Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 71:
Pada 29 Juli 1947 tiga kadet penerbang TNI AU masing-masing Kadet Mulyono, Kadet Suharnoko Harbani dan Kadet Sutarjo Sigit dengan menggunakan dua pesawat Cureng dan satu Guntei berhasil melakukan pemboman terhadap kubu-kubu pertahanan Belanda di tiga tempat, masing-masing di kota Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.
Modal awal TNI AU adalah pesawat-pesawat hasil rampasan dari tentara Jepang seperti jenis Cureng, Nishikoren, serta Hayabusha. Pesawat-pesawat inilah yang merupakan cikal bakal berdirinya TNI AU. Setelah keputusan Konferensi Meja Bundar tahun 1949, TNI AU menerima beberapa aset Angkatan Udara Belanda meliputi pesawat terbang, hanggar, depo pemeliharaan, serta depot logistik lainnya. Beberapa jenis pesawat Belanda yang diambil alih antara lain [[C-47 Dakota]], [[B-25 Mitchell]], [[P-51 Mustang]], [[AT-6 Harvard]], [[PBY-5 Catalina]], dan [[Lockheed L-12]].
Tahun 1950, TNI AU mengirimkan 60 orang calon penerbang ke California Amerika Serikat, mengikuti pendidikan terbang pada Trans Ocean Airlines Oakland Airport (TALOA). Saat itu TNI AU mendapat pesawat tempur dari Uni Soviet dan Eropa Timur, berupa [[MiG-17]], [[MiG-19]], [[MiG-21]], pembom ringan [[Tupolev Tu-2]], dan pemburu [[Lavochkin La-11]]. Pesawat-pesawat ini mengambil peran dalam Operasi Trikora dan Dwikora.
|