Orang Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Mamasamala (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 31:
== Etimologi ==
[[Berkas:Sumatra Ethnic Groups Map en.svg|thumb|left|209px|Peta yang menunjukan wilayah persebaran kelompok etnik Minangkabau di [[pulau Sumatera]].]]
Nama Minangkabau berasal dari dua kata, ''minang'' dan ''kabau''. Nama itu dikaitkan dengan suatu [[legenda]] khas Minang yang dikenal di dalam [[Tambo Minangkabau|tambo]]. Dari tambo tersebut, konon pada suatu masa ada satu kerajaan asing (biasa ditafsirkan sebagai [[Majapahit]]) yang datang dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang lapar dengan diberikan pisau pada tanduknya. Dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama ''Minangkabau'',<ref>Djamaris, Edwar, (1991), ''Tambo Minangkabau'', Jakarta: Balai Pustaka.</ref> yang berasal dari ucapan "''Manang kabau''" (artinya menang kerbau). Kisah tambo ini juga dijumpai dalam ''[[Hikayat Raja-raja Pasai]]'' dan juga menyebutkan bahwa kemenangan itu menjadikan negeri yang sebelumnya bernama ''Periaman'' ([[Pariaman]]) menggunakan nama tersebut.<ref>Hill, A. H., (1960), ''Hikayat Raja-Raja Pasai'', Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland, London. Library, MBRAS.</ref> Selanjutnya penggunaan nama ''Minangkabau'' juga digunakan untuk menyebut sebuah [[nagari]], yaitu Nagari [[Minangkabau, Sungayang, Tanah Datar|Minangkabau]], yang terletak di kecamatan [[Sungayang, Tanah Datar|Sungayang]], kabupaten [[Tanah Datar]], provinsi [[Sumatera Barat]].
 
Dalam catatan sejarah kerajaan [[Majapahit]], ''Nagarakretagama''<ref>Brandes, J.L.A., (1902), ''Nāgarakrětāgama; Lofdicht van Prapanjtja op koning Radjasanagara, Hajam Wuruk, van Madjapahit, naar het eenige daarvan bekende handschrift, aangetroffen in de puri te Tjakranagara op Lombok''.</ref> tahun 1365 M, juga telah ada menyebutkan nama '''Minangkabwa''' sebagai salah satu dari negeri [[Melayu]] yang ditaklukannya.
Baris 91:
[[Berkas:Rumah Gadang.jpg|right|thumb|[[Rumah Gadang]] di [[nagari]] [[Pandai Sikek, Sepuluh Koto, Tanah Datar|Pandai Sikek]] dengan dua buah [[Rangkiang]] di depannya.]]
{{utama|Rumah Gadang}}
Rumah adat Minangkabau disebut dengan ''Rumah Gadang'', yang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam [[suku]] tersebut secara turun temurun.<ref>Graves, Elizabeth E., (2007), ''Asal-usul elite Minangkabau modern: respons terhadap kolonial Belanda abad XIX/XX'', Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, ISBN 978-979-461-661-1.</ref> Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bagian muka dan belakang.<ref>Azinar Sayuti, Rifai Abu, (1985), ''Sistem ekonomi tradisional sebagai perwujudan tanggapan aktif manusia terhadap lingkungan daerah Sumatera Barat'', hlm. 202, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.</ref> Umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti bentuk rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau yang biasa disebut ''gonjong''<ref>Navis, A.A., ''Cerita Rakyat dari Sumatera Barat 3'', Grasindo, ISBN 979-759-551-X.</ref> dan dahulunya atap ini berbahan [[ijuk]] sebelum berganti dengan atap [[seng]]. Di halaman depan rumah gadang, biasanya didirikan dua sampai enam buah ''[[Rangkiang]]'' yang digunakan sebagai tempat penyimpanan [[padi]] milik keluarga yang menghuni rumah gadang tersebut.
 
Namun hanya kaum perempuan dan suaminya, beserta anak-anak yang jadi penghuni rumah gadang. Sedangkan laki-laki kaum tersebut yang sudah beristri, menetap di rumah istrinya. Jika laki-laki anggota kaum belum menikah, biasanya tidur di surau. [[Surau]] biasanya dibangun tidak jauh dari komplek rumah gadang tersebut, selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai tempat tinggal lelaki dewasa namun belum menikah.
Baris 206:
Keberhasilan dan kesuksesan orang Minang banyak diraih ketika berada di perantauan. Sejak dulu mereka telah pergi merantau ke berbagai daerah di [[Jawa]], [[Sulawesi]], [[Malaysia|semenanjung Malaysia]], [[Thailand]], [[Brunei]], hingga [[Philipina]]. Di tahun 1390, Raja Bagindo mendirikan [[Kesultanan Sulu]] di Filipina selatan.<ref name="Naim">{{cite book |last=Naim|first=Mochtar|title=Merantau}}</ref> Pada abad ke-14 orang Minang melakukan migrasi ke [[Negeri Sembilan]], Malaysia dan mengangkat raja untuk negeri baru tersebut dari kalangan mereka. [[Raja Melewar]] merupakan raja pertama Negeri Sembilan yang diangkat pada tahun [[1773]]. Di akhir abad ke-16, ulama Minangkabau Dato Ri Bandang, Dato Ri Patimang, dan Dato Ri Tiro, menyebarkan Islam di Indonesia timur dan mengislamkan [[kerajaan Gowa]]. Setelah huru-hara pada [[Kesultanan Johor]], pada tahun 1723 putra [[kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] yang bergelar [[Abdul Jalil Rahmad Syah I dari Siak|Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I]] yang sebelumnya juga merupakan [[Sultan Johor]] mendirikan [[Kerajaan Siak]] di daratan Riau.<ref>{{cite|url=http://www.melayuonline.com|title=Sejarah Kerajaan Siak Sejarah Kerajaan Siak|accessdate=22 July 2011}}</ref>
 
Kedatangan reformis Muslim yang menuntut ilmu di [[Kairo]] dan [[Mekkah]] memengaruhi sistem pendidikan di Minangkabau. Sekolah Islam modern [[Sumatera Thawalib]] dan [[Diniyah Putri]] banyak melahirkan aktivis yang banyak berperan dalam proses kemerdekaan, antara lain [[Ahmad Rasyid Sutan Mansur|A.R Sutan Mansur]], [[Siradjuddin Abbas]], dan [[Djamaluddin Tamin]].
 
Pada periode 1920 - 1960, banyak politisi Indonesia berpengaruh lahir dari ranah Minangkabau. Menjadi salah satu motor perjuangan kemerdekaan Asia, pada tahun 1923 [[Tan Malaka]] terpilih menjadi wakil [[Komunis Internasional]] untuk wilayah Asia Tenggara. Politisi Minang lainnya [[Muhammad Yamin]], menjadi pelopor [[Sumpah Pemuda]] yang mempersatukan seluruh rakyat [[Hindia-Belanda]]. Di dalam [[Volksraad]], politisi asal Minang-lah yang paling vokal. Mereka antara lain [[Jahja Datoek Kajo]], [[Agus Salim]], dan Abdul Muis. Tokoh Minang lainnya [[Mohammad Hatta]], menjadi ko-proklamator kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan, empat orang Minangkabau duduk sebagai perdana menteri ([[Sutan Syahrir]], Mohammad Hatta, [[Abdul Halim]], [[Muhammad Natsir]]), seorang sebagai presiden ([[Assaat]]), seorang sebagai wakil presiden (Mohammad Hatta), seorang menjadi pimpinan parlemen ([[Chaerul Saleh]]), dan puluhan yang menjadi menteri, di antara yang cukup terkenal ialah [[Azwar Anas]], [[Fahmi Idris]], dan [[Emil Salim]]. Emil bahkan menjadi orang Indonesia terlama yang duduk di kementerian RI. Minangkabau, salah satu dari dua etnis selain etnis [[Suku Jawa|Jawa]], yang selalu memiliki wakil dalam setiap kabinet pemerintahan Indonesia. Selain di pemerintahan, di masa [[Demokrasi liberal]] parlemen Indonesia didominasi oleh politisi Minang. Mereka tergabung kedalam aneka macam partai dan ideologi, islamis, nasionalis, komunis, dan sosialis.