Hadi Sukatno: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 13:
|religion = [[Islam]]
}}
'''Ki Hadi Sukatno''' {{lahirmati|[[Kota Delanggu|Delanggu]]|26|5|1915|[[Yogyakarta]]|10|11|1983}} adalah [[Seniman]] [[Indonesia]] yang juga merupakan Pencipta [[Lagu Daerah]] dan Pencipta [[Tembang Dolanan Anak]]. BeliauIa dimakamkan di Taman Wijaya Brata Taman Siswa bersama dengan [[Ki Hajar Dewantara]].
 
== Biografi ==
Baris 118:
'Lirik Lagu Jaranan':<br>Jaranan, jaranan jarané jaran Tèji,Sing numpak Mas Ngabèhi, Sing ngiring para abdi,Jrèk jrèk nong, jrèk jrèk gung jrèk è jrèk turut lurung,Gedebuk krincing gedebuk krincing thok thok gedebuk jedhèr,Gedebuk krincing gedebuk krincing thok thok gedebuk jedhèr.
}}
Karya-karyanya pada umumnya bersumber pada dongeng Rakyat tradisional yang diangkat menjadi permainan anak-anak. Sesekali juga di buatnya karya modern seperti untuk peringatan Hari Kartini, Serangan Umum 1 Maret, Hari ABRI, atau yang berlatar belakang perjuangan. Bahkan yang berdialogpun digarapnya, umpamanya untuk penyuguhan di TV, agar dapat berkomunikasi dengan baik, dialognya dengan bahasa Indonesia tetapi iringannya tetap menggunakan gamelan. "Mengapa tidak memakai piano?. Dengan rendah beliaudia menegaskan; tidak menguasai". Di kelak kemudian hari pada tahun 1991 ide gagasandan beliaugagasannya dilanjutkan oleh putra keduanya [[Ki Priyo Dwiarso]] dibawah pembinaan [[Sri Sultan Hamengkubuwono X]] berupa [[Festival Operet Anak]] untuk memperingati Jumenengan Dalem (Hari Penobatan Raja Yogyakarta).
 
Tema-tema karyanya senantiasa sama, bahwa kelaliman pasti terkalahkan, dan kebaikan pasti menang. Jangan lupa "Keriangan" yang menjadi ciri utama gairah anak harus diikut sertakan<ref>{{cite book | first=Ki | last=Hadisukatno| title=Permainan Kanak-Kanak Sebagai Alat Pendidikan | publisher=Madjelis-Luhur Taman-Siswa | location=Yogyakarta | year=1952}}</ref>.
Baris 139:
Ia dilahirkan di Delanggu 26 Mei 1915, sejak kanak-kanak sudah hafal isi kitab Wedhatama dan Wulangreh. Kitab sastra Jawa yang mengajarkan tentang kebijakan hidup manusia. Hal ini adalah berkat bimbingan ayahandanya R. Djojomartono yang selalu mengajarnya nembang dan membaca kitab-kitab itu. Memang ayahandanya R. Djojomartono seorang penggemar satra Jawa nomor wahid yang bekerja sebagai wiraswasta.
 
Ayahandanya Ki Hadi Sukatno ini banyak meninggalkan koleksi buku-buku, beliauia juga menuliskan konsep surat dan silsilah Paku Buwono yang menurunkan dirinya. Bukti tulisan ayahanda yang indah itu tersimpan dengan baik.
 
Ki Hadi Sukatno yang kita kenal ini memberikan penjelasan, bahwa pada zaman dahulu untuk sekolah bagi pribumi sangat dipersulit oleh kolonial, untuk melek (melihat) pengetahuan dipersukar. Setelah lulus Ongko Loro (SD 5 tahun), ia ingin melanjutkan ke Schakel School, tetapi usianya sudah melampui batas, maka ia lalu kursus Bahasa Belanda dan diajar oleh kakaknya sendiri Djalal.
Baris 154:
Pengalaman yang mengesankan waktu muda, yaitu waktu pertama kalinya diperkenalkan memukul gamelan, saat ia menjadi siswa Taman Guru, memukul gamelan dengan tidak boleh melihat penarinya, sebab penarinya putri. Ia memukul gamelan dengan membungkuk dan terhalang papan kayu. Menurutnya mungkin inilah yang mejadi toggak sejarah pendidikan tari untuk putri, Taman siswa yang mengawalinya. Guru-gurunya di datangkan dari [[Krido Bekso Wiromo]], antara lain [[GPH. Tedjokusumo]], [[BPH. Suryodiningrat]] dan [[RW. Hatmodidjojo]].
 
Di sini Hadi Sukatno muda jatuh hati kepada salah seorang putri gurunya, [[RAj Kustihadi]] putri [[RW. Hatmodidjojo]] yang kemudian dipersuntingnya sebagi istri. Semula Raden Ajeng Kustihadi digigit Tokek dibalut dengan saputangan Hadi Sukatno, sesuai cerita lisan [[Ki Hajar Dewantara]] kepada putra kedua beliaukeduanya [[Raden Mas Priyo Dwiarso]]. Ketika tiba waktunya melamar Hadi Sukatno mohon pertolongan Ki Hajar Dewantara untuk melamar di Keraton Yogyakarta kepada RW Hatmodijoyo sekaligus sebagai saksi pernikahan beliaupernikahannya. BeliauIa menikah pada tahun 1940 dan meninggal dunia tahun 1983.
 
Ki Hadi Sukatno yang Pembina seni permainan anak-anak ini, juga seorang pembaca ceritera berbahasa Jawa yang baik. Sejak tahun 1953 setiap dua minggu sekali membaca di RRI Nusantara II Yogyakarta program "Bacaan Buku", penggemarnya banyak. Tetapi tahun 1981, acara ini tiba-tiba di hentikan. Apa sebabnya iapun tidak mengetahui dengan pasti. Cukup dengan ucap "Terima kasih" katanya. Ia terkejut dengan penghentian ini, padahal sekarang Bahasa dan Sastra Jawa digalakkan, buktinya adanya proyek Javanologi, yang ia pernah juga diundang untuk memberikan ceramah tentang Seni permainan anak-anak. "Sekarang ini hanya Taman Siswa saja yang menalurikan kebudayaan itu kepada anak didik. Sebenarnya demi melestarikan dan dan mendasari rasa budaya kebangsaannya, seni permainan anak-anak yang mencakup kesenian daerah itu harus tetap hidup. Hanya saja bentuk, isi dan iramanya yang mesti menyesuiakan gerak jaman. Sifat permainannya tetap. Sebab sebagaimana wejangan [[Ki Hajar Dewantara]], sifat kebudayaan tidak akan pernah berubah, sekalipun bentuk isi dan iramanya berlainan. Kita bisa mencari jalan pembaharuan supaya Seni permainan anak-anak bisa memenuhi selera jaman. Jika bentuknya berkisar ke itu-itu saja, nanti sulit melawan arus. Tidak akan ada yang nonton. Untuk mewujudkan seni permainan anak-anak seperti jamuran, soyang dan cublak- cublak suweng adalah pekerjaan yang sulit. Sebab lingkungan suasananya tidak mendukung. Yang utama mengkreasikan inti pendidikan dalam permainan (dolanan) itu.