Sejarah Indonesia (1945–1949): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak perubahan terakhir (oleh 180.252.119.18) dan mengembalikan revisi 4893736 oleh Anashir
Baris 68:
Tanggal [[27 Juni]] [[1946]], dalam Pidato Peringatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW, Wakil Presiden [[Hatta]] menjelaskan isi usulan balasan di depan rakyat banyak di alun-alun utama [[Yogyakarta]], dihadiri oleh [[Soekarno]] dan sebagian besar pucuk pimpinan politik. Dalam pidatonya, Hatta menyatakan dukungannya kepada [[Sjahrir]], akan tetapi menurut sebuah analisis, publisitas luas yang diberikan Hatta terhadap surat itu, menyebabkan kudeta dan penculikan terhadap Sjahrir.
 
Pada malam itu terjadi [[penculikan Perdana Menteri Sjahrir|peristiwa penculikan terhadap Perdana Menteri Sjahrir]], yang sudah terlanjur dicap sebagai "pengkhianat yang menjual tanah airnya". SjahrirSyahrir diculik di [[Surakarta]], ketika ia berhenti dalam perjalanan politik menelusuri Jawa. Kemudian ia dibawa ke Paras, kota dekat [[Solo]], di rumah peristirahatan seorang pangeran Solo dan ditahan di sana dengan pengawasan Komandan Batalyon setempat.
 
Pada malam tanggal [[28 Juni]] [[1946]], [[Soekarno|Ir Soekarno]] berpidato di radio [[Yogyakarta]]. Ia mengumumkan, "''Berhubung dengan keadaan di dalam negeri yang membahayakan keamanan negara dan perjuangan kemerdekaan kita, saya, Presiden Republik Indonesia, dengan persetujuan Kabinet dan sidangnya pada tanggal [[28 Juni]] [[1946]], untuk sementara mengambil alih semua kekuasaan pemerintah''". Selama sebulan lebih, [[Soekarno]] mempertahankan kekuasaan yang luas yang dipegangnya. Tanggal [[3 Juli]] [[1946]], [[Sjahrir]] dibebaskan dari penculikan; namun baru tanggal [[14 Agustus]] [[1946]], Sjahrir diminta kembali untuk membentuk kabinet.