'''Soedjatmoko''' (lahir dengan nama '''Soedjatmoko Mangoendiningrat'''; {{lahirmati|[[Sawahlunto]], [[Sumatera Barat]], [[Hindia-Belanda]]|10|1|1922|[[Yogyakarta]], [[Indonesia]]|21|12|1989}}), juga dikenal dengan nama panggilan '''Bung Koko''',<ref name=ugm/> adalah seorang intelektual dan duta Indonesia.
Soedjatmoko dilahirkan dalam keluarga bangsawan di [[Sawahlunto]], [[Sumatera Barat]], [[Hindia Belanda]]. Setelah menjalani pendidikan dasarnya di [[Belanda]] dan [[Manado]], [[Sulawesi Utara]], diaia belajar ilmu kedokteran di Batavia (sekarang [[Jakarta]]). Di daerah kumuh, Soedjatmoko melihat bahwa ada banyak kemiskinan; topik tersebut menjadi bidang penelitiannya di kemudian hari. Setelah dikeluarkan dari sekolah kedoktoran oleh [[Sejarah Nusantara (1942-1945)|orang-orang Jepang]] pada tahun 1943 karena kegiatan politiknya, diaia berpindah ke [[Surakarta]] dan membuka praktik pengobatan bersama ayahnya. Pada tahun 1947, setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan Indonesia]], Soedjatmoko dan dua pemuda lain dikirimkan ke [[Lake Success, New York]], Amerika Serikat, untuk mewakili Indonesia di [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]] (PBB). Mereka berusaha agar kedaulatan Indonesia diakui secara internasional.
Setelah kerjanya di PBB, Soedjatmoko mendapatkan kesempatan belajar di Littauer Center, di [[Harvard]]; namun, diaia terpaksa mengundurkan diri karena kesibukannya dalam pekerjaan lain, yaitu menjadi ''chargé d'affaires'' Indonesia pertama di [[London]], [[Inggris]], selama tiga bulan dan mendirikan bagian politik di Kedutaan Besar Indonesia di [[Washington, D.C.]] Pada tahun 1952 diaia sudah kembali ke Indonesia. DiaIa bergabung dengan pers [[sosialis]] dan [[Partai Sosialis Indonesia]], lalu terpilih sebagai anggota [[Konstituante]] dan berdinas dari tahun 1955 hingga 1959. Pada tahun 1958 diaia menikah dengan Ratmini Gandasubrata. Namun, karena pemerintah Presiden [[Soekarno]] menjadi semakin otoriter, Soedjatmoko mulai mengkritik pemerintah. Untuk menghindari penyensoran, Soedjatmoko bekerja sebagai dosen tamu di [[Cornell University]] di [[Ithaca]], [[New York]], selama dua tahun; selama tiga tahun setelah itu diaia tidak bekerja, biarpun menetap di Indonesia.
Setelah gagalnya [[Gerakan 30 September]] dan Soekarno digantikan [[Soeharto]] sebagai presiden Indonesia, Soedjatmoko kembali bekerja untuk negara. Pada tahun 1966 diaia dikirim sebagai salah satu wakil Indonesia di PBB, dan pada tahun 1968 diaia menjadi [[Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat]]; pada waktu yang sama diaia mendapatkan beberapa gelar doktor ''[[honoris causa]]'' (honorer). DiaIa juga menjadi penasihat untuk menteri luar negeri [[Adam Malik]]. Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1971, Soedjatmoko menjadi anggota beberapa [[wadah pemikir]]. Saat terjadi [[peristiwa Malari]] pada Januari 1974, Soedjatmoko ditangkap dan diinterogasi selama dua minggu setengah karena disangka telah merencanakan protes itu. Biarpun diaia dibebaskan, selama dua tahun setengah diaia tidak dapat keluar negeri. Pada tahun 1978 Soedjatmoko menerima [[Ramon Magsaysay Award|Penghargaan Ramon Masaysay]] untuk Hubungan Internasional, dan pada tahun 1980 diaia diangkat sebagai rektor [[United Nations University]] di [[Tokyo]], [[Jepang]]. Dua tahun setelah kembali dari Jepang, Soedjatmoko meninggal akibat [[serangan jantung]] di [[Yogyakarta]].
== Kehidupan awal ==
Soedjatmoko dilahirkan pada tanggal 10 Januari 1922 di [[Sawahlunto]], [[Sumatera Barat]], dengan nama Soedjatmoko Mangoendiningrat. DiaIa anak kedua dari Saleh Mangoendiningrat, seorang dokter [[Suku Jawa|Jawa]] keturunan bangsawan asal [[Madiun]], dan Isnadikin, seorang ibu rumah tangga Jawa asal [[Ponorogo]]; pasangan tersebut mempunyai tiga anak lain, serta dua anak angkat.<ref name=rmaf/> Adik Soedjatmoko, [[Nugroho Wisnumurti]], saat dewasa juga bekerja untuk [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]] (PBB).<ref name=ugm/> Saat diaia berusia dua tahun, Soedjatmoko dan keluarga berpindah ke Belanda setelah ayahnya mendapatkan beasiswa untuk belajar di negara itu selama lima tahun.<ref>{{harvnb|Kahin|Barnett|1990|p=133}}</ref> Setelah kembali ke Indonesia, Soedjatmoko melanjutkan sekolahnya di suatu sekolah dasar di [[Manado]], [[Sulawesi Utara]].<ref name=rmaf/>
Soedjatmoko lalu bersekolah di HBS [[Surabaya]], di mana diaia lulus pada tahun 1940.<ref name="kahin134"/> Sekolah itu memperkenalkan diaia dengan [[bahasa Latin]] dan [[bahasa Yunani Kuno|Yunani Kuno]], dan salah satu gurunya memperkenalkan Soedjatmoko dengan [[kesenian Eropa]]; dalam sebuah wawancara ketika sudah dewasa, Soedjatmoko mengenang bahwa hal tersebut membuat diaia melihat orang Eropa sebagai lebih dari sekadar kolonis.<ref name=rmaf/> DiaIa lalu melanjutkan pendidikannya ke sekolah kedokteran di Batavia (sekarang [[Jakarta]]). Saat melihat daerah kumuh Jakarta, Soedjatmoko menjadi tertarik dengan masah kemiskinan; topik tersebut ditelitinya di kemudian hari.<ref name=rmaf/> Namun, setelah Jepang menduduki Indonesia, pada tahun 1943 diaia dikeluarkan dari sekolah karena kekerabatannya dengan [[Sutan Sjahrir]] – yang telah menikah dengan kakak Soedjatmoko, Siti Wahyunah<ref name=ugm>{{cite web |url=http://www.ugm.ac.id/en/?q=news/contemplating-soedjatmoko%E2%80%99s-thought-about-intellectuals |archiveurl=http://www.webcitation.org/66MjPaG4F |title=Contemplating Soedjatmoko’s Thought about Intellectuals |trans_title=Mempertimbangkan Pandangan Soedjatmoko tentang Kaum Intelektual |language=Inggris |publisher=Universitas Gadjah Mada |archivedate=23 March 2012 |accessdate=23 March 2012}}</ref> – serta keterlibatannya dalam protes terhadap pendudukan Jepang.<ref name=rmaf/><ref name="kahin134">{{harvnb|Kahin|Barnett|1990|p=134}}</ref>
Setelah dikeluarkan, Soedjatmoko berpindah ke [[Surakarta]]. Di sana, diaia membaca tentang sejarah Barat dan ilmu politik, yang memicu ketertarikannya dengan [[sosialisme]];<ref name="kahin134"/> diaia juga bekerja di rumah sakit milik ayahnya. Setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan Indonesia]], Soedjatmoko diminta menjadi Wakil Kepala Bagian Pers Asing di Kementerian Penerangan.<ref name=rmaf/> Pada tahun 1946 diaia dan dua sahabatnya mendirikan mingguan berbahasa Belanda, ''Het Inzicht'' (''Di Dalam''), sebagai tanggapan atas ''Het Uίtzicht'' (''Pandangan'') yang disponsori oleh Belanda; ini atas permintaan Sjahrir, yang sudah menjadi [[Perdana Menteri Indonesia]]. Tahun berikutnya, mereka menerbitkan jurnal sosialis ''Siasat'', yang juga diterbitkan setiap minggu.<ref name="kahin134"/><ref name=unu/> Dalam periode ini Soedjatmoko mulai tidak menggunakan nama Mangoendiningrat, sebab nama bapaknya itu membuat diaia teringat akan aspek [[feudalisme]] dalam [[budaya Indonesia]].<ref name=rmaf/>
== Kerja di Amerka Serikat ==
Pada tahun 1947, Sjahrir mengirim Soedjatmoko ke [[New York]] sebagai anggota delegasi "pengamat" Indonesia di PBB.<ref name="kahin134"/> Delegasi tiba di Amerika Serika (AS) setelah melalui [[Singapura]] dan [[Filipina]]. Saat mereka di Filipina, Presiden [[Manuel Roxas]] menjamin bahwa negaranya itu akan mendukung Indonesia di PBB.<ref name=rmaf/> Soedjatmoko dan kelompoknya tinggal di [[Lake Success, New York]], yang merupakan lokasi sementara PBB pada saat itu, dan mengikuti debat mengenai pengakuan Indonesia oleh negara lain.<ref name=citation/> Menjelang akhir waktunya di New York, Soedjatmoko masuk di Littauer Center milik [[Harvard]]; karena pada saat itu diaia masih merupakan anggota delegasi PBB, diaia harus pulang-pergi antara New York dan [[Boston]] selama tujuh bulan kuliah. Setelah dibebastugaskan dari delegasi, Soedjatmoko menghabiskan hampir satu tahun di Littauer Center; namun, kuliahnya itu terganggu ketika selama tiga bulan diaia menjadi ''chargé d'affaires'' – yang pertama untuk Indonesia – di bagian Hindia Belanda di Kedutaaan Besar Belanda di [[London]], [[Inggris]]. DiaIa berjabatan sementara selagi didirikan kedutaan besar Indonesia.<ref name=rmaf/>
Pada tahun 1951, Soedjatmoko pindah ke [[Washington D.C.]] untuk membentuk bagian politik di Kedutaan Besar Republik Indonesia di kota itu;<ref name="kahin134"/> diaia juga menjadi Wakil Indonesia Alternat di PBB. Jadwal yang padat ini, yang memerlukan banyak perjalanan antara tiga kota, dianggap terlalu berat, sehingga Soedjatmoko mengundurkan diri dari Littaur Center.<ref name=rmaf/> Pada akhir tahun 1951, diaia mengundurkan diri dari pekerjaan lainnya dan pergi ke Eropa selama sembilan bulan, mencari ilham politik. Di [[Yugoslavia]], diaia bertemu dengan [[Milovan Djilas]], yang membuatnya kagum.<ref name=rmaf/><ref name="kahin134"/>
== Kembali ke Indonesia ==
Setelah kembali ke Indonesia, Soedjatmoko sekali lagi menjadi redaktur ''Siasat''. Pada tahun 1952, diaia menjadi salah satu pendiri harian ''Pedoman'', yang milik [[Partai Sosialis Indonesia]] (PSI); ini disusul oleh pendirian jurnal politik ''Konfrontasi''. Soedjatmoko juga ikut serta dalam pendirian Penerbit Pembangunan, yang diaia pimpin hingga tahun 1961.<ref name="kahin134"/> Soedjatmoko bergabung dengan PSI pada tahun 1955, dan [[Pemilihan Umum Anggota DPR dan Konstituante Indonesia 1955|terpilih]] sebagai anggota [[Konstituante]] pada tahun yang sama; Soedjatmoko bertugas dalam Konstituante sehingga badan itu dibubarkan pada tahun 1959.<ref name="kahin134"/> Pada tahun 1955 pula, diaia menjadi bagian delegasi Indonesia di [[Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika]]; Soedjatmoko juga mendirikan Indonesian Institute of World Affairs dan menjadi sekretaris umum selama empat tahun.<ref>{{harvnb|Kahin|Barnett|1990|pp=134–135}}</ref> Pada tahun 1958, Soedjatmoko menikah dengan Ratmini Gandasubrata. Bersama mereka mempunyai tiga anak perempuan.<ref name=rmaf/><ref name=nytimes/>
Menjelang akhir dasawarsa 50-an, Soedjatmoko dan Presiden [[Soekarno]], yang awalnya mempunyai hubungan baik, berpisah jalan karena cara memerintah Soekarno yang semakin otoriter. Pada tahun 1960 Soedjatmoko menjadi salah satu pendiri Liga Demokratik, yang berusaha untuk mempromosikan demokrasi di Nusantara;<ref name=rmaf/> diaia juga menolak kebijakan-kebijakan [[Demokrasi Terpimpin]].<ref name=citation/> Ketika usaha itu gagal, Soedjatmoko kembali ke AS dan menjadi dosen tamu di [[Universitas Cornell]], di [[Ithaca]], [[New York]]. Ketika diaia kembali lagi ke Indonesia pada tahun 1962, diaia mengetahui bahwa para pembesar PSI telah ditangkap, dan partai politik itu telah dilarang; selain itu, baik ''Siasat'' maupun ''Pedoman'' tidak diberikan izin terbit. Untuk menghindari masalah dengan pemerintah, secara suka rela Soedjatmoko memilih untuk tidak bekerja, sampai pada tahun 1965 saat diaia menjadi salah satu editor buku ''An Introduction to Indonesian Historiography''.<ref name=rmaf/>
== Menjadi duta besar dan kegiatan akademis ==
Setelah gagalnya [[Gerakan 30 September]] pada tahun 1965 dan digantikannya Soekarno oleh [[Soeharto]] sebagai [[Presiden Indonesia]], Soedjatmoko kembali bekerja untuk pemerintah. DiaIa menjadi wakil ketua delegasi Indonesia pada PBB pada tahun 1966, lalu pada tahun berikutnya ditugaskan sebagai penasihat untuk delegasi PBB tersebut serta Menteri Luar Negeri [[Adam Malik]]. DiaIa juga menjadi anggota International Institute for Strategic Studies, sebuah [[wadah pemikir]] di [[London]]. Tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1968, diaia menjadi [[Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat]], sebuah jabatan yang diaia pegang sehingga tahun 1971. Selama menjadi duta besar, Soedjatmoko menerima beberapa doktorat ''[[honoris causa]]'' (honorer) dari beberapa universitas Amerika, termasuk [[Cedar Crest College]] pada tahun 1969 dan [[Universitas Yale]] pada tahun 1970. DiaIa juga menerbitkan satu buku lagi, ''Southeast Asia Today and Tomorrow'' (''Asia Tenggara: Kini dan Besok''; 1969).<ref name=rmaf/>
Soedjatmoko kembali ke Indonesia pada tahun 1971. Setiba di nusantara, diaia menjadi Penasihat Khusus Urusan Budaya dan Sosial untuk Kepala [[Badan Perencanaan Pembangunan Nasional]]. DiaIa juga menjadi anggota dewan International Institute for Environment and Development, yang berada di London; diaia memegang jabatan tersebut sampai tahun 1976.<ref name=rmaf/> Pada tahun 1972 Soedjatmoko terpilih sebagai anggota dewan direktur [[Ford Foundation]], jabatan yang dipegangnya selama dua belas tahun. Pada tahun yang sama diaia menjadi gubernur Asian Institute of Management, suatu jabatan yang dipegang selama dua tahun.<ref name=rmaf>{{cite web |url=http://www.rmaf.org.ph/Awardees/Biography/BiographySoedjatmoko.htm |archiveurl=http://www.webcitation.org/66MDghef4 |title=Biography of Soedjatmoko |trans_title=Biografi Soedjatmoko |language=Inggris |publisher=Ramon Magsaysay Award Foundation |archivedate=22 March 2012 |accessdate=22 March 2012}}</ref><ref name=unu/> Tahun berikutnya diaia menjadi gubernur International Development Research Centre. Pada tahun 1974, berdasarkan dokumen palsu diaia dituduh telah merencanakan [[peristiwa Malari]] yang terjadi pada bulan Januari 1974, yaitu suatu peristiwa ketika mahasiswa melakukan demonstrasi dan akhirnya massa berhuru-hara saat kunjungan oleh Perdana Menteri Jepang [[Kakuei Tanaka]]. Soedjatmoko ditahan selama dua minggu setengah untuk interogasi, dan diaia tidak diizinkan meninggalkan Indonesia selama dua tahun setengah.<ref name=rmaf/>
Pada tahun 1978 Soedjatmoko menerima [[Ramon Magsaysay Award]] for International Understanding, yang kerap disebut [[Nobel Prize]] untuk Asia.<ref name=rmaf/><ref name=unu/> Alasan mengapa penghargaan itu diberikan kepada diaia dikutip sebagian di bawah:<blockquote>Dengan mendorong baik orang Asia maupun orang luar untuk melihat cara tradisional pedesaan yang mereka hendak memodernisir, [Sodjatmoko] membuat orang semakin sadar akan dimensi manusia yang diperlukan dalam pembangunan. [...] Tulisannya sudah menambahkan banyak pengetahuan dalam pemikiran internasional mengenai apa yang bisa dilakukan untuk menghadapi salah satu tantangan terbesar masa kini; bagaimana membuat kehidupan lebih baik dan memuaskan untuk 40 persen orang Asia Tenggara dan Asia Selatan yang paling miskin.<ref name=citation>{{cite web |url=http://www.rmaf.org.ph/Awardees/Citation/CitationSoedjatmoko.htm |trans_title=Penetapan Soedjatmoko |language=Inggris |archiveurl=http://www.webcitation.org/66Mi06lnA |title=Citation for Soedjatmoko |publisher=Ramon Magsaysay Award Foundation |archivedate=22 March 2012 |accessdate=22 March 2012}}</ref></blockquote> Dalam menanggapi penghargaan itu, Soedjatmoko menyatakan bahwa diaia merasa "rendah hati, karena kesadaran[nya] bahwa sumbangan sekecil apapun yang [dia] buat masih jauh lebih kecil daripada masalah kemiskinan dan kesengsaraan manusia di Asia, dan seberapa banyak kerja yang mesti diselesaikan."<ref name=response>{{cite web |url=http://www.rmaf.org.ph/Awardees/Response/ResponseSoedjatmoko.htm |archiveurl=http://www.webcitation.org/66MiORHYM |title=Response of Soedjatmoko |trans_title=Tanggapan Soedjatmoko |language=Indonesian |publisher=Ramon Magsaysay Award Foundation |archivedate=22 March 2012 |accessdate=22 March 2012}}</ref>
== United Nations University dan kematian ==
Pada tahun 1980 Soedjatmoko berpindah ke [[Tokyo]], [[Jepang]]. Pada bulan September, diaia mulai berjabat sebagai rektor [[United Nations University]], menggantikan James M. Hester. Di universitas tersebut, Soedjatmoko menjadi rektor hingga tahun 1987. Selama di Jepang diaia menerbitkan dua buku lagi, ''The Primacy of Freedom in Development'' dan ''Development and Freedom''. Pada tahun 1985 diaia menerima Asia Society Award, dan mendapatkan Universities Field Staff International Award for Distinguished Service to the Advancement of International Understanding tahun berikutnya.<ref name=unu>{{cite web |url=http://unu.edu/about/history/former-rectors/dr-soedjatmoko |archiveurl=http://www.webcitation.org/66MDIpt5n |title=Dr. Soedjatmoko |language=Inggris |publisher=United Nations University |archivedate=22 March 2012 |accessdate=21 March 2012}}</ref><ref name=nytimes/> Soedjatmoko meninggal karena [[serangan jantung]] pada tanggal 21 Desember 1989, saat sedang memberi kuliah di [[Universitas Muhammadiyah Yogyakarta]].<ref name=nytimes>{{cite news |url=http://www.nytimes.com/1989/12/22/obituaries/soedjatmoko-67-indonesia-diplomat-and-social-scientist.html |title=Soedjatmoko, 67, Indonesia Diplomat And Social Scientist |trans_title=Soedjatmoko, 67, Duta Indonesia dan Ahli Sosial |language=Inggris |work=The New York Times |date=22 December 1989 |accessdate=21 March 2012}}</ref><ref>{{harvnb|Kahin|Barnett|1990|p=139}}</ref>
== Rujukan ==
|