Merantau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 21:
Selain perantauan yang bersifat kolektif dan agak masif yang kemudian hari menjadi suatu komunitas bahkan kerajaan, juga ada perantau individual yang merantau ke wilayah yang tidak lazim dijadikan tujuan perantauan orang Minang pada masa itu. Selain Datuk Makotta Minangkabau juga ada tiga orang Datuk yang ulama yaitu ''[[Datuk Ri Bandang]]'', ''Datuk Ri Pattimang'', ''Datuk Ri Tiro'' merantau ke wilayah timur dan menyebarkan agama Islam di wilayah Sulawesi dan Nusa Tenggara pada awal abad ke 17. Sampai saat ini masyarakat setempat tetap mengenang jasa jasa mereka. Di beberapa wilayah [[Kalimantan Timur]] dan [[Sulawesi Tengah]], ''Tuan Tunggang Parangan'' dan ''Datuk Karama'' dikenang masyarakat setempat sebagai pembawa ajaran Islam kedaerah itu. Di bidang kemiliteran tiga laki laki Minang merantau jauh sampai ke [[Turki]] dan menjadi bagian dari pasukan '''Janissary Turki''' yang terkenal hebat pada masanya yaitu awal abad ke 19. ''Kolonel H. Piobang'' seorang perwira kavaleri dipercaya menjadi panglima pasukan yang berhasil mengalahkan salah satu pasukan [[Napoleon]] dalam ''perang Piramid'' di [[Mesir]]. Perwira lainnya ''Mayor H. Sumanik'' menjadi ahli perang padang pasir bersama ''H. Miskin''. Dikemudian hari setelah pulang dari perantauan ke Ranah Minang ketiga anggota pasukan Janissary Turki itu berperan besar sebagai pendiri pasukan militer dalam [[perang Padri]].
 
Sebagian besar dari tokoh tokoh Minang yang berpengaruh adalah produk "perantauan". Bangsa Indonesia tentu tak akan pernah lupa dengan jasa jasa para pejuang dan pahlawan negara ini yang adalah putra Minang seperti [[Tan Malaka]], [[Mohammad Hatta]], dan [[Sjahrir]] yang dianggap tokoh Indonesia paling penting bersama [[Soekarno]] dan [[Jenderal Soedirman]] dalam perjuangan kemerdekaan bangsa ini. Selain ketiga tokoh tersebut tentu masih banyak tokoh produk perantauan lainnya seperti [[Mohammad Natsir]] yang pernah menjabat sebagai Presiden Liga Muslim se Dunia dan [[perdana menteri]] Indonesia, [[Mohammad Yamin]] yang jadi pelopor [[Sumpah Pemuda]] pada tahun 1928, juga [[Agus Salim]] yang jadi diplomat ulung, bahkan seorang presiden yang di(ter)lupakan [[Assaat]]. Di bidang agama Minang perantauan juga melahirkan ulama ulama besar seperti [[Ahmad Khatib Al-Minangkabawi]] orang non Arab pertama yang jadi '''Imam Besar''' di [[Masjidil Haram]] [[Mekkah]] dan [[Hamka]] yang dihormati dan dikagumi tidak hanya oleh umat muslim Indonesia tapi juga umat muslim di negara negara Asia Tenggara lainnya, di bidang sastra juga lahir dua orang '''pionir''' yaitu [[Chairil Anwar]] pelopor [[Angkatan '45]] dan [[Sutan Takdir Alisjahbana]] pelopor [[Pujangga Baru]], sementara [[Usmar Ismail]] dikemudian hari digelari Bapak Film Indonesia, dan banyak lagi yang lainnya. Semua tokoh tokoh besar tersebut adalah produk "perantauan". Pencapaian yang tinggi oleh perantau perantau itu akhirnya menimbulkan pertanyaan, apakah tujuan dan filosofi orang orang Minang dalam "merantau". Tidak mudah memahami tujuan dan filosofi itu melalui artikel yang pendek ini. Secara sederhana bisa direnungkan makna dari sebuah pepatah bijak Minangkabau yaitu '''Iduik bajaso, mati bapusako''' (Hidup berjasa, mati berpusaka) yang berarti selagi hidup harus memberi jasa agar setelah mati meninggalkan pusaka (warisan nama baik). Untuk memahami lebih dalam lagi filosofi dan tujuan "merantau" orang Minang perlu dibaca karya dari antropolog dan sosiolog ternama [[Mochtar Naim]] dalam bukunya "Merantau".
Orang orang Minangkabau merantau dengan hati dan pikiran terbuka serta imajinasi yang tinggi. Antropolog [[Mochtar Naim]] berpendapat bahwa disamping merantau dan berdagang, pola hidup masyarakat Minangkabau yang sangat menonjol adalah suka '''berpikir''' dan '''menelaah'''. Kebiasaan positif tersebut pada akhirnya menghasilkan para pemikir dan tokoh tokoh berpengaruh di nusantara ini. Mereka adalah manusia manusia yang tak cepat berpuas diri, mereka akan menggapai apapun setinggi mungkin. Kemampuan dan keberanian menjelajah dunia lain yang berbeda dengan kampung halaman mereka telah menjadikan kaum itu sebagai perantau ulung yang tercatat dalam sejarah bangsa bangsa nusantara. Salah satu falsafah hidup mereka yang paling penting yaitu '''Alam Takambang Jadi Guru''' ikut berperan dalam kemampuan mereka beradaptasi dengan alam yang berbeda dengan alam Minangkabau, kampung halaman yang tak pernah mereka lupakan sejauh apapun mereka merantau.