Anak Agung Pandji Tisna: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
WL8 Wikan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
WL8 Wikan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 9:
 
Bahasa ibu Pandji Tisna adalah bahasa Bali. <ref name="AA Pandji Tisna1"/>Ia belajar bahasa Belanda saat bersekolah. <ref name="AA Pandji Tisna1"/>Bahasa Melayu atau bahasa Indonesia adalah bahasa ketiga yang dipelajarinya di sekolah sebagai bahasa "asing" ketika ia berumur 12 tahun. <ref name="AA Pandji Tisna1"/>Meski mencintai adat dan tradisi Bali, Pandji Tisna banyak menggunakan bahasa Indonesia dalam penulisan karyanya. <ref name="AA Pandji Tisna4">{{en}} Teeuw, A. ''Modern Indonesian Literature''. University of Leiden, 1967, The Hague. Halaman 77-78. Sejarah Sastra Modern Indonesia</ref> Sejak tahun 1935, ia bertekad menjadi penulis yang menghasilkan novel dalam bahasa Indonesia, yakni ''[[Ni Rawit, Ceti Penjual Orang]]'', dilanjutkan dengan ''[[Sukreni Gadis Bali]]'', [[''I Swasta: Setahun di Bedahulu'']], dan [[''Dewi Karuna: Salah Satu Jalan Pengembara Dunia'']].<ref name="AA Pandji Tisna1"/> Karya-karya Pandji Tisna yang menampilkan budaya dan tradisi Bali ini memberikan warna baru bagi khazanah kesusasteraan Indonesia pada masa itu yang lebih didominasi kesusasteraan Sumatera.<ref name="AA Pandji Tisna4"/>
 
 
 
Pada 1942, Jepang menyerang dan mengambil alih hampir semua bekas jajahan Belanda di Hindia, termasuk Bali. Pada saat itu, Pandji Tisna hidup tenang di pedesaan Singaraja hingga tahun 1944, ketika dia ditangkap oleh militer Jepang karena dicurigai melakukan kegiatan anti-Jepang. Ia dibebaskan tidak lama kemudian, namun Jepang telah menghancurkan perpustakaannya yang memiliki banyak koleksi buku berbahasa asing.