Shorinji Kempo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Seltines (bicara | kontrib)
Seltines (bicara | kontrib)
Baris 32:
== Perkembangan Kempo Selepas Perang Dunia II ==
 
Shorinji Kempo baru bangkit kembali di [[Jepang]] setelah usainya Perang Dunia II. Dalam waktu yang relatif singkat seni bela diri ini menyebar luas, bukan saja di Jepang tetapi diseluruh dunia.
Seorang pemuda Jepang yang bernama SO[[So DOSHINDoshin]] dikirim ke Cina dalam pasukan ekspedisi tentara Jepang ke [[Manchuria]] pada tahun [[1928]]. Tetapi ia tidak sepaham dengan cara-cara penjajahan Jepang, kemudian melarikan diri dari induk pasukannya dan mengembara di daratan [[Tiongkok]].
Dalam pengembaraannya ia bertemu dengan pendeta Budha dan akhirnya ia dibawa ke kuil Siaw Liem Sie, yang sudah diperbaiki oleh penerus-penerus [[Dharma Taishi]].
Di kuil ini Sho Dosin mempelajari ilmu Shorinji Kempo langsung dibawah asuhan Mahaguru (sihang) ke-20 yaitu WEN[[Wen TAYTay SUNSun]]. Karena kesetiaannya dan penguasaannya yang sempurna terhadap Shorinji Kempo, maka So DosHin diberi penghargaan tertinggi menjadi Maha Guru ke - 21 dan ia memperoleh ijin untuk meninggalkan kuil Shorinji untuk meneruskan ajarannya di daratan JepunJepang.
Tahun [[1945]], Sho Dosin kembali ke JepunJepang dan membuka DOJODojo (tempat latihan) tersendiri. Ia memilih kota TODATSU[[Todatsu]], yang terletak di propinsi Kagawa di pulau Shikoku, yang kemudian terkenal sebagai pusat Shorinji Kempo.
Banyak sekali yang datang ke DOJOnyaDojonya untuk menjadi murid di sana, bukan saja dari daerah sekitarnya tetapi juga dari daerah-daerah lainnya, bahkan dari luar Jepang (terutama mahasiswa asing yang belajar di Jepang ). So Doshin menggembleng murid-muridnya dengan disiplin yang keras seperti yang dialaminya sendiri. Namun di balik penggemlengan fisik dan mental itu, Guru Besar Shorinji Kempo ini tetap menempatkan seni beladiri ini sebagai pengayom hati dan jiwa dengan penuh rasa damai dan welas asih bagi para pengikutnya.
Sebab itulah lambang organisasi Shorinji Kempo menggunakan lambang agama Budha, yaitu "[[Manji]]" , semacam tanda [[swastika]] yang berputar ke kiri, yang berarti "kasih sayang dan kekuatan" yang sesuai dengan doktrin Shorinji.
 
Dalam tindakan sehari-hari sering diartikan sebagai berikut :