Sufisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Luckas-bot (bicara | kontrib)
k r2.7.1) (bot Menambah: bat-smg:Sofėzmos
Baris 50:
Sebuah tingkatan menjadi fondasi bagi tingkatan selanjutnya, maka mustahil mencapai tingkatan berikutnya dengan meninggalkan tingkatan sebelumnya. Sebagai contoh, jika seseorang telah mulai masuk ke tingkatan (kedalaman beragama) [[tarekat]], hal ini tidak berarti bahwa ia bisa meninggalkan syari'at. Yang mulai memahami [[hakikat]], maka ia tetap melaksanakan hukum-hukum maupun ketentuan [[syariat]] dan [[tarekat]].
 
*** '''[[Sahadat Cerbon]][http://sahadatcerbon.blogspot.com] Dalam Pandangan Tasawuf'''
 
Kita semua tahu bahwa [[ihsan]] merupakan salah satu [[komponen agama]]. [[Ihsan]] dalam implementasi kehidupan, merupakan pekerjaan para ulama [[Ahli Tasawwuf]] untuk menjelaskan dan mengekspresikannya. [[Amal]] dalam konteks mereka menjadi ‘percuma’ tanpa [[ihasan]]. Sementara [[ihsan]] dalam “batasan” hadis yang langsung diajarkan oleh [[Jibril]] kepada [[Rosulullah SAW]]] di hadapan para [[sahabat]] adalah menjalankan [[ibadah]] yang selalu berfokus kepada [[Allah]] SWT, ''"anta’budallaha ka annaka tarohu"'' .
Dalam [[al Qur’an]], ada satu ayat yang menerangkan tentang tujuan penciptaan jin dan manusia. Secara jelas [[Allah]] SWT menuturkan bahwa mereka (jin dan manusia) tidak diciptakan kecuali untuk ber[[ibadah]] kepadaNya, ''"wamaa kholaqtul insa wal jinna illa liya’budun"'' . Bagi orang-orang [[sufi]], tak ada satu kegiatan pun di dunia yang tak bernilai [[ibadah]]. Dalam kaitan dengan ini, maka muncul istilah [[ibadah mahdloh]] dan [[ghoiru mahdloh]]. Jika kita sepakat, bahwa seluruh kegiatan yang kita jalani ini adalah [[ibadah]], maka [[ihsan]] dalam setiap gerakan kita harus selalu kita tampilkan dan suasanakan. Kemudian, [[ihsan]] yang model mana yang hendak kita pahami dan lakukan.
Bila [[ihsan]] merupakan renungan yang selalu kepada [[Allah]] SWT dalam setiap ibadah yang dilakukan, maka ada istilah dalam [[ilmu sufi]] yang muncul untuk memahami kondisi tersebut. Dalam hal ini, Para [[Ulama Sufi]] telah berusaha memberi pelajaran, penjabaran, batasan, dan pendidikan kepada umat tentang kondisi ber[[ihsan]] dengan [[kaidah]] [[musyahadah]] yang mashur. [[Musyahadah]], secara bahasa, bermakna hal menyaksiakan [[Allah]] SWT. Dan secara [[kaidah sufi]] berarti; 1. [[Musyahadah]] bil [[Haq]]. Tingkatan Pertama ini kondisi dan batasannya adalah “melihat sesuatu dengan petunjuk tauhid”, 2. [[Musyahadah]] lil [[Haq]]. Tingkatan Kedua ini kondisi dan batasannya adalah “melihat al Haq ([[Allah]] SWT) dalam sesuatu”, dan 3. [[Musyahadah]] al Haq. Tingkatan Terakhir ini adalah ''“[[hakikat]] yakin yang tak ada keraguan didalamnya”'' .
Kami menduga, bahwa [[Sahadat Cerbon]][http://sahadatcerbon.blogspot.com] berangkat dari pemahaman semacam ini, kemudian mereka, para pendahulu [[Cirebon]], berfikir dan membuat suatu “bacaan” yang menggiring kita kepada kondisi [[musyahadah]] yang dikehendaki. Banyak [[cara]] dan [[tekhnik]] dilakukan oleh para [[Sufi]] terdahulu untuk menerjunkan pemikiran dan perasaan dalam kondisi [[ihsan]], [[musyahadah]] yang bernilai [[makrifat]].[http://sahadatcerbon.blogspot.com]
 
=== Paham kesatuan wujud ===