Ekonomi Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tony Widodo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tony Widodo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 38:
* Pemindahan penduduk (transmigrasi) 20 juta jiwa dari [[Jawa]] ke [[Sumatera]] dalam jangka waktu 1-15 tahun.
 
=== [[Demokrasi Terpimpin]] ===
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun [[1959]] belum berhasil dengan baik dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.
==== [[Gunting Syafruddin]] ====
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan [[Syafruddin Prawiranegara]] pada masa pemerintahan [[RIS]]. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal [[19 Maret]] [[1950]]. Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
 
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
==== Sistem Ekonomi Gerakan Benteng ====
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh [[Sumitro Djojohadikusumo]] (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya adalah:
* Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
Baris 62:
Dampaknya adalah program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
==== Nasionalisasi [[De Javasche Bank]] ====
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun [[1951]] pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi [[Bank Indonesia]] sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal [[15 Desember]] 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.
==== Sistem Ekonomi Ali-Baba ====
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh [[Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah:
* Untuk memajukan pengusaha pribumi.
Baris 78:
* Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
==== Persaingan Finansial Ekonomi (Finek) ====
Pada masa Kabinet [[Burhanuddin Harahap]] dikirim delegasi ke [[Jenewa]] untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh [[Anak Agung Gde Agung]]. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi:
* Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
Baris 87:
[[1956]] Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
==== Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) ====
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Baris 97:
* Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
==== Musyawarah Nasional Pembangunan ====
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
* Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
Baris 103:
* Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
halHal ini membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.
=== Orde Baru ===