Banjir lumpur panas Sidoarjo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membatalkan revisi 4844311 oleh 180.252.105.65 (Bicara) |
|||
Baris 217:
== Upaya penanggulangan ==
[[Berkas:Home sunk by mud flow.JPG|left|thumb|250px|Rumah yang terendam lumpur panas]]
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur, diantaranya dengan membuat tanggul untuk membendung area genangan lumpur. Namun demikian, lumpur terus menyembur setiap harinya, sehingga sewaktu-waktu tanggul dapat jebol, yang mengancam tergenanginya lumpur pada permukiman di dekat tanggul. Jika dalam tiga bulan bencana tidak tertangani, adalah membuat waduk dengan beton pada lahan seluas 342 hektar, dengan mengungsikan 12.000 warga. Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan, untuk menampung lumpur sampai Desember 2006, mereka menyiapkan 150 hektare waduk baru. Juga ada cadangan 342 hektare lagi yang sanggup memenuhi kebutuhan hingga Juni 2007. Akhir Oktober, diperkirakan volume lumpur sudah mencapai 7 juta m3.Namun rencana itu batal tanpa sebab yang jelas.
Baris 260:
mengancam kehidupan nelayan tambak di kawasan pantai Sidoardjo dan nelayan penangkap ikan di Selat Madura. Pantai rawa baru yang akan menjadi lahan reklamasi tersebut dikembangkan menjadi hutan bakau yang lebat dan subur, yang bermanfaat bagi pemijahan ikan, daerah penyangga untuk pertambakan udang. Pantai baru dengan hutan bakau diatasnya dapat ditetapkan sebagai kawasan lindung yang menjadi sumber inspirasi dan sarana pendidikan bagi masyarakat terhadap pentingnya pelestarian kawasan pantai..
Pada [[9 September]] 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani surat keputusan pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo, yaitu Keppres Nomor 13 Tahun 2006. Dalam Keppres itu disebutkan, tim dibentuk untuk menyelamatkan penduduk di sekitar lokasi bencana, menjaga infrastruktur dasar, dan menyelesaikan masalah semburan lumpur dengan risiko lingkungan paling kecil. Tim dipimpin Basuki Hadi Muljono, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan [[Departemen Pekerjaan Umum]], dengan tim pengarah sejumlah menteri, diberi mandat selama enam bulan. Seluruh biaya untuk pelaksanaan tugas tim nasional ini dibebankan pada PT Lapindo Brantas.Namun upaya Timnas yang didukung oleh Rudy Rubiandini ternyata gagal total walaupun telah menelan biaya 900 milyar rupiah.
Baris 268:
=== Pendapat Kontra pembuangan lumpur secara langsung ===
Banyak pihak menolak rencana pembuangan ke laut ini, diantaranya [[Walhi]] <ref>[http://www.walhi.or.id/kampanye/cemar/industri/060905_lumpurlapindo-laut_sp/ www.walhi.or.id]</ref> dan [[ITS]] <ref>[http://www.antara.co.id/seenws/?id=41770 www.antara.co.id]</ref>. Menteri Kelautan dan Perikanan, [[Freddy Numberi]], dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV [[DPR]] RI, [[5 September]] 2006, menyatakan luapan lumpur Lapindo mengakibatkan produksi tambak pada lahan seluas 989 hektar di dua kecamatan mengalami kegagalan panen. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) memperkirakan kerugian akibat luapan lumpur pada budidaya tambak di kecamatan Tanggulangin dan Porong Sidoarjo, Jawa Timur, mencapai Rp10,9 miliar per tahun. Dan rencana pembuangan lumpur yang dilakukan dengan cara mengalirkannya ke laut melalui Sungai Porong, bisa mengakibatkan dampak yang semakin meluas yakni sebagian besar tambak di sepanjang pesisir Sidoarjo dan daerah kabupaten lain di sekitarnya, karena lumpur yang sampai di pantai akan terbawa aliran transpor sedimen sepanjang pantai. <ref>[http://www.antara.co.id/seenws/?id=41607 www.antara.co.id]</ref>
Dampak lumpur itu bakal memperburuk kerusakan ekosistem Sungai Porong. Ketika masuk ke laut, lumpur otomatis mencemari [[Selat Madura]] dan sekitarnya. Areal tambak seluas 1.600 hektare di pesisir Sidoarjo akan terpengaruh.
|