Abdurrahman Wahid: Perbedaan antara revisi

[revisi terperiksa][revisi tidak terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Wirdja (bicara | kontrib)
Baris 63:
|accessyear = 2008
|quote =
}}</ref> Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari [[Putri Campa]], puteri [[Tiongkok]] yang merupakan selir Raden [[Brawijaya V]].<ref name="qurtuby"/> Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, [[Louis-Charles Damais]] diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di [[Trowulan]].<ref name="qurtuby"/> <ref name="Budaya Tionghoa">[http://web.budaya-tionghoa.net/tokoh-a-diaspora/tokoh-tionghoa/950-gus-dur-dan-silsilah-tionghoa Budaya Tionghoa], Gus Dur Dan Silsilah Tionghoa, 2011 </ref>
 
Pada tahun 1944, Wahid pindah dari Jombang ke [[Jakarta]], tempat ayahnya terpilih menjadi Ketua pertama [[Masyumi|Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia]] (Masyumi), sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara [[Jepang]] yang saat itu menduduki Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan [[Belanda]]. Pada akhir perang tahun 1949, Wahid pindah ke Jakarta dan ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Abdurrahman Wahid belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Wahid juga diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya<ref>Barton (2002), halaman 49</ref>. Gus Dur terus tinggal di Jakarta dengan keluarganya meskipun ayahnya sudah tidak menjadi menteri agama pada tahun 1952. Pada April 1953, ayah Wahid meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.