Buddhabhāva: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tjmoel (bicara | kontrib)
Tjmoel (bicara | kontrib)
k Buddha sebagai mahluk agung: terjemah sedikit
Baris 73:
==== Buddha sebagai mahluk agung ====
Kelompok-kelompok berbeda menganggap Buddha berbeda-beda, dimana Buddhisme [[Theravada]] menampilkan pandangan akan Buddha sebagai manusia, diberkati dengan kekuatan batiniah yang luar biasa ([[Kevatta Sutta]]). Tubuh dan pikiran (lima [[khanda]]) Buddha tidaklah abadi dan senantiasa berubah, sama seperti tubh dan pikiran manusia biasa. Akan tetapi, seorang Buddha mengenali sifat ketidak-berubahan akan [[Dhamma (Buddhisme)|Dhamma]], yang merupakan pedoman abadi dan merupakan peristiwa yang tidak terkondisi dan tidak terbatas oleh waktu. Pandangan ini sangatlah umum dalam kelompok Theravada dan beberapa [[tradisi awal Buddhis|kelompok awal Buddhis]]
<!--
Statements from modern Theravadins that the Buddha was "just a human" are often intended to contrast their view of him with that of the Mahayana, and with Christian views of Jesus. According to the Canon, Gotama was ''born'' as a human, albeit highly spiritually developed as a result of the previous lives in the career of the bodhisatta. With his enlightenment, however, he perfected and transcended his human condition. When asked whether he was a [[Deva (Buddhism)|deva]] or a human, he replied that he had eliminated the deep-rooted unconscious traits that would make him either one, and should instead be called a Buddha; one who had grown up in the world but had now gone beyond it, as a lotus grows from the water but blossoms above it, unsoiled.<ref>Peter Harvey, ''An Introduction to Buddhism: Teachings, History, and Practices.'' Cambridge University Press, 1990, page 28.</ref>
 
Pernyataan dari umat Theravada modern bahwa Buddha adalah "hanya seorang manusia" sering kali ditujukan untuk menyeimbangkan pandangan mereka akan Buddha dengan pandangan dari umat Mahayana, dan pandangan umat Kristiani akan Yesus. Menurut Kanon, Siddharta ''lahir'' sebagai manusia, walaupun kondisi spiritualnya sangat berkembang sebagai hasil dari kehidupan-kehidupan lampaunya dalam perjalanan bodhisatta. Dengan pencerahannya, oleh karenanya, ia menyempurnakan dan melampaui kondisi manusiawinya. Ketika ditanya apa ia adalah seorang [[Deva (Buddhisme)|deva]] atau seorang manusia, ia menjawab bahwa ia telah melenyapkan sifat yang secara tidak sadar telah mendarah-daging yang akan membuatnya menjadi salah satu dari hal itu, dan lebih baik dipanggil Buddha; ia yang telah tumbuh dewasa di dunia tetapi sekarang telah pergi melampauinya, seperti teratai yang tumbuh dari air tetapi berkembang di atasnya, tidak bertanah.<ref>Peter Harvey, ''An Introduction to Buddhism: Teachings, History, and Practices.'' Cambridge University Press, 1990, page 28.</ref>
 
<!--
Although the Theravada school does not emphasize the more supernatural and divine aspects of the Buddha that are available in the Pali Canon, elements of Buddha as the supreme person are found throughout this canon.