Buddhabhāva: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tjmoel (bicara | kontrib)
k Buddha sebagai mahluk agung: terjemah sedikit
Tjmoel (bicara | kontrib)
Baris 76:
Pernyataan dari umat Theravada modern bahwa Buddha adalah "hanya seorang manusia" sering kali ditujukan untuk menyeimbangkan pandangan mereka akan Buddha dengan pandangan dari umat Mahayana, dan pandangan umat Kristiani akan Yesus. Menurut Kanon, Siddharta ''lahir'' sebagai manusia, walaupun kondisi spiritualnya sangat berkembang sebagai hasil dari kehidupan-kehidupan lampaunya dalam perjalanan bodhisatta. Dengan pencerahannya, oleh karenanya, ia menyempurnakan dan melampaui kondisi manusiawinya. Ketika ditanya apa ia adalah seorang [[Deva (Buddhisme)|deva]] atau seorang manusia, ia menjawab bahwa ia telah melenyapkan sifat yang secara tidak sadar telah mendarah-daging yang akan membuatnya menjadi salah satu dari hal itu, dan lebih baik dipanggil Buddha; ia yang telah tumbuh dewasa di dunia tetapi sekarang telah pergi melampauinya, seperti teratai yang tumbuh dari air tetapi berkembang di atasnya, tidak bertanah.<ref>Peter Harvey, ''An Introduction to Buddhism: Teachings, History, and Practices.'' Cambridge University Press, 1990, page 28.</ref>
 
Walaupun kelompok Theravada tidak menekankan pada aspek supernatural dan ilahi atas sang Buddha seperti yang terdapat pada Kanon Pali, unsur-unsur manusia agung sang Buddha ditemukan diseluruh kanon.
<!--
Although the Theravada school does not emphasize the more supernatural and divine aspects of the Buddha that are available in the Pali Canon, elements of Buddha as the supreme person are found throughout this canon.
 
InDalam '''MN 18 Madhupindika Sutta''', Buddha isdigambarkan describeddalam inistilah powerfulTuhan termsakan as theDhamma Lordyang of the Dhammakuasa (Pali{{small|Pāli}}: ''Dhammasami'', skt.{{small|Sanskerta}}: ''Dharma Swami'') anddan thepenganugerah bestower of immortalitykeabadian (Pali{{small|Pāli}}: ''Amatassadata'').
 
SimilarlySerupa, in thedalam '''Anuradha Sutta ''' (SN 44.2), sang Buddha isdigambarkan described assebagai "the Tathagata—thesang supremeTathagata&mdash;lelaki managung, thelelaki superlative manterbaik, attainerpencapai ofpencapaian the superlative attainmentterbaik". Buddha is asked aboutditanya whatmengenai happensapa toyang theterjadi Tathagathakepada afterTathagata deathsetelah ofkematian theatas physicaltubuh bodyfisik.
 
Buddha menjawab, "Dan oleh karenanya, Anuradha&mdash;ketika anda tidak dapat menempatkan sang Tathagata sebagai suatu kebenaran atau kenyataan bahkan di kehidupan ini&mdash;layakkah kamu untuk menyatakan, 'Teman-teman, sang Tathagata&mdashlelaki agung, lelaki terabik, pencapai pencapaian terbaik&mdash;sebagaimana digambarkan, juga digambarkan sebaliknya dengan empat posisi berikut: Sang Tathagata berada setelah kematian, tidak berada setelah kematian, keduanya ada dan tidak ada setelah kematian, begitupula ada atau tidak ada setelah kematian'?"
 
Dalam Vakkali Sutta, sang Buddha memperkenalkan dirinya bersama dengan Dhamma:
:''O Vakkali, siapapun yang melihat Dhamma, melihat aku [sang Buddha]''
 
Rujukan lain dari Aggana Sutta dari [[Digha Nikaya]], menyatakan kepada pengikut Vasettha:
:''O Vasettha! Kata Dhammakaya sesungguhnya merupakan nama sang Tathagata''
 
Dalam [[Kanon Pali|Kanon Pāli]] Buddha Gautama dikenal sebagai "guru para tuhan dan manusia", lebih tinggi dari para tuhan dan manusia dalam artian memiliki [[nirvana]] atau kebahagiaan terbesar (dimana para [[Dewa (Buddhisme)|dewa]] atau tuhan yang masih merupakan subyek kemarahan, ketakutan, kesedihan, dan lainnya).
 
<!-- MOHON BANTUAN PERIKSA TERJEMAHAN BERIKUT :
Buddha replies, "And so, Anuradha—when you can't pin down the Tathagata as a truth or reality even in the present life—is it proper for you to declare, 'Friends, the Tathagata—the supreme man, the superlative man, attainer of the superlative attainment—being described, is described otherwise than with these four positions: The Tathagata exists after death, does not exist after death, both does & does not exist after death, neither exists nor does not exist after death'?"
 
Baris 92 ⟶ 102:
 
In the [[Pali Canon]]s Gautama Buddha is known as being a "teacher of the gods and humans", superior to both the gods and humans in the sense of having [[nirvana]] or the greatest bliss (whereas the [[Deva (Buddhism)|devas]] or gods of are still subject to anger, fear, sorrow, etc.).
-->
 
====Eternal Buddha inAbadi dalam Buddhisme Mahayana Buddhism====
{{main|Eternal Buddha Abadi}}
[[FileBerkas:BuddhaTwang.jpg|thumb|300px|ASebuah statuepatung of theBuddha Sakyamuni Buddha indi [[Tawang]] [[Gompa]], [[India]].]]
 
InDalam somebeberapa sutras''sutra'' founddalam inBuddhisme [[Mahayana]] Buddhism, the Buddha teaches thatmengajarkan thebahwa Buddha ispada nointinya longerbukan essentiallylagi amerupakan humanmahluk beinghidup buttetapi hastelah becomemenjadi amahluk beingdari ofgolongan ayang differentberbeda ordersepenuhnya altogetherdan andoleh thatkarena itu, indalam his ultimate transcendentalbentuk "bodytubuh/mindpikiran" modeutama yang assulit dipahami sebagai [[Dharmakaya]], heia hasmemiliki eternalkehidupan andabadi infinitedan lifetidak teratas, isyang presenthadi indalam allsemua thingsbentuk (i.e.,contoh: ismerupakan "thetidak boundlessterbatas [[dharmadhatu]]", according to themenurut [[Nirvana Sutra]]), anddan isdimiliki possessedoleh ofsifat greatagung anddan immeasurabletak qualitiesterukur. In theDalam [[Mahaparinirvana Sutra]] the, Buddha declaresmenyatakan: "Nirvana isdinyatakan statedsebagai tosesuatu beyang eternallykekal abidingabadi. TheSang TathagataTahtagata [BuddhaBudha] is alsojuga thusdemikian, eternallykekal abidingabadi, withouttanpa changeperubahan." ThisHal isini aadalah particularlypengertian importantmetafisik metaphysicaldan andsoteriologis soteriologicalpeting doctrine in thedalam ''[[Lotus Sutra]]'' anddan thesutra-sutra [[Tathagatagarbha]] sutras. AccordingMenurut to thesutra-sutra Tathagatagarbha sutras, failurekelalaian tomengenai recognize thekeabadian Buddha's eternity anddan, evenlebih worseburuk lagi, outrightpenyangkalan denialtegas ofakan thatkeabadian eternityitu, is deemed a majordianggap obstaclesebagai torintangan theutama attainmentdalam ofmencapai completekebangkitan awakeningpenuh ([[bodhi]]).
 
ForUntuk theguru Buddhis Tibetan Buddhist master, [[Dolpopa]], anddan hiskelompok [[Jonangpa]] School, thesang Buddha isdimengerti tosebagai be understoodInti asyang themengagumkan wondrousdan andpengabul-keinginan holy wish-fulfillingyang Essencesuci ofakan allseluruh thingsmahluk, beyondmelampaui comprehensionpemahaman:
 
"Buddha—anBuddha&mdash;sebuah essenceintisari ofdari immeasurablehal yang tidak terukur, incomprehensibletidak dipahami, unfathomabletidak terduga, excellenttubuh mulia yang exaltedluar bodybiasa, wisdomkebijaksanaan, qualitiesbermutu, anddan activitiesaktivitas extremelymenakjubkan wondrousdan andluar fantastic—isbiasa&mdash;yang vastluas likeseperti spaceangkasa anddan thesumber holy sourcesuci, givingmembangkitkan riseseluruh tomahluk allsebagaimana thatdiharapkan isoleh wishedmahluk bysuci sentientseperti beingspermata like a wishpengabul-granting jewelhasrat, apohon wishpengabul-granting treehasrat …"<ref>{{en}} (Dolpopa, ''Mountain Doctrine'', tr. by Jeffrey Hopkins, Snow Lion Publications, 2006, p.&nbsp;424).</ref>
<!-- TOLONG PERIKSA TERJEMAHAN.NYA :
"Buddha—an essence of immeasurable, incomprehensible, unfathomable, excellent exalted body, wisdom, qualities, and activities extremely wondrous and fantastic—is vast like space and the holy source, giving rise to all that is wished by sentient beings like a wish-granting jewel, a wish-granting tree …" (Dolpopa, ''Mountain Doctrine'', tr. by Jeffrey Hopkins, Snow Lion Publications, 2006, p.&nbsp;424). -->
 
====The Sang Buddha assebagaimana dibandingkan compareddengan toTuhan God====
{{main|GodTuhan indalam Buddhismagama Buddha}}
APengertian commonumum misconceptionyang amongsalah di antara non-BuddhistsBuddhis isadalah thatbahwa thesang Buddha is theadalah Buddhistrekan counterpartseimbang todengan "[[GodTuhan]]". BuddhismAkan howevertetapi dalam Buddhisme, ispada inumumnya generaladalah tanpa-tuhan (''non-theistic''), indalam theartian sensetidak ofmengajarkan notkeberadaan teachingtuhan thepencipa existence of a supreme creator godagung (seelihat [[GodTuhan indalam Buddhismagama Buddha]]) oratau dependingketergantungan onakan anymahluk supremeagung beinguntuk formencapai enlightenmentpencerahan. TheSang Buddha isadalah aseorang guidepetunjuk anddan teacherguru whoyang pointsmenunjukkan thejalan waymenuju to enlightenmentpencerahan, howeverakan thepergumulan struggleguna formencapai enlightenmentpencerahan isadalah one'smilik ownsendiri. TheDefinisi commonlyumum acceptedyang definitionditerima ofakan the termistilah "GodTuhan" isadalah ofmahluk ayang beingmengatur whodan rulesmenciptakan andalam created the universesemesta (seelihat [[creationmitos mythpenciptaan]]). TheSang Buddha ofpada thenaskah-naskah earlyawal textsmemberikan givesargumentasi argumentssanggatan refutingmengenai thekeberadaan existenceakan ofmahluk suchyang a beingdemikian.<ref>{{en}} [[David Kalupahana]], ''Causality: The Central Philosophy of Buddhism.'' The University Press of Hawaii, 1975, pages 20–22.</ref>
 
Akan tetapi, sutra-sutra Mahayana tertentu (seperti [[Nirvana Sutra]] dan [[Lotus Sutra]]) dan khususnya tantra tertentu sebagaimana diungkapkan oleh [[Kunjed Gyalpo Tantra]] akan pandangan mengenai sang Buddha sebagai yang ada dimana-mana, mengetahui segalanya, inti yang membebaskan dan kebenaran yang tidak mati akan seluruh mahluk, dan oleh karenanya, sampai jangkauan tertentu, perwujudan sang Buddha ini mendekatkan ke konsep pantheistik akan ketuhanan, akan tetapi hal ini berbeda dengan yang ada dalam tradisi Mahayana, siapapun dapa tmenjadi seorang Buddha, sebagaimana dibandingkan kepada agama-agama theistik pada umumnya yang mana biasanya dianggap tidak mungkin untuk menjadi seorang tuhan atau Tuhan. Juga, [[Agama Buddha di Indonesia|umat Buddha di Indonesia]] menyatakan kepercayaannya akan Tuhan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
However, certain Mahayana sutras (such as the [[Nirvana Sutra]] and the [[Lotus Sutra]]) and especially such tantras as the [[Kunjed Gyalpo Tantra]] give expression to a vision of the Buddha as the omnipresent, all-knowing, liberative essence and deathless Reality of all things, and thus, to some extent, this conception of the Buddha draws close to pantheistic conceptions of godhead, yet it differs in that in the Mahayana tradition, anyone can become a Buddha, as compared to general theistic religions in which it is generally considered impossible to become a god or God. Also, [[Indonesian Buddhism]] declares its belief in God, in accordance with the Indonesian constitution.
-->
 
== Penggambaran Buddha dalam seni ==