Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Syafroni Gucci (bicara | kontrib)
Jayrangkoto (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi, Syeikh (gelar Syeikh Bayang, 1864 – 1923) adalah seorang [[ulama]] asal [[Pesisir Selatan]] pada pertengahan abad 19. Ia pemimpin delegasi ulama tua (tradisional) moderat bersanding dengan pimpinan ulama tua radikal [[Syeikh Khatib Ali Al-Padani]], bermitra dialog dengan pimpinan ulama muda (modernis) yang radikal [[Syeikh Dr. Haji Abdul Karim Amrullah]] dan yang moderat [[Syeikh Dr. Abdullah Ahmad]], dalam rapat besar 1000 ulama di Padang, 15 Juli [[1919]]. Ia Penulis buku best seller yang disebut [[BJO Schrieke]] dengan kepustakaan pejuang abad ke-20 yang penulpenuh moral yakni Taraghub ila Rahmatillah (1910).
 
==Syekh Bayang==
Digelari Syeikh Bayang, karena ia salah seorang di antara ulama tua, pemimpin paham [[tarekat naqsyabandi]] di [[Padang]], lahir di Bayang (Pancungtaba), amat tinggi ilmunya di bidang Islam, banyak menulis buku fiqh dan tarekat, luas pengalaman serta moderat, menawarkan corak pikiran ikhtilaf (berbeda pendapat) di interenalinternal umat Islam, ittifaq (bersatu) di eksternal umat Islam sebagai strategi menghadapi penjajah. Ulama yang lahir di Bayang secara historis, tidak saja membuat Bayang menjadi sentra pendidikan Islam, tetapi pernah mengakses Bayang sebagai pusat pengembangan Islam di Pantai Barat Sumatera sekaligus pusat konsentrasi gerakan perlawanan rakyat di Sumatera Barat melawan penjajah dengan spirit Islam, berbasis di Surau Syeikh Buyung Muda (murid Syeikh Abdul Rauf Singkel) di Puluikpuluik, Bayang (1666) di samping surau 5 temannya yakni Syeikh Burhanuddin di Ulakan, Surau Baru Syeikh Muhammad Nasir di Padang, Surau Syeikh Sungayang di Solok, surau Syeikh Padang Ganting dan surau Lubuk Ipuh (TBKW, 1914:249).
 
==Keluarga==
Ayah Syeikh Bayang juga seorang ulama besar bernama Syeikh Muhammad Fatawi, guru dari banyak ulama di [[Sumatera Barat]]. Sedangkan ibunya juga dari keluarga alim di Pancungtaba, yang namanya tidak dapat dikenal lagi. Meski ia ditinggalkan ibu dan bapak ketika masih kecil, namun iaitu tidak mematahkan semangatnya untuk belajar. Ia terus belajar dengan murid ayahnya Syiekh Muhammad Jamil (tamatan Makah, 1876) saudara tua dari Syeikh Muhammad Shamad (wafat di Mekah 1876). Kemudian ketika berumur 15 tahun, ia melintasi bukit barisan dari kampungnya Pancungtaba (Bayang) sampai di Alahan Panjang – Solok, di sana belajar agama dengan Syeikh Muhammad Shalih bin Muhammad Saman, penulis buku fiqh Al-Kasyf. Karena pintar ia digelar gurunya dengan Tuanku Bayang. Setelah itu Tuanku belajar fiqh dan tarekat pula dengan Syeikh Mahmud di Pinti Kayu, Solok.
 
 
==Pendidikan==
Untuk memperdalam ilmu Islam lebih lanjut, Muhammad Dalil terus berkelana ke bekas [[Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu]] [[Minangkabau]] dan di sana memperdalam tarekat dengan seorang Syeikh bernama [[Syeikh Musthafa]]. Hal yang suprise, ia tidak saja menjadi murid kesayangan (shuhbat al-ustadz), bahkan isteri gurunya itu bernama Nenek Ayang (Siti Jalasah) kecantol dengan pemuda alim tampan ini dan meminangnya untuk dijadikan pasangan anak gadisnya bernama Siti Rahmah.
Setelah menikah dengan Siti Rahmah Muhammad Dalil hijrah ke Padang tahun 1891. Di Padang ia membuka pusat pengajian halaqah di Rumah Asal (rumah gadang milik kaum isterinya kepenakan Syeikh Gapuak, pendiri Masjid Ganting, Padang) sekaligus membina masjid tertua di Padang itu. Banyak murid berdatang ke halaqahnya berasal dari berbagai penjuru di dalam / luar provinsi Sumatera Barat. Di samping membuka halaqah ia aktif berdakwah dan termasuk da’i kondang, disukai jema’ah bahkan dihormati pembesar [[Belanda]] di Padang ketika itu.
 
==Naik Haji==
Tahun 1903 Muhammad Dalil, berangkat ke Makkah untuk naik haji sekaligus belajar memperdalam ilmunya dalam bidang ke-Islaman di sana. Tercatat gurunya di Makkah di antaranya [[Syeikh Ahmad Khatib Al-MinangkabawiyMinangkabawi]] (1860 – 1917), [[mufti]] dan tiang tengah penegak [[mazhab syafi’iysyafi’i]] serta [[mawalli]] yang dipercaya Arab menjadi imam di [[Masjidil Haram]], sekaligus mengajar fiqhifiqh dan matematik. Juga tercatat gurunya Syeikh Jabal Qubis ahli tasauf dan tarekat naqsyabandi asal Jabal Abu Qubis berseberangan dengan Jabal Quayqian, sebelah timur Makkah dekat dengan Masjidil Haram.
Ulama-ulama yang sama mendapat pendidikan dari Syeikh Ahmad Chatib dengan Syeikh Bayang di antaranya, ulama muda (modernis) empat serangkai yakni Dr.H.Abdul Karim Amarullah (Maninjau – Agam), Dr. Abdullah Ahmad (Padang), [[Syeikh Jamil Jambek Al-Falaki]] (Bukittinggi) dan Syeikh Muhammad Thaib Umar (Sungayang- Tanah Datar) dan ulama tua (tradisional) dua serangkai ialah Syeikh Chatib Muhammad Ali Al-Fadani (Padang) pimpinan ulama tua yang radikal penulis buku kepustakaan pejuang abad ke-20 Burhan Al-Haq, Syeikh Taher Jalaluddin Al-Falaki (ulama kharismatik Malaysia asal Bukittinggi ayah dari Hamdan mantan Gubernur Pulau Pinang, Malaysia), Syeikh Sulaiman Al-Rasuli (Candung), Syeikh Ibrahim Musa Parabek, Syeikh Arifin Batuhampar, Syeikh Muhammad Jamil Jaho, Syeikh Ahmad Baruah Gunung Suliki, Syeikh Abbas Ladang Lawas Bukittinggi, Syeikh Abdullah Abbas Padang Japang, Syeikh Musthafa Padang Japang, Syeikh Musthafa Husen Purba Baru, Syeikh Hasan Maksum Medan Deli, Syeikh KH. Muhammad Dahlan dll. dari Jawa – Madura, Kalimantan, Sulawesi dan dari negara- negara Islam lainnya.