Stadion Si Jalak Harupat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
AnuHykaru (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 52:
== Penilaian Kelayakan ==
Dalam rangka upayanya menjadi pendamping [[Stadion Gelora Bung Karno]] untuk menggelar pertandingan Piala Asia 2007, sekjen [[PSSI]] [[Nugraha Besoes]] yang melakukan peninjauan ke stadion Si Jalak Harupat, pada hari [[Minggu]], [[6 Februari]] [[2005]]. Namun dinyatakan secara tegas bahwa masih banyak yang perlu dibenahi jika stadion ini ingin menjadi tuan rumah pertandingan internasional. Secara fisik stadion ini memang cukup kokoh dan strukturnya cukup bagus. Hanya saja, Jalak Harupat baru bisa memenuhi kualifikasi lokal dan nasional. Sistem drainase lapangan sudah bagus, demikian juga dengan rumput di lapangan. Hanya saja tempat duduk penonton masih menggunakan format tradisional, padahal untuk stadion modern seorang penonton disediakan satu tempat duduk. Loket untuk menjual tiket masih menyatu dengan stadion dan bukan di luar kompleks stadion seperti selayaknya stadion yang baik. Selain itu, kamar ganti pemain belum dilengkapi meja pijat dan loker. Demikian juga tempat pemain cadangan dinilai masih kurang sesuai. Kekurangan lainnya adalah lokasi stadion yang cukup jauh dari hotel. Dua lapangan pendukung dinilai masih kurang memenuhi syarat karena bentuknya tidak tertutup.<ref>[http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0205/07/0108.htm Stadion Jalak Harupat tak Penuhi Syarat, Pikiran Rakyat, Senin, 07 Februari 2005]</ref>
Dalam veritifikasi [[AFC]] pada bulan Oktober 2011 Stadion Si Jalak Harupat tidak mendapat kriteria A AFC karena banyak kekurangan tetapi layak untuk bisa menggelar pertandingan Liga Indonesia akan tetapi bila ingin bermain di AFC Champion League Stadion harus diupgrade.<ref>http://bandung.detik.com/read/2011/10/13/094211/1742966/486/afc-nyatakan-si-jalak-harupat-layak-digunakan-kompetisi</ref>
 
== Kontroversi ==
Pembangunan stadion ini menelan biaya sebesar 67,5 miliar rupiah yang bersumber dari APBD Pemerintah Kabupaten Bandung. Dengan biaya sebesar itu muncul tuduhan terjadinya penggelembungan nilai proyek yang seharusnya hanya Rp 30-40 miliar.<ref>[http://www.kompas.com/ver1/Nusantara/0703/28/201310.htm Kompas Online, 28 Maret 2007]</ref> Selain dugaan mark up dalam pembangunannya, dugaan [[korupsi]] juga terjadi pada proses pembebasan tanah untuk lokasi stadion tersebut. Harga tanah yang diajukan oleh pelaksana proyek diduga jauh lebih besar dari pembeliannya dari masyarakat.<ref>[http://www.media-indonesia.com/berita.asp?id=94609 Kasus Korupsi Stadion Si Jalak Harupat Bandung Masih Disidik, Media Indonesia Online]</ref> Kasus ini ditangani oleh [[Kejaksaan Tinggi]] Jawa Barat.