Sirajuddin Abbas: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 14:
Setelah pulang dari menuntut ilmu di [[Mekkah]] pada tahun 1933, ia pulang ke kampung halamannya di [[Minangkabau]] untuk meneruskan perjuangan ayahnya, mengajar di pesantren-pesantren yang ada di Minangkabau, walau kemudian ia lebih melebarkan sayapnya berkiprah di dunia yang lebih luas, yakni dunia pendidikan, keagamaan, juga dunia [[politik]].
 
Selain itu beliau juga belajar [[bahasa inggris]] kepada seorang guru yang berasal dari [[Tapanuli]]. Tiga tahun setelah kepulangannya dari Mekkah ia mulai dikenal sebagai muballigh muda yang potensial sehingga menarik minat para ulama-ulama Tarbiyah Indonesia, organisasi keagamaan yang ada di [[BukitinggiBukittinggi]]. Tak lama kemudian, ia terpilih sebagai ketua umum Tarbiyah Indonesia ketika berlangsungnya kongres ketiga organisasi tersebut di Bukittinggi pada tahun 1936. Ditangannya, Tarbiyah kian berkembang dan mulai merambah ke dunia [[politik]].
 
Tahun 1940 Tarbiyah mulai mengajukan usul kepada pemerintah kolonial agar [[Indonesia]] mempunyai [[parlemen]]. Usul tersebut diajukan melalui komisi Visman yang dibuka pemerintah kolonial untuk menjaring suara-suara kalangan bawah. Selain sebagi kutua umum Tarbiyah ia juga mendirikan organisasi politi "Liga Muslim Indonesia" bersama dengan [[KH.Wahid Hasyim|K.H. Wahid Hasyim]].<!--Sebagaimana telah di ketahui, Syeikh Abbas Ladang Lawas adalah pendiri Jam'iyah Perti (Perhimpunan Tarbiyah Islamiyah) 20 Mei 1930 bersam-sama Syeikh Sulaiman ar-Rasuli dan Syeikh Jamil Jaho (Trio Pendiri Perti).Sebagai putra pendiri organisasi Islam ini wajar sekali apabila Kiai Sirajuddin Abbas meneruskan perjuangan mereka, bahkan sempat tampil sebagai Ketua Umum Perti (1935). Jabatan ini di pertahankan terus sampai Perti menjadi sebuah partai politik (Partai Islam Perti) 1951. Ia pernah pula menjadi anggota parlemen mewakili Perti dan pernah menjabat Menteri Negara mewakili partainya. Jabatan ini dipegangnya hingga awal Orde Baru, ketika menjadi perpecahan dalam tubuh partai Perti, karena sebagian Pengurus Pusat Perti termasuk KH. Sirajuddin Abbas dianggap terlalu dekat dengan kelompok kiri.