Merantau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 15:
Masyarakat Minangkabau dikenal punya tradisi merantau yang kuat. Mereka telah mengembara ke wilayah Asia Tenggara lainnya sejak berabad abad yang lalu. Keturunan mereka sampai saat ini masih ada bahkan berkembang di banyak tempat seperti [[Aceh]], [[Riau]], [[Sumatera Utara]], [[Jambi]], [[Bengkulu]], [[Lampung]] atau wilayah [[Sumatera]] lainnya dan juga di [[Jawa]], [[Sulawesi]], [[Kalimantan]], [[Nusa Tenggara]], [[Malaysia]], [[Singapura]], [[Brunei]], [[Filipina]] Selatan, dan lain lain.
 
Suku [[Aneuk Jamee]] di Aceh adalah masyarakat keturunan Minangkabau yang nenek moyang mereka telah merantau dari Ranah Minang sejak berabad abad yang lalu. [[Cut Nyak Dhien]] dan [[Teuku Umar]] yang dikenal sebagai pejuang gigih dan dianugerahi gelar [[pahlawan nasional]] oleh pemerintah [[Indonesia]] adalah anak dan keponakan dari ''Nanta Setia'', keturunan seorang perantau Minang yang jadi panglima di suatu wilayah [[Kesultanan Aceh]] pada abad ke 19. PadaDengan dukungan raja [[Pagaruyung]] Minangkabau, pada abad ke 15 perantau Minangkabau sudah mulai bermukim di [[Negeri Sembilan]] [[semenanjung Malaya]]. Komunitas keturunan perantau Minangkabau di Negeri Sembilan yang populasinya cukup banyak akhirnya menjadi sebuah kerajaan dengan raja pertamanya [[Raja Melewar]] yang diutus langsung dari [[Pagaruyung ]] Minangkabau. Pada pertengahan abad ke 20 seorang Raja Negeri Sembilan yang keturunan Minangkabau [[Abdul Rahman (Negeri Sembilan)|Tuanku Abdul Rahman]] diangkat menjadi raja Malaysia pertama dengan gelar '''[[Yang di-Pertuan Agong]]'''. Empat orang putera raja Pagaruyung Minangkabau mengembara / merantau ke selatan dan mendirikan [[Kepaksian Sekala Brak]] di wilayah Lampung sekarang. Di [[Mindanao]] Selatan ([[Filipina]]) keturunan perantau Minangkabau dari ratusan tahun yang lalu masih ada sampai saat ini. Gelar bangsawan mereka "Ampatuan" yang berasal dari Pagaruyung / Minangkabau (Ampu Tuan) masih mereka pakai sampai sekarang. Di [[Sulawesi Selatan]] keturunan '''Datuk Makotta Minangkabau''' sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat [[Bugis]]-[[Makassar]] sejak ratusan tahun yang lalu. Di pesisir barat [[Sumatera Utara]] mulai dari [[Natal]] sampai [[Sibolga]], Sorkam dan [[Barus]] keturunan Minangkabau telah beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan telah berubah nama menjadi "Orang Pesisir". Dahulunya nenek moyang mereka berasal dari wilayah [[Painan]], [[Padang]] dan [[Pariaman]]. Sampai sekarang bahasa mereka hampir tak ada bedanya dengan [[bahasa Minangkabau]]. Saat masa jayanya Bandar [[Malaka]] pada abad ke 15 di semenanjung Malaya, di wilayah [[Batu Bara]] dan [[Asahan]] Sumatera Utara dulunya banyak bermukim komunitas Minangkabau dan menerapkan sistim adat Minangkabau yang '''[[matrilineal]]''' sebelum berubah jadi [[patrilineal]] atas desakan [[Sultan Deli]]. Saat ini keturunan Minangkabau tersebut telah lebur kedalam masyarakat Melayu pesisir timur Sumatera Utara.
 
Tidak hanya di Negeri Sembilan perantau Minangkabau mendirikan kerajaan, pada akhir abad ke 14 seorang perantau Minang lainnya ''Raja Bagindo'' juga mendirikan [[Kesultanan Sulu]] di Filipina Selatan. [[Awang Alak Betatar]] pendiri [[Kesultanan Brunei]] konon berasal dari Minangkabau juga, bahkan saat acara peresmian replika [[Istana Pagaruyung]] di tahun 80 an Sultan Brunei [[Hassanal Bolkiah]] juga ikut hadir dan sempat mengatakan bahwa leluhurnya berasal dari Pagaruyung Minangkabau. Kalau ditelusuri lebih jauh lagi ke belakang, sebuah peninggalan sejarah dari abad ke 7 masehi yaitu [[prasasti Kedukan Bukit]] di [[Palembang]] menyatakan bahwa [[Kerajaan Sriwijaya]] didirikan oleh [[Dapunta Hyang]] setelah bertolak dari '''[[Minanga Tamwan]]''' dengan membawa bala tentara sebanyak 20.000 orang. Ada ahli sejarah yang berpendapat bahwa Minanga Tamwan zaman kuno yang berpusat di hulu sungai [[Batang Hari]] atau di hulu sungai [[Kampar]] itu adalah Minangkabau sekarang. Mengenai hal ini memang masih belum ada kesamaan pendapat diantara para ahli sejarah, ada yang berpendapat Dapunta Hyang bertolak dari Minanga Tamwan kearah selatan, lalu mendirikan wanua (kerajaan Sriwijaya) setelah menemukan tempat yang dianggap tepat. Sedangkan ahli yang lain berpendapat Minanga Tamwan adalah kerajaan taklukan Dapunta Hyang. Tidak tertutup kemungkinan bahwa pendapat yang pertama dari para ahli sejarah tersebut benar adanya mengingat prestasi yang dicapai orang orang Minangkabau dalam petualangan perantauannya baik dimasa lalu maupun dimasa kini.