Pemberian cincin semula berasal dari upacara [[pertunangan]] [[Romawi]] sejak abad pertama Masehi.<ref name="Pengantar"></ref> Upacara pertunangan tersebut berisi pernyataan tentang janji untuk menikah dipada masa depan.<ref name="Pengantar">{{id}}James F. White. 2002. ''Pengantar Ibadah Kristen''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 282-286.</ref> Pada masa itu, keterlibatan tradisi setempat masih kuat di dalam kekristenan yang tengah berkembang sehingga banyak unsur-unsur tradisi setempat yang masuk ke dalam ritus pernikahan Kristen.<ref name="Pengantar"></ref> Salah satu unsur tradisi Romawi yang masuk ke dalam ritus pernikahan Kristen adalah prosesi pertukaran cincin pernikahan.<ref name="Pengantar"></ref> Di dalam suatu garis besar tata pernikahan yang dibuat gereja pada abad ke-9, prosesi pemasangan cincin dalam pernikahan telah tercantum di dalamnya.<ref>Rasid Rachman. 1999. ''Pengantar Sejarah Liturgi''. Tangerang: Bintang Fajar. Hal. 82.</ref>
Simbol berfungsi menghadirkan masa lalu dipada masa kini.<ref name="Warsito"></ref>. Dengan demikian, melalui cincin pernikahan pasangan suami-istri dapat mengingat [[cinta]] yang terjalin dan makna pernikahan yang telah mereka jalani.<ref name="Warsito"></ref> Cincin pernikahan tidak menjamin cinta dan kesetiaan suami-istri, namun cincin pernikahan menjadi simbol yang senantiasa mengingatkan dan membahasakan kerinduan mereka untuk selalu memperdalam cinta kepada pasangannya.<ref name="Warsito">Warsito Djoko Sudibya. 1995. ''Aneka Simbol''. Jakarta: Obor. Hal. 4.</ref> Secara populer ada makna-makna lain yang diberikan kepada cincin pernikahan, misalnya sebagai penanda akan status pemakainya selaku suami-istri, atau perlambang ikatan pernikahan yang tiada akhirnya seperti bentuk cincin yang bulat dan tak berujung.<ref>[http://rawabokor.web.id/lifestyle/arti-sebuah-cincin-perkawinan Arti sebuah cincin perkawinan]</ref>