo.<ref name="Ref21" /> Beberapa film juga pernah dimainkannya, yaitu ''Badai Selatan'' (1960) dan ''Nyoman Cinta Merah Putih'' (1989).<ref name="Ref21">[http://www.mysteryofbatavia.com/?r=site/scrap/detail/176 Mysteryofbatavia.com], Scrapbook: Harijadi S dan teman-teman berpose saat shooting film “Badai Selatan”.</ref>
===Keluarga===
Semasa hidupnya, dia menikah sebanyak tiga kali dan memiliki enam orang anak yang bernama Bambang, Niken, Ireng, Rini, Santu, dan Sani.<ref name="Ref9" /><ref name="Ref7" /><ref name="Ref13">[http://www.mysteryofbatavia.com/?r=site/scrap/detail/168 Mysteryofbatavia.com], Scrapbook: Sumilah, istri dan partner kerja yang setia.</ref> Istrinya yang pertama bernama Sri Redjeki, tetangganya yang disukai sejak dulu. Kondisi ekonomi keluarga yang tida mapan membuat Sri meninggalkan Harijadi pada tahun 1948.<ref name="Ref13" /> Pada 1 Januari 1950, Harijadi menikah dengan Sumilah, pegawai Kementerian Pertahanan yang juga menjadi pengajar tari Serimpi kepada putri-putri ningrat Pura Mangkunegaran Solo.<ref name="Ref13" /> Untuk mencari penghasilan tambahan bagi keluarga, Sumilah membantu dengan berbagai cara, mulai dari berdagang [[sembako]], menjual [[perhiasan]], sampai menggadaikan batik tulis dan sepeda miliknya.<ref name="Ref13" /> Setelah Sumilah meninggal, Harijadi kembali menikah dengan Siti Habibah binti Natadilaga atas saran dari Sumilah yang merasa suaminya selalu memerlukan pendamping.<ref name="Ref13" />
Sebagai orang tua, Harijadi dan istrinya mengajarkan anak-anak mereka tentang tata cara hidup melalui contoh dan agar selalu mencintai seni dan budaya, misalnya dengan membiasakan penggunaan [[Bahasa Jawa|bahasa Jawa Krama Inggil]] (tingkat paling halus) kepada orang yang lebih tua.<ref name="Ref22" /> Selain itu, dia juga memberikan pengetahuan yang didapatkannya dari luar negeri.<ref name="Ref22">[http://www.mysteryofbatavia.com/?r=site/scrap/detail/169 Mysteryofbatavia.com], Scrapbook: Harijadi bersama keluarga besarnya.</ref>
==Karya-karya==
Satu-satunya pameran lukisan tunggal Harijadi berlangsung pada 25 April-5 Mei 1956 di Balai Budaya Jalan Gereja Theresia 47 Jakarta.<ref name="Ref17" /> Dari 54 karya yang dipamerkan, terdapat sebuah lukisan berjudul Balapan yang Terakhir, di mana berisi kegemaran Harijadi terhadap otomotif dan balapan.<ref name="Ref20">[http://www.mysteryofbatavia.com/?r=site/scrap/detail/171 Mysteryofbatavia.com], Scrapbook: Pelukis yang gila otomotif dan balapan.</ref> Kehidupan personal Harijadi selalu dimasukkan dalam setiap karyanya, salah satunya dalam lukisan ''Beginilah Hidupku'' yang menggambarkan Harijadi dan Sumilah saat mengalami pertengkaran.<ref name="Ref17">[http://www.mysteryofbatavia.com/?r=site/scrap/detail/174 Mysteryofbatavia.com], Scrapbook: Katalog pameran tunggal Harijadi, pameran pertama dan terakhirnya..</ref> Sifat kritis dan idealisme Harijadi tampak dalam berbagai karyanya.<ref name="Ref10" /> Salah satunya adalah lukisan menggunakan wenter dan berjudul ''Makanan Kami'' (1948), menggambarkan dua [[ikan asin]] dan [[bawang merah]] dengan tulisan ''Makanan kami pelukis yang katanya klas bangsat yang katanya tidak punya visi''.<ref name="Ref10">[http://www.mysteryofbatavia.com/?r=site/scrap/detail/166 Mysteryofbatavia.com], Scrapbook: Seniman yang kritis dan keras kepala sedang beraksi.</ref>
Pada Januari 1955, Soekarno ingin memiliki lukisan Harijadi berjudul ''Pengungsi-pengungsi dari Daerah Merapi'', yang menampilkan karakter Harijadi yang keras namun penyayang.<ref name="Ref21">[http://www.mysteryofbatavia.com/?r=site/scrap/detail/173 Mysteryofbatavia.com], Scrapbook: Hubungan yang dekat dengan Bung Karno, pemimpin negara yang juga pencinta seni.</ref> Namun, dia tidak mau menyerahkan lukisan tersebut karena itu sudah dipersiapkan untuk anaknya, Rini, yang saat itu menderita kelainan jantung.<ref name="Ref21" />
Selain melukis, Harijadi juga mempelajari ilmu ''memboetseer'' (membuat patung dari tanah liat dengan model), memahat, seni interior dan etalase, serta arsitektur mebel.<ref name="Ref14">[http://www.mysteryofbatavia.com/?r=site/scrap/detail/165 Mysteryofbatavia.com], Scrapbook:Kartu anggota Harijadi di komunitas SIM (Seniman Indonesia Muda).</ref> Salah satu hasil pahatan Harijadi adalah relief di Bandara Kemayoran yang dibuat tahun 1957 atas keinginan Soekarno untuk menyambut tamu negara.<ref name="Ref16">[http://www.mysteryofbatavia.com/?r=site/scrap/detail/172 Mysteryofbatavia.com], Scrapbook: Relief Harijadi di [[Bandara Kemayoran]] yang kini sudah punah.</ref> Relief tersebut terdiri dari tiga bidang dan selesai dibuat dalam 10 bulan walaupun Harijadi sempat beristirahat selama 3 bulan akibat patah tangan dalam suatu balapan.<ref name="Ref16" /> Bidang pertama relief dirancang oleh Sudjojono dan bertemakan Manusia Indonesia, bidang kedua dikerjakan oleh Harijadi dengan tema [[Flora]] dan [[Fauna]], sedangkan bidang ketiga berisi [[Legenda Sangkuriang]] yang dibuat oleh Surono.<ref name="Ref16" />
Setelah keluar dari SIM karena tidak sejalan dengan prinsip Sudjojono, Harijadi mendirikan Sanggar Selabinangun (Sangsela) bersama Sumilah.<ref name="Ref18">[http://www.mysteryofbatavia.com/?r=site/scrap/detail/177 Mysteryofbatavia.com], Scrapbook: Relief Bandung Bondowoso yang tak selesai.</ref> Pemerintah meminta Sangsela untuk membuat relief beton di ruang VIP [[Bandara Adisucipto]] dan mereka mengerjakannya dengan biaya mandiri dan asupan dana permerintah.<ref name="Ref18" /> Setelah dua tahun dikerjakan, pembuatan [[relief]] yang sering disebut [[Rara Jonggrang]] tersebut dihentikan karena kesulitan dana.<ref name="Ref18" /> Setelah proyek tersebut, Soekarno meminta Harijadi dan Sangsela untuk membuat [[relief]] [[Andesit|batu andesit]] berjudul ''Pesta Pura di Bali'', seluas 68 m² yang diletakkan di dinding [[Hotel Indonesia]].<ref name="Ref1" /><ref name="Ref19">[http://www.mysteryofbatavia.com/?r=site/scrap/detail/178 Mysteryofbatavia.com], Scrapbook: Harijadi S mengerjakan proyek pesanan Sukarno, Pesta Pura di Bali.</ref> Pada 20 April 1964, felief tersebut diserahkan ke Departemen Perhubungan Darat Pos Telekomunikasi dan Pariwisata.<ref name="Ref19" /> Di bagian kiri bawah relief tersebut, dipahat pedoman Sangsela yang berbunyi, "Kerasnya batu masih kalah dengan kerasnya tekad guna menyelesaikan revolusi."<ref name="Ref19" />
==Mural di Museum Sejarah Jakarta==
|