Benteng Van der Capellen: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 1:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Fort van der Capellen Sumatra`s Westkust TMnr 60003554.jpg|thumb|left|300px|Fort van der Capellen 1822-1826]]
Van der Capellen adalah [[benteng]] peninggalan [[Belanda]] yang berdiri di [[Batusangkar]], [[Sumatera Barat]], [[Indonesia]]. Fort Van der Capellen juga nama lama Batusangkar. diambil dari nama seorang jendral belanda yaitu [[Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen]]
==History==
Baris 6:
Waktu itu masyarakat Minangkabau telah banyak melakukan praktek budaya sehari-hari yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, misalnya adu ayam, berjudi, minum minuman keras dan sebagainnya. Namun gerakan pemurnian ajaran agama Islam ini tidak berjalan mulus dan memperoleh tantangan dari Kaum Adat. Dalam kondisi demikian, pertentangan antara Kaum Adat dan Kaum Agama semakin meruncing dan konflik terbuka antara keduanya tidak dapat dihindarkan lagi.
Konflik terbuka berupa peperangan fisik antara Kaum Adat dan Kaum Agama membuat Kaum Adat meminta bantuan Belanda yang pada waktu itu sudah berkedudukan di Padang. Pasukan Belanda dibawah pimpinan Kolonel Raff masuk ke Tanah Datar untuk melakukan penyarangan kepada rakyat. [[Berkas:Fort van der Capellen1826.jpg|thumb|right|''Benteng Van der Capellen'' tahun 1826]]
Sesampai di Batusangkar, pasaukan Belanda dipusatkan di suatu tempat yang paling tinggi di pusat kota, lebih kurang 500 meter dari pusat kota. Pada tempat ketinggian inilah pasukan Belanda kemudian membangun sebuah benteng yang permanen. Bangunan benteng pertahanan yang dibangun pada tahun 1824 ini berupa bangunan yang memiliki ketebalan dinding 75 cm dan ± 4 meter dari dinding bangunan dibuat parit dan tanggul pertahanan yang melingkar mengelilingi bangunan. Bangunan inilah yang kemudian diberi nama Benteng Van der Capellen, seseuai dengan nama Gubernur Jendral Belanda pada waktu itu yaitu [[Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen]].
Dengan adanya benteng pertahanan yang permanen dan strategis, maka secara militer dan politis memudahkan Belanda untuk menguasai wilayah sekitar Batusangkar. Hal ini menandakan beratnya perjuangan kolonial Belanda di Tanah Datar sehingga harus membuat benteng. Kesempatan demikian akhirnya bukan hanya bertujuan untuk memadamkan gerakan Kaum Agama, tetapi sekaligus untuk menguasai secara politis kawasan Tanah Datar dan sekitarnya. Konflik ini akhirnya berkembang menjadi Operasi Militer Belanda. Kenyataan demikian menyadarkan Kaum adat yang semula mengizinkan Belanda untuk masuk ke Tanah Datar.
Keberadaan Belanda di Batusangkar sampai saat meletusnya Perang Dunia II. Pada saat Jepang berhasil merebut Sumatera Barat kemudian Belanda meniggalkan Batusangkar. Benteng Van der Capellen kemudian dikuasai oleh Badan Keamana Rakyat (BKR) dari tahun 1943-1945. Setelah Indonesia berhasil merebut kemerdekaan dari penjajahan Jepang, Benteng Van der Capellen kemudian dikuasai oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sampai tahun 1947. Pada waktu Agresi Belanda II, Benteng Van der Capellen kembali dikuasai Belanda selama dua tahun, yaitu tahun 1948-1950.
|