Sastra eksil Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
WL8 Wikan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
WL8 Wikan (bicara | kontrib)
menambah data
Baris 6:
 
Sama yang umum dialami kaum eksil, para penulis eksil Indonesia juga harus membuang ciri-ciri dan jatidiri mereka.<ref name="sastraeksil2"/> Penghilangan jati diri itu dilakukan atas desakan dari penguasa di mana mereka berlindung – semua eksil Indonesia yang bermukim di China mereka harus bernama China, bahkan sampai di Eropa Barat pun (Perancis) mereka ‘mengubah nama’ mereka menjadi nama-nama Perancis.<ref name="sastraeksil2"/> Goncangan perubahan itu terlebih dirasakan oleh para eksil, karena di dalam ideologi mereka telah ditanamkan ajaran, bahwa ‘dunia proletariat mereka’ adalah ‘dunia murni’, sedang dunia di luar mereka adalah ‘lautan burjuasi’ yang serba kotor.<ref name="sastraeksil2"/>
 
Eksil Indonesia mempunyai kekhasan dibandingkan berbagai fenomena eksil dunia lainnya. Eksil pada umumnya adalah mereka yang melarikan diri ke luar negeri akibat berbagai tekanan politik. Mereka mempersiapkan diri untuk tidak akan pernah bisa pulang. Karenanya, mereka akan berintegrasi penuh dengan budaya dan masyarakat baru di mana mereka akan tinggal. Mereka menjadikan tanah pengasingan itu sebagai rumah baru dan menciptakan kebudayaan-kebudayaan baru sebagai hasil dialektika budaya yang mereka bawa dari tanah asal mereka dengan budaya tanah pengasingannya. Inilah yang dikenal dengan nama kebudayaan diaspora.