Merantau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 11:
Banyak orang dari berbagai suku atau etnis yang merantau, di antaranya kaum pria [[Suku Minangkabau|Minangkabau]] saat menginjak kategori usia dewasa muda (20-30 tahun). Pergi merantau hampir merupakan suatu kewajiban, apalagi bila si pria masih belum mampu secara finansial untuk memenuhi tanggung jawab keluarga, sementara ia telah berada dalam rentang usia siap menikah. Jika kebiasaan ini tidak dijalankan, si pria bisa dijadikan bahan cemooh oleh masyarakat sekelilingnya.
 
Masyarakat Minangkabau dikenal punya tradisi merantau yang kuat. Mereka telah mengembara ke wilayah Asia Tenggara lainnya sejak berabad abad yang lalu. Keturunan mereka sampai saat ini masih ada bahkan berkembang di banyak tempat seperti Aceh, Riau, Sumatera Utara, Lampung dan wilayah Sumatera lainnya, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina Selatan, dan lain lain. Suku [[Aneuk Jamee]] di Aceh adalah masyarakat keturunan Minangkabau yang nenek moyang mereka telah merantau dari Ranah Minang sejak berabad yang lalu, begitu pula dengan masyarakat [[Negeri Sembilan]] di Malaysia, bahkan pendiri Kepaksian [[Sekala Brak]] Lampung juga berasal dari [[Pagaruyung]] Minangkabau. Di Mindanao Selatan (Filipina) keturunan Minangkabau dari ratusan tahun yang lalu masih ada sampai saat ini. Gelar bangsawan mereka "Ampatuan" yang berasal dari Pagaruyung / Minangkabau (Ampu Tuan) masih mereka pakai sampai sekarang. Di Sulawesi Selatan keturunan [[Datuk Makotta]] sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Bugis Makassar sejak ratusan tahun yang lalu. Di pesisir barat Sumatera Utara mulai dari Natal sampai Sibolga dan Sorkam keturunan Minangkabau telah beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan telah berubah nama menjadi "Orang Pesisir". Dahulunya nenek moyang mereka berasal dari wilayah Painan, Padang dan Pariaman.
 
Kebiasaan merantau juga berfungsi sebagai suatu perjalanan [[spiritual]] dan batu ujian bagi kaum lelaki Minangkabau dalam menjalani kehidupan. Kaum pria Minangkabau yang biasanya telah menguasai ilmu beladiri [[pencak silat]] untuk menjaga diri, berangkat pergi merantau dari kampung ketempat yang jauh hanya berbekal seadanya dan sedikit uang, bahkan tak jarang tanpa uang sama sekali. Kehidupan yang keras, jauh dari sanak saudara diharapkan menjadi cobaan untuk menempa jiwa, kegigihan, dan keuletan si pria Minang dalam meningkatkan derajat kehidupannya.