Alun-alun: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
'''Alun-alun''' (Jw : ''aloon-aloon'') merupakan suatu [[lapangan]] terbuka yang luas dan berumput yang dikelilingi oleh jalan dan dapat digunakan kegiatan masyarakat yang beragam.di buat oleh [[fatahillah]], Menurut Van Romondt (Haryoto, 1986:386), pada dasarnya alun-alun itu merupakan halaman depan rumah, namun dalam ukuran yang lebih besar. Penguasa bisa berarti [[raja]],[[bupati]], [[wedana]] dan [[camat]] bahkan kepala desa yang memiliki halaman paling luas di depan Istana atau pendopo tempat kediamannya, yang dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat sehari-hari dalam ikwal pemerintahan [[militer]], perdagangan, kerajinan dan pendidikan. Lebih jauh Thomas Nix (1949:105-114) menjelaskan bahwa alun-alun merupakan lahan terbuka dan terbentuk dengan membuat jarak antara bangunan-bangunan gedung. Jadi dalam hal ini, bangunan gedung merupakan titik awal dan merupakan hal yang utama bagi terbentuknya alun-alun. Tetapi kalau adanya lahan terbuka yang dibiarkan tersisa dan berupa alun-alun, hal demikian bukan merupakan alun-alun yang sebenarnya.
Jadi alun-alun bisa di [[desa]], [[kecamatan]], [[kota]] maupun pusat [[kabupaten]].
Pada awalnya Alun-alun merupakan tempat berlatih perang (''gladi yudha'') bagi prajurit kerajaan, tempat penyelenggaraan sayembara dan penyampaian titah (sabda) raja kepada ''kawula'' (rakyat), pusat perdagangan rakyat, juga hiburan seperti
== Sejarah Perkembangan Alun-alun ==
Baris 14:
* Fungsi sosial budaya dapat dilihat dari kehidupan masyarakat dalam berinteraksi satu sama lain, apakah dalam perdagangan, pertunjukan hiburan ataupun olah raga. Untuk memenuhi seluruh aktivitas dan kegiatan tersebut alun-alun hanya berupa hamparan lapangan rumput yang memungkinkan berbagai aktivitas dapat dilakukan.
Masa masuknya Islam, bangunan [[masjid]] dibangun di sekitar alun-alun. Alun-alun juga digunakan sebagai tempat kegiatan-kegiatan hari besar [[Islam]] termasuk Salat [[Idul Fitri]]. Pada saat ini banyak alun-alun yang digunakan sebagai perluasan dari masjid seperti Alun-alun Kota Bandung. Konsep alun-alun menurut Islam adalah sebagai ruang terbuka perluasan halaman masjid untuk menampung luapan jamaah dan merupakan halaman depan dari keraton. Siar Islam telah membawa perubahan dalam perancangan pusat kota, sehingga alun-alun, keraton dan Masjid berada dalam satu kawasan yang di dekatnya terdapat jalur transportasi.<ref>{{cite web |url=http://loenpia.net/blog/semarangan/alun-alun-semarang-tinggal-nama.html | title=Alun-alun |date=13 Juli 2012}}</ref>
Pada periode berikutnya kehadiran kekuasaan Belanda di Nusantara, ikut memberi warna bentuk baru dalam tata lingkungan alun-alun. Hal ini terlihat dengan didirikannya bangunan penjara pada sisi lain alun-alun, termasuk di Alun-alun [[Yogyakarta]]. Pendirikan bangunan-bangunan untuk kepentingan Belanda sekaligus mengurangi fungsi simbolis alun-alun, kewibawaan penguasa setempat (penguasa pribumi).
Periode zaman kemerdekaan, banyak alun-alun yang berubah bentuk. Salah satunya alun-alun [[Malang]]. Faktor pendorong pertumbuhan ini macam-macam diantaranya kebijakan pemerintah, aktivitas masyarakat, Perdagangan dan Pencapaian (Dadang Ahdiat, 1993).
== Catatan Kaki ==
{{reflist}}
{{budaya-stub}}
|