Bali: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 44:
Sejarah Bali menjadi begitu unik dan khas karena didukung oleh sikap warganya yang memberikan perhatian khusus terhadap peninggalan leluhurnya. Kepercayaan terhadap leluhur menjadikan perhatian terhadap peninggalan sejarah begitu tinggi di Bali. Bahkan begitu banyak peninggalan sejarah itu diberlakukan sebagai benda keramat yang tidak boleh diperlakukan tidak semestinya. Dalam pengungkapan sejarah Bali, kami juga memaparkan kondisi Bali di zaman Pra Sejarah, kemudian berlanjut ke zaman Bali Mula, zaman Bali Aga, dan zaman Bali Modern. Dengan pemaparan ini tentu akan bisa dipahami kondisi Bali secara lebih utuh. Bahkan untuk lebih memahami sejarah Bali secara mitologi, kami juga mencoba memaparkan beberapa cerita rakyat yang memang ada kaitan dengan sejarah sebuah tempat atau peristiwa yang pernah ada di Bali.
'''Masa Prasejarah'''
Zaman prasejarah Bali merupakan awal dari sejarah masyarakat Bali. Yang ditandai oleh kehidupan masyarakat pada masa itu yang belum mengenal tulisan. Walaupun pada zaman prasejarah ini belum dikenal tulisan untuk menuliskan riwayat kehidupannya, tetapi berbagai bukti tentang kehidupan pada masyarakat pada masa itu dapat pula menuturkan kembali keadaanya Zaman prasejarah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang, maka bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang sudah tentu tidak dapat memenuhi segala harapan kita.
Baris 85:
Temuan lainnya yang penting juga ialah berupa bangunan-bangunan megalithik yang terdapat di desa Gelgel (Klungkung).Temuan yang penting di desa Gelgel ialah sebuah arca menhir yaitu terdapat di Pura Panataran Jro Agung. Arca menhir ini dibuat dari batu dengan penonjolan kelamin wanita yang mengandung nilai-nilai keagamaan yang penting yaitu sebagai lambang kesuburan yang dapat memberi kehidupan kepada masyaraka.
'''▼
Di antara raja-raja Bali, yang banyak meninggalkan keterangan tertulis yang juga menyinggung gambaran tentang susunan pemerintahan pada masa itu adalah Udayana, Jayapangus , Jayasakti, dan Anak Wungsu.
Baris 96:
Dalam bidang agama, pengaruh zaman prasejarah, terutama dari zaman megalitikum masih terasa kuat. Kepercayaan pada zaman itu dititikberatkan kepada pemujaan roh nenek moyang yang disimboliskan dalam wujud bangunan pemujaan yang disebut teras piramid atau bangunan berundak-undak. Kadang-kadang di atas bangunan ditempatkan menhir, yaitu tiang batu monolit sebagai simbol roh nenek moyang mereka. Pada zaman Hindu hal ini terlihat pada bangunan pura yang mirip dengan pundan berundak-undak. Kepercayaan pada dewa-dewa gunung, laut, dan lainnya yang berasal dari zaman sebelum masuknya Hindu tetap tercermin dalam kehidupan masyarakat pada zaman setelah masuknya agama Hindu. Pada masa permulaan hingga masa pemerintahan Raja Sri Wijaya Mahadewi tidak diketahui dengan pasti agama yang dianut pada masa itu. Hanya dapat diketahui dari nama-nama biksu yang memakai unsur nama Siwa, sebagai contoh biksu Piwakangsita Siwa, biksu Siwanirmala, dan biksu Siwaprajna. Berdasarkan hal ini, kemungkinan agama yang berkembang pada saat itu adalah agama Siwa. Baru pada masa pemerintahan Raja Udayana dan permaisurinya, ada dua aliran agama besar yang dipeluk oleh penduduk, yaitu agama Siwa dan agama Budha. Keterangan ini diperoleh dari prasasti-prasastinya yang menyebutkan adanya mpungku Sewasogata (Siwa-Budha) sebagai pembantu raja.
'''Masa 1343--1846''' ▼
▲ Masa 1343--1846'''
▲ Masa ini dimulai dengan kedatangan ekspedisi Gajah Mada pada tahun 1343. Secara detail masa ini dapat diuraikan sebagai berikut :
Kedatangan Ekspedisi Gajah Mada Ekspedisi Gajah Mada ke Bali dilakukan pada saat Bali diperintah oleh kerajaan Bedahulu dengan Raja Astasura Ratna Bumi Banten dan Patih Kebo Iwo. Dengan terlebih dahulu membunuh Kebo Iwa, Gajah Mada memimpin ekspedisi bersama Panglima Arya Damar dengan dibantu oleh beberapa orang Arya. Penyerangan ini mengakibatkan terjadinya pertempuran antara pasukan Gajah Mada dengan kerajaan Bedahulu. Pertempuran ini mengakibatkan raja Bedahulu dan putranya wafat. Setelah Pasunggrigis menyerah terjadi kekosongan pemerintahan di Bali. Untuk itu, Majapahit menunjuk Sri Kresna Kepakisan untuk memimpin pemerintahan di Bali dengan pertimbangan bahwa Sri Kresna Kepakisan memiliki hubungan darah dengan penduduk Bali Aga.
Baris 109 ⟶ 107:
Zaman Kerajaan Klungkung Kerajaan Klungkung sebenarnya merupakan kelanjutan dari Dinasti Gelgel. Pemberontakan I Gusti Agung Maruti ternyata telah mengakhiri periode Gelgel. Hal itu terjadi karena setelah putra Dalem Di Made dewasa dan dapat mengalahkan I Gusti Agung Maruti, istana Gelgel tidak dipulihkan kembali. Gusti Agung Jambe sebagai putra yang berhak atas takhta kerajaan, ternyata tidak mau bertakhta di Gelgel, tetapi memilih tempat baru sebagai pusat pemerintahan, yaitu bekas tempat persembunyiannya, yaitu Semarapura. Dengan demikian, Dewa Agung Jambe (1710--1775) merupakan raja pertama zaman Klungkung. Raja kedua adalah Dewa Agung Di Made I, sedangkan raja Klungkung yang terakhir adalah Dewa Agung Di Made II. Pada zaman Klungkung ini wilayah kerajaan terbelah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Kerajaan-kerajaan kecil ini selanjutnya menjadi Swapraja (berjumlah delapan buah) yang pada zaman kemerdekaan dikenal sebagai kabupaten.
'''Masa 1846--
'''1. Perlawanan Terhadap Orang-Orang Belanda'''
Masa ini merupakan masa perlawanan terhadap kedatangan bangsa Belanda di Bali. Perlawanan-perlawanan ini ditandai dengan meletusnya berbagai perang di wilayah Bali. Perlawanan-perlawanan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Perang Buleleng (1846)
Baris 132 ⟶ 130:
Setelah melalui beberapa pertempuran, tentara Jepang mendarat di Pantai Sanur pada 18 dan 19 Februari 1942. Dari arah Sanur ini tentara Jepang memasuki kota Denpasar dengan tidak mengalami perlawanan apa-apa. Kemudian, dari Denpasar inilah Jepang menguasai seluruh Bali. Mula-mula yang meletakkan dasar kekuasaan Jepang di Bali adalah pasukan Angkatan Darat Jepang (Rikugun). Kemudian, ketika suasana sudah stabil penguasaan pemerintahan diserahkan kepada pemerintahan sipil.
Karena selama pendudukan Jepang suasana berada dalam keadaan perang, seluruh kegiatan diarahkan pada kebutuhan perang. Para pemuda dididik untuk menjadi tentara Pembela Tanah Air (PETA). Untuk daerah Bali, PETA dibentuk pada Januari 1944 yang program dan syarat-syarat pendidikannya disesuaikan dengan PETA di Jawa.
Menyusul Proklamasi Kemerdekaan, pada 23 Agustus 1945 Mr. I Gusti Ketut Puja tiba di Bali dengan membawa mandat pengangkatannya sebagai Gubernur Sunda Kecil. Sejak kedatangan beliau inilah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Bali mulai disebarluaskan sampai ke desa-desa. Pada saat itulah mulai diadakan persiapan-persiapan untuk mewujudkan susunan pemerintahan di Bali sebagai daerah Sunda Kecil dengan ibu kotanya Singaraja.
Menyusul Proklamasi Kemerdekaan, pada 23 Agustus 1945 Mr. I Gusti Ketut Puja tiba di Bali dengan membawa mandat pengangkatannya sebagai Gubernur Sunda Kecil. Sejak kedatangan beliau inilah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Bali mulai disebarluaskan sampai ke desa-desa. Pada saat itulah mulai diadakan persiapan-persiapan untuk mewujudkan susunan pemerintahan di Bali sebagai daerah Sunda Kecil dengan ibu kotanya Singaraja.
Baris 145 ⟶ 143:
Pada 18--24 Desember 1946 bertempat di pendopo Bali Hotel, Denpasar berlangsung konferensi Denpasar. Konferensi itu dibuka oleh Van Mook yang bertujuan untuk membentuk Negara Indonesia Timur (NIT) dengan ibu kota Makasar (Ujung Pandang).
Dengan terbentuknya Negara Indonesia Timur itu susunan pemerintahan di Bali dihidupkan kembali seperti pada zaman raja-raja dulu, yaitu pemerintahan dipegang oleh raja yang dibantu oleh patih, punggawa, perbekel, dan pemerintahan yang paling bawah adalah kelian. Di samping itu, masih ada lagi suatu dewan yang berkedudukan di atas raja, yaitu dewan raja-raja.
▲'''
'''8. PENYERAHAN KEDAULATAN'''
Agresi militer yang pertama terhadap pasukan pemeritahan Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta dilancarakan oleh Belanda 21 Juli 1947. Belanda melancarkan lagi agresinya yang kedua 18 Desember 1948. Pada masa agresi yang kedua itu di Bali terus-menerus diusahakan berdirinya badan-badan perjuangan bersifat gerilya yang lebih efektif. Sehubungan dengan hal itu, pada Juli 1948 dapat dibentuk organisasi perjuangan dengan nama Gerakan Rakyat Indonesia Merdeka (GRIM). Selanjutnya, 27 November 1949 GRIM menggabungkan diri dengan organisasi perjuangan lainnya dengan nama Lanjutan Perjuangan. Nama itu kemudian diubah lagi menjadi Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) Sunda Kecil.
Agresi militer yang pertama terhadap pasukan pemeritahan Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta dilancarakan oleh Belanda 21 Juli 1947. Belanda melancarkan lagi agresinya yang kedua 18 Desember 1948. Pada masa agresi yang kedua itu di Bali terus-menerus diusahakan berdirinya badan-badan perjuangan bersifat gerilya yang lebih efektif. Sehubungan dengan hal itu, pada Juli 1948 dapat dibentuk organisasi perjuangan dengan nama Gerakan Rakyat Indonesia Merdeka (GRIM). Selanjutnya, 27 November 1949 GRIM menggabungkan diri dengan organisasi perjuangan lainnya dengan nama Lanjutan Perjuangan. Nama itu kemudian diubah lagi menjadi Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) Sunda Kecil.
|