Kedatuan Luwu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ben haryoyuda (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Ben haryoyuda (bicara | kontrib)
Baris 12:
kesultanan di Sulawesi Selatan (besar kemungkinan adalah Kesultanan Luwu).
Menurut beberapa ahli, kesultanan di Sulawesi Selatan ini telah berdiri
pada abad ke-VII sampai XV. (Suwondo,Dari et.al.pendapat sementara ini, 1976:20).bisa Daridiperoleh pendapatkesimpulan awal bahwa Kesultanan Luwu telah
sementara ini, bisa diperoleh kesimpulan awal bahwa Kesultanan Luwu telah
berdiri di Sulawesi Selatan pada abad ke-VII, bahkan bisa jadi sebelum
abad ke-VII.
Baris 48 ⟶ 47:
utama). Kesultanan Luwu terletak di Teluk Bone bagian utara dan beribukota
di Palopo (atau disebut juga dengan nama Wareq). Di tempat yang berjarak sekitar 380 km
dari Gowa ini bermukim datu atau raja Kesultanan Luwu (Muhammad Abduh,
et.al., 1981:135).
 
Pada abad ke-XIV sampai XV, Kesultanan Luwu mencapai puncak kejayaannya. Pernyataan ini dikuatkan oleh
(Bambang Suwondo, et.al., 1976:20). Pernyataan ini dikuatkan oleh
Gouverneur van Celebes (Gubernur Sulawesi), Braam Morri pada tahun 1889
yang menyatakan bahwa antara abad ke-X sampai ke-XIV, Kesultanan Luwu
Baris 60 ⟶ 57:
negara-negara agraria Bugis di selatan Sulawesi. Dari sinilah kemakmuran
Kesultanan Luwu menjadikannya sebagai kesultanan terkuat di sebelah tenggara
dan barat daya Sulawesi (http:ms.wiki-indonesia.club).
 
Kekuatan Kesultanan Luwu menjadi alasan untuk meluaskan wilayah kekuasaan.
Baris 71 ⟶ 68:
diserahkan kepada Kesultanan Wajo. Ketika itu Kesultanan Wajo diperintah
oleh Arung Matoa Puang ri Ma?galatung, sedangkan Kesultanan Luwu
diperintah oleh Dewaraja (http:ms.wiki-indonesia.club).
 
Kekuasaan Kesultanan Luwu semakin merosot pada abad ke-XVII. Kala itu,
Baris 78 ⟶ 75:
ke-XVII, kemegahan Kesultanan Luwu mulai tertandingi seiring dengan
meningkatnya kebesaran Kesultanan Bone di bawah pemerintahan Arung Palaka
(Hafid dan Hadrawi, 1998:13).
 
=== Masa Perlawanan Terhadap Penjajahan Belanda ===
Pada awal abad ke-20, KerajaanKesultanan Bone telah takluk di tangan Pemerintah
Hindia Belanda. Penaklukan atas KerajaanKesultanan Bone ternyata berimbas dengan
penaklukan terhadap KerajaanKesultanan Luwu dan kerajaankesultanan-kerajaankesultanan lainnya di
Sulawesi Selatan. Pemerintah Hindia Belanda menghendaki kekuasaan mutlak
di bumi Sulawesi Selatan. Atas dasar ambisi ini, Pemerintah Hindia
Belanda mengirimkan utusan untuk membuat perjanjian pendek (/korte
verklaring/) yang ditujukan kepada berbagai kerajaankesultanan di Sulawesi
Selatan, termasuk di dalamnya KerajaanKesultanan Luwu. Secara tegas, KerajaanKesultanan Luwu
menolak menandatangani perjanjian dengan Belanda. Akibat dari penolakan
ini, perang antara KerajaanKesultanan Luwu dan Pemerintah Hindia Belanda meletus.
 
Utusan dari Pemerintah Hindia Belanda mendarat di wilayah KerajaanKesultanan Luwu
pada tanggal 14 Juni 1905 untuk menyodorkan perjanjian pendek (/korte
verklaring/) kepada raja KerajaanKesultanan Luwu saat itu, Andi Kambo. Seminggu
kemudian, pada tanggal 21 Juni 1905, Gouverneur van Celebes (Gubernur
Sulawesi) Kroesen yang merupakan perwakilan dari Pemerintah Hindia
Baris 101 ⟶ 98:
Kambo telah sampai ke tangan Pemerintah Hindia Belanda. Surat itu dengan
tegas memuat penolakan atas inisiatif Belanda yang ingin membuat
perjanjian pendek dengan KerajaanKesultanan Luwu (Abduh,Sikap /etAndi Kambo diartikan sebagai bentuk perlawanan.al/ Genderang perang akhirnya ditabuh Belanda., 1981:136)Kesultanan Luwu diserang oleh Belanda.
Sikap Andi Kambo diartikan sebagai bentuk perlawanan. Genderang perang
akhirnya ditabuh Belanda. Kerajaan Luwu diserang oleh Belanda.
 
Andi Kambo sadar bahwa penolakannya atas perjanjian pendek tentu
menimbulkan perang. Beliau kemudian bermusyawarah dengan /hadat luwu
/untuk menyiapkan pertahanan apabila pasukan Belanda benar-benar
menyerang Luwu. Berbagai kubu pertahanan dibangun dan menunjuk Andi
Tadda sebagai pemimpin perlawanan terhadap Belanda. Andi Tadda membangun
kubu pertahanan di Ponjalae. Tepat seperti dugaan Andi Kambo sebelumnya,
Belanda benar-benar mengerahkan kekuatan militer ke KerajaanKesultanan Luwu.
Pendaratan pertama pasukan Belanda terjadi pada tanggal 9 September 1905
di bawah pimpinan Kolonel C.A. van Loenen. Perang pertama antara pihak
Belanda dan KerajaanKesultanan Luwu yang dimotori oleh Andi Tadda meletus pada
tanggal 12 September 1905 (Abduh, /et.al/., 1981:138).
 
Perlawanan Andi Tadda hanya berlangsung selama 14 jam. Andi Tadda gugur
Baris 121 ⟶ 116:
mempertahankan bumi Luwu dari rongrongan penjajah, Andi Tadda mendapat
gealr Opu Pawelai Ponjalae (artinya kurang lebih, yang telah meninggal
dunia di Ponjalae) (Abduh, /et.al/., 1981:142). Pasca kematian Andi
Tadda, KerajaanKesultanan Luwu tak lagi memiliki pimpinan perlawanan. Ditambah
lagi, Belanda mengancam apabila Andi Kambo tidak menyerah dan
menandatangi perjanjian pendek, maka Belanda akan membakar Palopo. Andi
Kambo akhirnya menyerah dan menandatangani perjanjian pendek dengan
Belanda. Penyerahan ini terjadi pada tanggal 19 September 1905 (Abduh,
/et.al/., 1981:142). Sejak saat itu, KerajaanKesultanan Luwu telah takluk dan
berada di bawah penguasaan Belanda.
 
Penaklukan KerajaanKesultanan Luwu oleh Belanda berimplikasi pada pengaturan
sistem pemerintahan yang berada di KerajaanKesultanan Luwu. Belanda mengatur
sistem pemerintahan dengan membagi KerajaanKesultanan Luwu menjadi dua bagian,
yaitu pemerintahan tingkat tinggi dipegang langsung oleh pihak Belanda
dan pemerintahan tingkat rendah dipegang oleh pihak swapraja (KerajaanKesultanan
Luwu). Selain itu, wilayah KerajaanKesultanan Luwu juga dibagi menjadi 5 onder
afdeling, yaitu Palopo, Makale, Masamba, Malili, dan Mekongga,
(http://wiki-indonesia.club/). Sistem pemerintahan di KerajaanKesultanan Luwu ini
tetap berlaku ketika Jepang menjajah Sulawesi Selatan menggantikan Belanda.
 
Pada era kemerdekaan, KerajaanKesultanan Luwu yang diperintah oleh Andi Jemma
(putera dari Andi Kambo) dikukuhkan kembali kedudukannya sebagai Datu
Luwu. Pada tahun 1953, Andi Jemma diangkat menjadi Penasehat Gubernur
Sulawesi, yang waktu itu dijabat oleh Sudiro. Ketika Luwu dijadikan
Pemerintahan Swapraja, Andi Jemma diangkat sebagai Kepala Swapraja Luwu
(periode 1957-1960). Andi Jemma merupakan penguasa (/datu/) KerajaanKesultanan
Luwu terakhir. Sejarah KerajaanKesultanan Luwu berakhir ketika Andi Jemma wafat
pada tanggal 23 Februari 1965 di Kota Makassar (http://wiki-indonesia.club/).
 
 
== Lihat pula ==