Soekarno: Perbedaan antara revisi

[revisi tidak terperiksa][revisi terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 110.139.203.195 (bicara) dikembalikan ke versi terakhir oleh Sanko
Baris 65:
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun [[1942]].
 
=== Masa penjajahan Jepang ===
<ref>=== Masa penjajahan Jepang === [[Berkas:Famsukarno fatma.jpg|250px|thumbnail|right|Soekarno bersama Fatmawati dan Guntur]] Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "''mengamankan''" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada [[Tiga A|Gerakan 3A]] dengan tokohnya [[Shimizu]] dan [[Mr. Syamsuddin]] yang kurang begitu populer. Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, [[Mohammad Hatta]] dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti [[Jawa Hokokai]], Pusat Tenaga Rakyat ([[Putera]]), [[BPUPKI]] dan [[PPKI]], tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, [[Ki Hajar Dewantara]], [[Kiai Haji Mas Mansur|K.H Mas Mansyur]] dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti [[Sutan Syahrir]] dan [[Amir Sjarifuddin]] karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya. Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri. Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan [[Pancasila]], [[UUD 1945]] dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke [[Peristiwa Rengasdengklok|Rengasdengklok]]. Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang [[Hideki Tojo]] mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar [[Hirohito]]. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh [[Marsekal Terauchi]], pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri. Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan [[Jepang]] membuat Soekarno dituduh oleh [[Belanda]] bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus [[romusha]].</ref>'''''Teks tebal'''''
[[Berkas:Famsukarno fatma.jpg|250px|thumbnail|right|Soekarno bersama Fatmawati dan Guntur]]
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "''mengamankan''" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada [[Tiga A|Gerakan 3A]] dengan tokohnya [[Shimizu]] dan [[Mr. Syamsuddin]] yang kurang begitu populer.
 
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, [[Mohammad Hatta]] dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti [[Jawa Hokokai]], Pusat Tenaga Rakyat ([[Putera]]), [[BPUPKI]] dan [[PPKI]], tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, [[Ki Hajar Dewantara]], [[Kiai Haji Mas Mansur|K.H Mas Mansyur]] dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti [[Sutan Syahrir]] dan [[Amir Sjarifuddin]] karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
 
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
 
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan [[Pancasila]], [[UUD 1945]] dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke [[Peristiwa Rengasdengklok|Rengasdengklok]].
 
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang [[Hideki Tojo]] mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar [[Hirohito]]. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh [[Marsekal Terauchi]], pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
 
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan [[Jepang]] membuat Soekarno dituduh oleh [[Belanda]] bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus [[romusha]].
 
=== Masa Perang Revolusi ===