=== Penangkapannya ===
[[Hisyam]], khalifah [[Bani Umayyah]], telah memerintahkan untuk menangkap [[Imamah|Imam]] ke-6 dan dibawa ke [[Damaskus]]. Belakangan, Imam ditangkap oleh [[As-Saffah]], khalifah [[Bani Abbasiyah]] dan dibawa ke [[Iraq]]. Akhirnya [[Al-Mansur]] menangkapnya lagi dan dibawa ke [[Samarra]], [[Iraq]] untuk diawasi dan dengan segala cara mereka melakukan tindakan lalim dan kurang hormat dan berkali-kali merencanakan untuk membunuhnya. Kemudian Imam diizinkan kembali ke [[Madinah]], di mana dia menghabiskan sisa hidupnya di Madinah, sampai dia diracun dan dibunuh melalui upaya rahasia [[Al-Mansur]].
== Riwayat mengenai Ja'far ash-Shadiq ==
=== Dari [[Malik bin Anas]] ===
[[Malik bin Anas|Imam Malik]] menceritakan pribadi Imam Ja'far ash-Shadiq dalam kitab ''Tahdhib al-Tahdhib'', Jilid 2, hlm. 104:
:''"Aku sering mengunjungi ash-Shadiq. Aku tidak pernah menemui beliau kecuali dalam salah satu daripada keadaan-keadaan ini:''
:# beliau sedang salat,
:# beliau sedang berpuasa,
:# beliau sedang membaca kitab suci al-Qur'an.
:''Aku tidak pernah melihat beliau meriwayatkan sebuah [[hadits]] dari [[Muhammad|Nabi SAW]] tanpa taharah. Ia seorang yang paling bertaqwa, warak, dan amat terpelajar selepas zaman [[Muhammad|Nabi Muhammad SAW]]. Tidak ada mata yang pernah, tidak ada telinga yang pernah mendengar dan hati ini tidak pernah terlintas akan seseorang yang lebih utama (afdhal) melebihi Ja'far bin Muhammad dalam ibadah, kewarakan dan ilmu pengetahuannya."''
=== Dari [[Abu Hanifah]] ===
Pada suatu ketika khalifah [[Al-Mansur]] dari [[Bani Abbasiyah]] ingin mengadakan perdebatan antara [[Abu Hanifah]] dengan Imam Ja'far ash-Shadiq AS. Khalifah bertujuan untuk menunjukkan kepada [[Abu Hanifah]] bahwa banyak orang sangat tertarik kepada Imam Ja'far bin Muhammad karena ilmu pengetahuannya yang luas itu. Khalifah [[Al-Mansur]] meminta [[Abu Hanifah]] menyediakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk diajukan kepada Imam Ja'afar bin Muhammad AS di dalam perdebatan itu nanti. Sebenarnya [[Al-Mansur]] telah merencanakan untuk mengalahkan Imam Ja'far bin Muhammad, dengan cara itu dan membuktikan kepada orang banyak bahwa Ja'far bin Muhammad tidaklah luas ilmunya.
Menurut [[Abu Hanifah]],
:''"Al-Mansur meminta aku datang ke istananya ketika aku tidak berada di Hirah. Ketika aku masuk ke istananya, aku melihat Ja'far bin Muhammad duduk di sisi [[Al-Mansur]]. Ketika aku memandang Ja'far bin Muhammad, jantungku bergoncang kuat, rasa getar dan takut menyelubungi diriku terhadap Ja'far bin Muhammad lebih daripada [[Al-Mansur]]. Setelah memberikan salam, [[Al-Mansur]] memintaku duduk dan beliau memperkenalkanku kepada Ja'far bin Muhammad. Kemudian [[Al-Mansur]] memintaku mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kepada Ja'far bin Muhammad. Aku pun mengemukakan pertanyaan demi pertanyaan dan beliau menjawabnya satu persatu, mengeluarkan bukan saja pendapat ahli-ahli fiqih [[Iraq]] dan [[Madinah]] tetapi juga mengemukakan pandangannya sendiri, baik beliau menerima atau menolak pendapat-pendapat orang lain itu sehingga beliau selesai menjawab semua empat puluh pertanyaan sulit yang telah aku sediakan untuknya."''
[[Abu Hanifah]] berkata lagi,
:''"Tidakkah telah aku katakan bahwa dalam soal keilmuan, orang yang paling alim dan mengetahui adalah orang yang mengetahui pendapat-pendapat orang lain?"''
Lantaran pengalaman itu, [[Abu Hanifah]] berkata,
:''"Aku tidak pernah melihat seorang ahli fiqih yang paling alim selain Ja'far bin Muhammad."'' <ref>Muwaffaq, Manaqib Abu Hanifah, Jilid I, hlm. 173; Dzahabi, Tadhkiratul Huffadz, Jilid I, hlm. 157</ref>
=== Imam Ja'far ash-Shadiq sering berkata ===
:"Hadist-hadist yang aku keluarkan adalah hadits-hadits dari bapakku. Hadist-hadist dari bapakku adalah dari kakekku. Hadist-hadist dari kakekku adalah dari Ali bin Abi Thalib, Amirul Mu'minin. Hadist-hadist dari Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib adalah hadist-hadist dari Rasulullah SAW dan hadist-hadist dari Rasulullah SAW adalah wahyu Allah Azza Wa Jalla." <ref>Al-Kulaini,al-Kafi, Juzuk I, hadith 154-14</ref>
== Referensi ==
|