Boedi Oetomo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 24:
== Perkembangan ==
Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan
Pangeran [[Noto Dirodjo]]. Saat itu, [[Ernest Douwes Dekker|Douwes
Dekker]], seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa
Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata "politik" ke dalam
tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnyalah pengertian mengenai "tanah
air Indonesia" makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam
pemahaman orang Jawa. Maka muncullah [[Indische Partij]] yang sudah lama
dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya. Perkumpulan ini
bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa
terkecuali. Baginya "tanah air" (Indonesia) adalah di atas
segala-galanya.
Pada masa itu pula muncul [[Sarekat Islam]], yang pada awalnya
dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun
kecil di Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi
bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, antara
lain, [[Tjokroaminoto]], menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk
mempersatukan semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas oleh
penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang
Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu rupanya
yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan
perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische
Partij karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman.
Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna
[[nasionalisme]] makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa kasus yang memperkuat makna tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat marah. Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama
[[Ki Hadjar Dewantara]]) untuk menulis sebuah artikel "''Als ik Nederlander was''" (''Seandainya Saya Seorang Belanda''), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda. Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu Douwes Dekker dan [[Tjipto Mangoenkoesoemo]] ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda (lihat: [[Boemi Poetera]]). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam pergerakan orang-orang pribumi. Agak berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan
kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia" tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatera maupun Jawa, Sulawesi maupun Maluku. Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan
bahwa Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme, tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota. Namun, Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera
tampak bahwa dalam perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam, nasionalisme "Indonesia" ada dan merupakan unsur yang paling penting. == Pranala luar ==
|