Hafez al-Assad: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
AFP (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 11:
Haffez al-Assad memantapkan dirinya sebagai faktor penentu dalam politik dalam negerinya serta dikawasan "''panas''" Timur Tengah. Ia memilih menentang mayoritas negara-negara Arab dimana Suriah berpihak kepada Iran dalam [[Perang Iran Irak]] ([[1980]]-[[1988]]), yang dilanjutkan dengan menunjukkan antipati ini pada [[Irak]] selama [[Perang Teluk I]] [[1991]] dimana sikap dihargai Amerika Serikat untuk itu. Meskipun antara Irak dengan Suriah memiliki kesamaan politik dan sama-sama menggunakan Partai Ba'ath yang mengagungkan Nasionalisme dan Sosialisme Arab, ia memiliki konflik panjang dengan presiden [[Saddam Hussein]] yang juga pimpinan Partai Ba'ath di Irak. Ia mengambil sikap mnoderat dalam tahun-tahun terakhir pemerintahannya, yang didapatkannya pada penerimaan kembali sedikit Dataran Tinggi Golan, walau ia tak pernah membuat persetujuan damai dengan Israel. Peranan al-Assad sangat diperlukan dalam menyelesaikan setiap konflik Timur Tengah, misalnya al-Assad menjadi tokoh kunci dalam pembebasan sandera pesawat maskapai penerbangan [[TWA]] dari Amerika Serikat di [[Beirut]] yang dibajak kelompok gerilyawan pada tahun [[1984]]. Sekalipun al-Assad mengambil kebijakan pro-[[Iran]] dalam perang Iran-Irak, Assad mendapat dukungan bantuan ekonomi, dan finansial untuk kepentingan militernya oleh Negara-negara Arab sekalipun politiknya bertentangan. Alasan yagn diambil Negara Arab tersebut adalah karena memerlukan negara yang dianggap kuat secara militer dalam menghadapi Israel, setelah [[Mesir]] yang justru mengadakan perjanjian damai dengan Israel.
Di masa pemerintahannya, Suriah benar-benar dibawa ke dalam pemerintahan diktator militer dengan rezim Partai Ba’athnya. Suriah sendiri bertindak represif terhadap kelompok militan Islam yang dianggap Partai Ba’ath, merupakan ancaman utama bagi kekuasaannya. Sehingga pada masa kekuasaannya, Hafez al-Assad melakukan tindakan represif pada gerakankaum militan Islam.
 
Pada [[1979]], terjadi serangan terhadap sekolah kader militer di [[Aleppo]] dan kantor [[Partai Ba’ath]]. Pihak yang dituduh melakukannya ialah kelompok militan [[Ikhwanul Muslimin]]. Tak hanya itu, kelompok gerakan Islam ini berdemo besar-besaran dan melakukan aksi boikot di [[Hama]], [[Homs]], dan Aleppo pada [[Maret]] [[1980]]. Dengan alasan inilah al-Assad lebih ketat dalam melaksanakan kebijakan represifnya terutama terhadap kelompok gerakanmilitan Islam seperti Hizbut Tahrir dan Ikhwanul Muslimin. Tidakan kekerasan politiknya ini memuncak dalam [[peristiwa pembantaian Hama]] di awal 1980-an.
 
Runtuhnya Uni Soviet membawa banyak implikasi terhadap Suriah, dimana dukungan [[Uni Soviet]] terhadap Suriah semakin berkurang terutama dengan banyaknya utang luar negeri Suriah kepada negeri itu, dan rezim Partai Ba’ath sendiri mulai goyah. Selama ini, rezim Suriah banyak didukung Uni Soviet dalam Perang Dingin. Persamaan paham sosialisme dan komunisme menjadi perekat keduanya. Walau begitu, pengaruh Inggris dan Perancis yang lama menguasai Suriah tak bisa hilang sama sekali. Dengan bantuan senjata dan dana, Suriah dijadikan alat bagi negara superpower itu untuk menanamkan pengaruhnya di Timur Tengah-sekalipun Suriah memiliki tujuan tersendiri-antara lain dengan mendorong Suriah masuk ke Libanon dan konflik dengan Israel di Dataran Tinggi Golan. Sejak runtuhnya Uni Soviet di akhir [[1991]], al-Assad mengambil kebijakan moderat namun tetap mempertahankan tuntutannya terhadap wilayah Dataran tinggi Golan. Sehingga sampai akhir hayatnya, Suriah tidak menandatangani perjanjian damai dengan Israel.