Sulalatus Salatin: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
VoteITP (bicara | kontrib)
VoteITP (bicara | kontrib)
Baris 26:
Dari mukadimah naskah pada beberapa versi Sulalatu'l-Salatin terdapat perbedaan penafsiran untuk nama pengarang atau penyunting naskah ini, di mana nama ''Tun Mambang'' dianggap sama dengan [[Tun Sri Lanang]].<ref name="Samad">Samad, A. A., (1979), ''Sulalatus Salatin'', Dewan Bahasa dan Pustaka.</ref> Belakangan muncul versi yang dianggap mendekati versi aslinya namun tidak menyebutkan siapa pengarang atau pun penyuntingnya. Versi ini berisikan beberapa potongan cerita sebagaimana yang secara garis besar terdapat pada semua naskah Sulalatu'l-Salatin, perbedaan versi ini terdapat pada bab tertentu yang telah memberikan penanggalan dalam [[Hijriah]] pada alur ceritanya,<ref name="Roolvink"/> walau jika dikonfrontasi dengan sumber lainnya masih menimbulkan keraguan akan ketepatan penanggalan tersebut. Namun dari semua versi yang ada, perintah penyusunan naskah sama, menyebutkan atas titah ''Yang Dipertuan di Hilir''. Dari uraian mukadimah naskah diketahui bahwa selepas penaklukan [[Kesultanan Aceh|Aceh]] atas Johor tahun 1613, Sultan Johor kemudian ditawan dan dibawa ke [[Aceh]].
 
Penyampaian alur cerita pada Sulalatu'l-Salatin tidak lepas dari pengaruh [[politik]] yang berkuasa pada setiap masa penulisannya, karena ada alur cerita yang tidak semua versi menyebutnya. Sisipan cerita tambahan tersebut mungkin sebagai legitimasi bagi penguasa-penguasa berikutnya di kawasan Melayu. Hal ini terlihat mulai dari bab [[Bustanus Salatin]], pada salah satu pasalnya terdapat silsilah keturunan [[Sultan Aceh]] yang nasabnya dirujuk sampai kepada raja Melayu di [[Bukit Siguntang]]. Sulalatu'l Salatin menguraikan silsilah dari para raja di kawasan Melayu, bermula dari [[Sang Sapurba]] keturunan [[Iskandar Zulkarnain]], kemudian Sang Sapurba menjadi ''Maharajadiraja'' di [[Minangkabau]], dan dari tokoh ini raja-raja di kawasan Melayu diturunkan. SecaraKemudian rinciterdapat Sulalatu'lkisah Salatinsalah memberikanseorang urutanputra nama-namaSang rajaSapurba diyang [[Kesultanan Malaka|Malaka]], kemudian terdapat berita kedatanganbernama [[AfonsoSang deNila AlbuquerqueUtama]] daribergelar ''GoaSri Tri Buana'' atas perintahmendirikan [[Raja Portugal]] untuk menaklukan Malaka tahun 1511 pada masa [[Mahmud Syah dari Malaka|Sultan Mahmud SyahSingapura]]. PerangGelar melawantersebut penaklukanmirip [[Portugal]] ini membuat Sultan Malaka terpaksa berpindah pindah, mulaidengan darigelar [[Bintan]]Srimat terusTribhuwanaraja keMauli [[KamparWarmadewa]], kemudian ke [[Johor]].
dalam [[Prasasti Padang Roco]] yang bertarikh 1286, merupakan ''Maharaja'' di ''Bumi Melayu'' yang mendapat kiriman hadiah [[Arca Amoghapasa]] dari [[Kertanagara]] ''Maharajadiraja'' [[Kerajaan Singhasari|Singhasari]].
 
Sulalatu'l Salatin juga menceritakan tentang ekspansi [[Jawa]] di kawasan Melayu serta juga menyebutkan tentang sepeninggal Raja [[Majapahit]], kemudian kedudukannya digantikan oleh anak perempuannya atas sokongan patihnya. Ratu Majapahit ini disebutkan menikah dengan putra Raja [[Kerajaan Tanjungpura|Tanjungpura]]. Hal ini jika dibandingkan dengan naskah Jawa [[Desawarnana]] dan [[Pararaton]], yang menceritakan tentang pergantian Raja Majapahit [[Jayanagara]] kepada saudara perempuannya [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]] yang disokong oleh [[Gajah Mada]]. Ratu Majapahit ini kemudian menikah dengan ''Cakradhara'' bergelar ''Kertawardhana Bhre Tumapel'', dan nantinya melahirkan [[Hayam Wuruk]]. Berdasarkan [[Prasasti Wingun Pitu]] terdapat ''Bhre Tangjungpura'' sebagai salah satu ''batara'' yang memerintah di salah satu daerah bawahan pemerintahan Majapahit. Prasasti ini bertarikh 1447, kemungkinan pada masa pemerintahan [[Suhita|Ratu Suhita]], dalam [[Pararaton]] disebutkan menikah dengan ''Bhra Hyang Parameswara''.
 
Secara rinci Sulalatu'l Salatin memberikan urutan nama-nama raja di [[Kesultanan Malaka|Malaka]], kemudian terdapat berita kedatangan [[Afonso de Albuquerque]] dari ''Goa'' atas perintah [[Raja Portugal]] untuk menaklukan Malaka tahun 1511 pada masa [[Mahmud Syah dari Malaka|Sultan Mahmud Syah]]. Perang melawan penaklukan [[Portugal]] ini membuat Sultan Malaka terpaksa berpindah pindah, mulai dari [[Bintan]] terus ke [[Kampar]], kemudian ke [[Johor]]. Berdasarkan kronik Cina masa [[Dinasti Ming]] disebutkan pendiri Malaka adalah ''Bai-li-mi-su-la'' ([[Parameswara]]), namun nama tersebut tidak dijumpai pada semua versi Sulalatu'l-Salatin, tetapi nama ini kemudian dirujuk kepada ''Raja Iskandar Syah''.
 
Kemudian ada pula sisipan cerita pengiriman utusan ke [[Makassar]], yang kemudian pulang bersama seorang bangsawan [[Bugis]] yang hebat dan kemudian dikenal dengan nama [[Hang Tuah]]. Sementara dari versi lain Hang Tuah disebutkan hanyalah seorang [[nelayan]] dari [[Bintan]] namun memiliki kemahiran dalam [[silat]], kemudian diangkat menjadi ''laksamana'' dan berperan dalam menjaga [[Malaka]] dari ancaman luar. Sementara kisah kunjungan utusan Raja Malaka kepada Raja Goa di [[Sulawesi]] tidak dijumpai pada versi Raffles, Abdullah, Dulaurier, Shellabear, Winstedt, Madjoindo dan lainnya. Kisah tersebut hanya terdapat pada naskah yang disebut ada di Dewan Bahasa dan Pustaka [[Malaysia]] saja.<ref name="Samad"/> Kemungkinan munculnya kisah ini sangat berkaitan dengan cerita sebagaimana yang terdapat pada [[Tuhfat al-Nafis]].
 
Penulisan pada semua versi naskah Sulalatu'l Salatin menggunakan [[Abjad Jawi]] menunjukan adanya pengaruh [[Islam]], walau pada beberapa alur ceritanya masih dijumpai adanya pengaruh [[Hindu]] dan [[Buddha]] pada naskah tersebut. Kisah kedatangan Islam di [[Kesultanan Pasai|Pasai]] memberikan gambaran tentang awal dakwah Islam di kawasan Melayu. Kemudian dilanjutkan dengan cerita hubungan perkawinan antara putri Raja Pasai dengan Raja Malaka, yang menandakan Islam juga telah tersebar ke Malaka. Hubungan Pasai dan Malaka ini terus berlanjut dimana pada masa berikutnya Sultan Malaka disebutkan turut membantu memadamkan pemberontakan yang terjadi di Pasai. Laporan [[Ma Huan]] pembantu [[Cheng Ho]] menyebutkan bahwa adat istiadat seperti [[bahasa]], maupun tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian yang digunakan masyarakat Pasai dan Malaka adalah sama. Berdasarkan kronik Cina masa [[Dinasti Ming]] disebutkan pendiri Malaka adalah ''Bai-li-mi-su-la'' ([[Parameswara]]), namun nama tersebut tidak dijumpai pada semua versi Sulalatu'l-Salatin, tetapi nama ini kemudian dirujuk kepada ''Raja Iskandar Syah''.
 
=== Bab penutup ===