John Lie: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Luckas-bot (bicara | kontrib)
k r2.7.1) (bot Menambah: jv:John Lie
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{Infobox pahlawan indonesia
| name = Laksamana Muda TNI John Lie
| image = John_lie_ALRI.jpg
| caption =
| birthname = John Lie
| othername = Jahja Daniel Dharma
| religion = Kristen
| birthdate = {{birth date|1911|3|9}}
| birthplace = {{flagicon|Indonesia}} [[Indonesia]]
| location = {{negara|Indonesia}} [[Kota Manado|Manado]], [[Sulawesi Utara]], [[Indonesia]]
| occupation = [[Pahlawan Nasional Republik Indonesia]]
| spouse = [[Margaretha Angkuw]]
| deathdate = {{death date|1988|8|27}}
| deathplace = {{flagicon|Indonesia}} [[Indonesia]]
| location = {{negara|Indonesia}} [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]], [[Indonesia]]
| parents = [[Lie Kae Tae]] dan [[Oei Tjeng Nie Nio]]
}}
 
[[Berkas:John_lie_ALRI.jpg|thumbnail|right|Laksamana Muda John Lie atau Jahja Daniel Dharma.]]
Laksamana Muda TNI (Purnawirawan) '''Jahja Daniel Dharma''' atau yang lebih dikenal sebagai '''John Lie''' ({{lahirmati|[[Kota Manado|Manado]], [[Sulawesi Utara]]|9|3|1911|[[Jakarta]]|27|8|1988}}) adalah salah seorang perwira tinggi di [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut]] dari etnis [[Tionghoa]] dan [[Pahlawan Nasional Indonesia]]. Ia lahir dari pasangan suami isteri [[Lie Kae Tae]] dan [[Oei Tjeng Nie Nio]]. Awalnya beliau bekerja sebagai mualim kapal pelayaran niaga milik [[Belanda]] KPM lalu bergabung dengan [[Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi]] (KRIS) sebelum akhirnya diterima di Angkatan Laut RI. Semula ia bertugas di [[Cilacap]] dengan pangkat Kapten. Di pelabuhan ini selama beberapa bulan ia berhasil membersihkan ranjau yang ditanam [[Jepang]] untuk menghadapi pasukan Sekutu. Atas jasanya, pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor.
 
Ia lalu ditugaskan mengamankan pelayaran kapal yang mengangkut komoditas ekspor [[Indonesia]] untuk diperdagangkan di luar negeri dalam rangka mengisi kas negara yang saat itu masih tipis. Pada masa awal (tahun 1947), ia pernah mengawal kapal yang membawa karet 800 ton untuk diserahkan kepada Kepala Perwakilan RI di [[Singapura]], [[Utoyo Ramelan]]. Sejak itu, ia secara rutin melakukan operasi menembus blokade [[Belanda]]. Karet atau hasil bumi lain dibawa ke [[Singapura]] untuk dibarter dengan senjata. Senjata yang mereka peroleh lalu diserahkan kepada pejabat [[Republik]] yang ada di [[Sumatera]] seperti [[Bupati]] [[Riau]] sebagai sarana perjuangan melawan [[Belanda]]. Perjuangan mereka tidak ringan karena selain menghindari patroli [[Belanda]], juga harus menghadang gelombang samudera yang relatif besar untuk ukuran kapal yang mereka gunakan.