Hadi Sukatno: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 16:
== Biografi ==
Seni permainan anak-anak, nasibnya tidak semanis dulu. Kini sulit menjumpai kegembiraan anak yang berdendang jamuran, soyang, cublak-cublak suweng, dan sebangsanya,
Ki Hadi Sukatno yang kita kenal dengan panggilan akrabnya Pak Katno, adalah salah seorang yang mendapat penghargaan seni dari Pemerintah pada tanggal 6 April 1981.
Kiranya sudah wajar, dan tepat demikian seharusnya, Pak Katno yang ditempa
Ki Hadi Sukatno memang orang perguruan Taman Siswa atas jasa-jasanya selama 40 tahun mengabdi tanpa pamrih.
Baris 125:
Ayahandanya Ki Hadi Sukatno ini banyak meninggalkan koleksi buku-buku, beliau juga menuliskan konsep surat dan silsilah Paku Buwono yang menurunkan dirinya. Bukti tulisan ayahanda yang indah itu tersimpan dengan baik.
Ki Hadi Sukatno yang kita kenal ini memberikan penjelasan, bahwa pada zaman dahulu untuk sekolah bagi pribumi sangat dipersulit oleh kolonial, untuk melek (melihat) pengetahuan dipersukar. Setelah lulus Ongko Loro (SD 5 tahun), ia ingin melanjutkan ke Schakel School, tetapi usianya sudah melampui batas, maka ia lalu kursus Bahasa Belanda dan diajar oleh kakaknya sendiri
Setahun Hadi Sukatno kursus bahasa Belanda, kemudian waktu Taman Siswa membuka Schakel School Taman Siswa, ia segera memasukinya. Jarak Delanggu-Yogyakarta ditempuhnya dengan kereta api yang biayanya waktu itu 6 sen.
Baris 134:
== Aktivitas pergerakan ==
Hadi Sukatno muda ini selalu digelitik untuk berkreasi, ketika [[Pendapa Agung Taman Siswa]] diresmikan pada tahun 1938, ia mementaskan Seni permainan anak-anak
Pengalaman yang mengesankan waktu muda, yaitu waktu pertama kalinya diperkenalkan memukul gamelan, saat ia menjadi siswa Taman Guru, memukul gamelan dengan tidak boleh melihat penarinya, sebab penarinya putri. Ia memukul gamelan dengan membungkuk dan terhalang papan kayu. Menurutnya mungkin inilah yang mejadi toggak sejarah pendidikan tari untuk putri, Taman siswa yang mengawalinya. Guru-gurunya di datangkan dari [[Krido Bekso Wiromo]], antara lain [[GPH. Tedjokusumo]], [[BPH. Suryodiningrat]] dan [[RW.
Ki Hadi Sukatno yang Pembina seni permainan anak-anak ini, juga seorang pembaca ceritera berbahasa Jawa yang baik. Sejak tahun 1953 setiap dua minggu sekali membaca di RRI Nusantara II Yogyakarta program "Bacaan Buku", penggemarnya banyak. Tetapi tahun 1981, acara ini tiba-tiba di hentikan. Apa sebabnya iapun tidak mengetahui dengan pasti. Cukup dengan ucap "Terima kasih" katanya. Ia terkejut dengan penghentian ini, padahal sekarang Bahasa dan Sastra Jawa digalakkan, buktinya adanya proyek Javanologi, yang ia pernah juga diundang untuk memberikan ceramah tentang Seni permainan anak-anak. "Sekarang ini hanya Taman Siswa saja yang menalurikan kebudayaan itu kepada anak didik. Sebenarnya demi melestarikan dan dan mendasari rasa budaya kebangsaannya, seni permainan anak-anak yang mencakup kesenian daerah itu harus tetap hidup. Hanya saja bentuk, isi dan iramanya yang mesti menyesuiakan gerak jaman. Sifat permainannya tetap. Sebab sebagaimana wejangan [[Ki Hajar Dewantara]], sifat kebudayaan tidak akan pernah berubah, sekalipun bentuk isi dan iramanya berlainan. Kita bisa mencari jalan pembaharuan supaya Seni permainan anak-anak bisa memenuhi selera jaman. Jika bentuknya berkisar ke itu-itu saja, nanti sulit melawan arus. Tidak akan ada yang nonton. Untuk mewujudkan seni permainan anak-anak seperti jamuran, soyang dan cublak- cublak suweng adalah pekerjaan yang sulit. Sebab lingkungan suasananya tidak mendukung. Yang utama mengkreasikan inti pendidikan dalam permainan (dolanan) itu.
|