Helvy Tiana Rosa: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 31:
Helvy memilih Fakultas Sastra UI Jurusan Sastra Asia Barat, Program Studi Sastra Arab sebagai pilihan pertamanya. Di FSUI Helvy aktif berorganisasi. Selain mendirikan dan menjadi Ketua Teater Bening (1990-1993), ia dipilih sebagai staff Pengabdian Masyarakat Senat Mahasiswa FSUI (1991-1992), (1992-1993) bersama [[Indra J Piliang]] dan Litbang Senat Mahasiswa FSUI (1993-1994) pada masa Mustafa Kamal yang kini menjadi Ketua Fraksi [[Partai Keadilan Sejahtera]] di DPR. Helvy juga pernah duduk di Litbang Senat Mahasiswa UI (1994-1995). Selama di UI Helvy memenangkan berbagai perlombaan menulis yang diadakan FSUI maupun di UI, seperti Lomba Resensi Buku sastra dengan Ketua Dewan Juri [[Sapardi Djoko Damono]], Lomba Resensi Buku yang diadakan Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia. ‘Fisabilillah” menjadi Juara Lomba Cipta Puisi Yayasan Iqra, tingkat nasional (1992), dengan Dewan Juri [[HB Jassin]], [[Sutardji Calzoum Bachri]] dan Hamid Jabbar. Di FSUI kemampuan menulis Helvy kian terasah saat ia mendapat nilai tertinggi pada mata kuliah Penulisan Cerpen (Penulisan Populer I) dan Penulisan Artikel (Penulisan Populer II) yang diampu oleh peraih hadiah sastra Peagasus Prize dari [[Amerika Serikat]], Ismail Marahimin. Tulisan-tulisan Helvy semakin sering dimuat di majalah remaja dan koran.
===Teater Bening===
Tahun 1990 saat duduk di tingkat II FSUI, Helvy mendirikan Teater Bening—sebuah teater kampus yang seluruh anggotanya adalah perempuan. Ia menulis naskah dan menyutradarai berbagai pementasan teater tersebut. Meski awalnya dibentuk sebagai teater kampus, para anggotanya yang telah lulus kuliah, tetap latihan seperti biasa. Mereka mementaskan "Aminah dan Palestina" (1991), "Negeri para Pesulap" (1993), "Maut di Kamp Loka" (1994) dan "Fathiya dari Srebrenica" (1994) di Auditorium FSUI. Mereka juga mementaskan drama-drama satu babak yang diambil dari cerpen-cerpen karya Helvy Tiana Rosa: untuk dibawa pentas keliling kampus di Jabodetabek, Jawa dan Sumatera. Tahun 1997 mereka membawakan "Pertemuan Perempuan" yang Helvy tulis bersama Muthia Syahidah di Graha Bhakti Budaya, [[Taman Ismail Marzuki]], "Mencari Senyuman" (1998), dan "Mata Airmata Merdeka", naskah yang ditulisnya bersama Rahmadiyanti di [[Gedung Kesenian Jakarta]] (2000). Tahun 2005, naskah Helvy, "Tanah Perempuan" masuk tiga besar dalam Workshop Penulisan Naskah Drama Perempuan Indonesia yang diadakan Women Playwrights Indonesia, bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Budaya UI dan DKJ, 2005, diikuti sekitar 300 peserta. Namun kendala yang dialami para anggota Teater Bening yang kebanyakan telah menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anak, membuat Teater Bening tak sanggup untuk mementaskannya. Tahun 2009 Helvy mementaskan naskahnya: Tanah Perempuan, kali ini bersama para mahasiswanya di Bengkel Sastra UNJ. Pementasan keliling dilakukan di Universitas Negeri Jakarta, [[Gedung Kesenian Jakarta]], CCL Bandung dan Auditorium RRI, [[Banda Aceh]]. Helvy tidak menyutradarai dan mempercayakan penyutradaraannya pada Ferdi Firdaus.▼
===Majalah Annida===
Baris 36 ⟶ 40:
Sejak berjilbab tahun 1988, Helvy semakin giat menulis dan mulai mengubah fokus dan gaya penulisannya lebih Islami. Namun ia merasa kesulitan menemukan media yang mau memuat karya-karyanya yang cenderung memiliki benang merah keislaman yang kental. Ia pun sadar bahwa kalau ia ingin membaca sebuah tulisan yang belum juga ia temukan untuk dibaca, maka itu berarti ia harus menuliskannya. Tahun 1990 Helvy bertemu Dwi Septiawati, pemimpin redaksi majalah remaja muslimah "Annida". Setahun kemudian, sambil kuliah Helvy bekerja sebagai Redaktur Majalah Annida. Tahun 1992 ia diangkat menjadi Redaktur Pelaksana dan bertanggungjawab terhadap rubrik fiksi. Tahun 1993 majalah ini memutuskan mengubah format menjadi Majalah Kisah-kisah Islami Annida, yang hampir keseluruhan isinya adalah cerpen dan ditujukan bagi remaja. Manajemen Annida kemudian bergabung dengan Majalah Ummi yang membuat distribusi Annida sampai ke seluruh Indonesia. Bahkan saat Helvy menjadi Pemimpin Redaksi (1997-2001) oplahnya mencapai 50 ribu/2 minggu atau 100 ribu eksemplar/bulan. Helvy kerap mendapat undangan ke berbagai daerah untuk mengisi berbagai acara keislaman, workshop penulisan atau sekadar temu pembaca. Oplah Annida pun terus meningkat, terutama di pesantren-pesantren.
===
Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP) adalah sebuah cerpen karya Helvy dimuat pertamakali dalam rubrik "Kisah Utama" di Majalah Annida tahun 1993. Sejak cerpen itu dimuat hingga sepuluh tahun kemudian, Helvy masih menerima puluhan pucuk surat dan surel setiap hari, yang menyatakan bahwa cerita itu sangat mengharukan, mengubah pribadi pembaca ke arah lebih baik dan membuat para remaja muslimah tergerak untuk memakai jilbab. Setelah sempat ditolak oleh empat penerbit karena dianggap tidak populer, melawan arus, dan terlalu kental mengangkat nilai Islam, akhirnya Pustaka Annida menerbitkan KMGP dan cerpen-cerpen Helvy lainnya, tahun 1997. Buku KMGP dikatapengantari oleh Ismail Marahimin, dosen menulis Helvy saat di [[Universitas Indonesia]] dan sastrawan Soekanto SA. Tak disangka, 10.000 eksemplar buku KMGP langsung habis terjual, sebelum dicetak dan diterbitkan sebagai buku. KMGP kemudian menjadi karya Helvy yang paling banyak dicetak ulang. Setelah Pustaka Annida, Penerbit Syaamil menerbitkannya dalam 20 kali cetak ulang (2000-2005). Menurut Dosen Sastra [[Universitas Padjajaran]] M. Irfan Hidayatullah, KMGP adalah karya garda depan (avantgarde) yang menjadi pintu pembuka bagi fenomena maraknya karya-karya fiksi Islami kemudian di Indonesia termasuk novel [[Ayat Ayat Cinta]] karya [[Habiburrahman El Shirazy]]. Menurut Yo Nonaka, sosiolog asal [[Jepang]] yang meneliti tentang gerakan Islam di Indonesia, KMGP bukan saja mempengaruhi maraknya remaja muslimah memakai jilbab, tapi juga mempengaruhi gerakan dakwah kampus di Indonesia. Fenomena KMGP membuat Harian [[Republika]] menyebut Helvy sebagai "Pelopor" bagi perkembangan sastra [[Islam]] kontemporer, sedang [[The Straits Times]] menyebutnya sebagai "Pionir" bagi perkembangan sastra Islam kontemporer di Indonesia (2002). Prof. Monika Arnez dari Universitas Passau, Jerman, menyatakan Helvy adalah salah satu figur paling penting dalam kebangkitan sastra Islam kontemporer di Indonesia dalam tiga dekade terakhir (2007). Tahun 2011, Penerbit ANPH menerbitkan kembali KMGP dalam format baru, dengan perpanjangan cerita (sekuel) di bawah judul: Ketika Mas Gagah Pergi...dan Kembali. Dalam tiga bulan penerbitan buku ini mengalami empat kali cetak ulang. Kini KMGP sedang dalam proses difilmkan oleh [[Sinemart]].▼
▲Tahun 1990 saat duduk di tingkat II FSUI, Helvy mendirikan Teater Bening—sebuah teater kampus yang seluruh anggotanya adalah perempuan. Ia menulis naskah dan menyutradarai berbagai pementasan teater tersebut. Meski awalnya dibentuk sebagai teater kampus, para anggotanya yang telah lulus kuliah, tetap latihan seperti biasa. Mereka mementaskan "Aminah dan Palestina" (1991), "Negeri para Pesulap" (1993), "Maut di Kamp Loka" (1994) dan "Fathiya dari Srebrenica" (1994) di Auditorium FSUI. Mereka juga mementaskan drama-drama satu babak yang diambil dari cerpen-cerpen karya Helvy Tiana Rosa: untuk dibawa pentas keliling kampus di Jabodetabek, Jawa dan Sumatera. Tahun 1997 mereka membawakan "Pertemuan Perempuan" yang Helvy tulis bersama Muthia Syahidah di Graha Bhakti Budaya, [[Taman Ismail Marzuki]], "Mencari Senyuman" (1998), dan "Mata Airmata Merdeka", naskah yang ditulisnya bersama Rahmadiyanti di [[Gedung Kesenian Jakarta]] (2000). Tahun 2005, naskah Helvy, "Tanah Perempuan" masuk tiga besar dalam Workshop Penulisan Naskah Drama Perempuan Indonesia yang diadakan Women Playwrights Indonesia, bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Budaya UI dan DKJ, 2005, diikuti sekitar 300 peserta. Namun kendala yang dialami para anggota Teater Bening yang kebanyakan telah menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anak, membuat Teater Bening tak sanggup untuk mementaskannya. Tahun 2009 Helvy mementaskan naskahnya: Tanah Perempuan, kali ini bersama para mahasiswanya di Bengkel Sastra UNJ. Pementasan keliling dilakukan di Universitas Negeri Jakarta, [[Gedung Kesenian Jakarta]], CCL Bandung dan Auditorium RRI, [[Banda Aceh]]. Helvy tidak menyutradarai dan mempercayakan penyutradaraannya pada Ferdi Firdaus.
===Forum Lingkar Pena===
Baris 45 ⟶ 49:
Kini FLP beranggotakan ratusan ribu orang yang tersebar di 150 kota di Indonesia dan mancanegara. Bersama teman-temannya di FLP, Helvy mendirikan dan mengelola “Rumah baCA dan HAsilkan karYA” (Rumah Cahaya) yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Selama 15 tahun keberadaannya, FLP di seluruh Indonesia telah mengadakan pelatihan menulis setiap minggu, dengan jutaan peserta. Bekerjasama dengan puluhan penerbit, FLP meluncurkan ribuan judul buku, termasuk diantaranya karya para pekerja rumah tangga di [[Hong Kong]] yang tergabung dalam FLP Hong Kong. Di samping secara kuantitas jumlah penulis Indonesia bertambah pesat dengan adanya forum ini, secara kualitas para anggota FLP mampu menjadi pemenang berbagai kompetisi penulisan bergengsi di tingkat nasional, dari mulai lomba menulis yang diadakan Badan Bahasa, Pusat Kurikulum dan Perbukuan Depdiknas/ Depdikbud, IKAPI, Jakarta International Literary Festival, Lomba Novel Republika, Lomba menulis naskah drama Federasi Teater Indonesia, Sayembara Novel DKJ, Khatulistiwa Literary Award sampai Mastera, dll. Keberadaan FLP menggugah para pengarang senior seperti Pipiet Senja, Gola Gong, Fahri Asiza dan Boim Lebon bergabung untuk turut menjadi relawan FLP. [[Taufiq Ismail]] bahkan mengatakan bahwa FLP adalah hadiah Tuhan bagi Indonesia, sedangkan kritikus [[Maman S. Mahayana]] berkata FLP telah menorehkan tinta emas dalam sejarah sastra Indonesia. Karena keberhasilan FLP dalam program 'Indonesia Menulis' tersebut, tahun 2008, FLP meraih Danamon Award--sebuah penghargaan tingkat nasional bagi mereka yang dianggap sebagai pejuang, dan secara signifikan dianggap berhasil melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar, terutama kalangan muda, perempuan dan dhuafa. [[Koran Tempo]] menyebut Helvy "Lokomotif Penulis Muda Indonesia" (2003).
▲Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP) adalah sebuah cerpen karya Helvy dimuat pertamakali dalam rubrik "Kisah Utama" di Majalah Annida tahun 1993. Sejak cerpen itu dimuat hingga sepuluh tahun kemudian, Helvy masih menerima puluhan pucuk surat dan surel setiap hari, yang menyatakan bahwa cerita itu sangat mengharukan, mengubah pribadi pembaca ke arah lebih baik dan membuat para remaja muslimah tergerak untuk memakai jilbab. Setelah sempat ditolak oleh empat penerbit karena dianggap tidak populer, melawan arus, dan terlalu kental mengangkat nilai Islam, akhirnya Pustaka Annida menerbitkan KMGP dan cerpen-cerpen Helvy lainnya, tahun 1997. Buku KMGP dikatapengantari oleh Ismail Marahimin, dosen menulis Helvy saat di [[Universitas Indonesia]] dan sastrawan Soekanto SA. Tak disangka, 10.000 eksemplar buku KMGP langsung habis terjual, sebelum dicetak dan diterbitkan sebagai buku. KMGP kemudian menjadi karya Helvy yang paling banyak dicetak ulang. Setelah Pustaka Annida, Penerbit Syaamil menerbitkannya dalam 20 kali cetak ulang (2000-2005). Menurut Dosen Sastra [[Universitas Padjajaran]] M. Irfan Hidayatullah, KMGP adalah karya garda depan (avantgarde) yang menjadi pintu pembuka bagi fenomena maraknya karya-karya fiksi Islami kemudian di Indonesia termasuk novel [[Ayat Ayat Cinta]] karya [[Habiburrahman El Shirazy]]. Menurut Yo Nonaka, sosiolog asal [[Jepang]] yang meneliti tentang gerakan Islam di Indonesia, KMGP bukan saja mempengaruhi maraknya remaja muslimah memakai jilbab, tapi juga mempengaruhi gerakan dakwah kampus di Indonesia. Fenomena KMGP membuat Harian [[Republika]] menyebut Helvy sebagai "Pelopor" bagi perkembangan sastra [[Islam]] kontemporer, sedang [[The Straits Times]] menyebutnya sebagai "Pionir" bagi perkembangan sastra Islam kontemporer di Indonesia (2002). Prof. Monika Arnez dari Universitas Passau, Jerman, menyatakan Helvy adalah salah satu figur paling penting dalam kebangkitan sastra Islam kontemporer di Indonesia dalam tiga dekade terakhir (2007). Tahun 2011, Penerbit ANPH menerbitkan kembali KMGP dalam format baru, dengan perpanjangan cerita (sekuel) di bawah judul: Ketika Mas Gagah Pergi...dan Kembali. Dalam tiga bulan penerbitan buku ini mengalami empat kali cetak ulang. Kini KMGP sedang dalam proses difilmkan oleh [[Sinemart]].
===Karir Menulis===
|