Orang Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan Jayrangkoto (bicara) dikembalikan ke versi terakhir oleh Rahmatdenas
Rahman Priadi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 40:
|region12 = {{nbsp|7}}[[Negeri Sembilan]]
|pop12 = '''548.000'''
|ref12 = <ref>{{cite web|url=http://www.statistics.gov.my/ccount12/click.php?id=2127|title=Laporan Kiraan Permulaan 2010|publisher=Jabatan Perangkaan Malaysia|pagepages=iv|accessdate=2011-01-24|archiveurl=http://web.archive.org/web/20101227065717/http://www.statistics.gov.my/ccount12/click.php?id=2127|archivedate=2010-12-27}}</ref>
|langs=[[Bahasa Minang]], [[Bahasa Indonesia]], dan [[Bahasa Melayu]]
|rels=[[Islam]]
Baris 47:
'''Minangkabau''' atau yang biasa disingkat '''Minang''' adalah [[kelompok etnis]] [[Nusantara]] yang [[bahasa Minang|berbahasa]] dan menjunjung [[adat Minangkabau]]. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi [[Sumatera Barat]], separuh daratan [[Riau]], bagian utara [[Bengkulu]], bagian barat [[Jambi]], pantai barat [[Sumatera Utara]], barat daya [[Aceh]], dan juga [[Negeri Sembilan]] di [[Malaysia]].<ref name="De Jong">{{cite book|last=De Jong|first=P.E de Josselin|authorlink=|coauthors=|title=Minangkabau and Negeri Sembilan: Socio-Political Structure in Indonesia|publisher=Bhartara|year=1960|location=Jakarta|url=|doi=|isbn=}}</ref> Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama ibu kota provinsi Sumatera Barat yaitu [[kota Padang]]. Namun, masyarakat ini biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan ''urang awak'', yang bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri.<ref>{{cite book|last=Kingsbury|first=D.|last2=Aveling|first2=H.|year=2003|title=Autonomy and Disintegration in Indonesia|publisher=Routledge|ISBN=0-415-29737-0|ref=Kingsbury}}</ref>
Menurut [[A.A. Navis]], Minangkabau lebih kepada kultur etnis dari suatu rumpun [[Melayu]] yang tumbuh dan besar karena sistem monarki,<ref name="Navis-1">{{cite book|last=Navis|first=A.A.|authorlink=A.A. Navis|year=1984|title=Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau|publisher=Grafiti Pers|location=Jakarta}}</ref> serta menganut sistem adat yang khas, yang dicirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau [[matrilineal]],<ref name="Datuk">{{cite book|last=Batuah|first=A. Dt.|last2=Madjoindo|first2=A. Dt.|year=1959|title=Tambo Minangkabau dan Adatnya|publisher=Balai Pustaka|location=Jakarta}}</ref> walaupun budayanya juga sangat kuat diwarnai ajaran agama [[Islam]], sedangkan [[Thomas Stamford Raffles]], setelah melakukan ekspedisi ke pedalaman Minangkabau tempat kedudukan [[Kerajaan Pagaruyung]], menyatakan bahwa Minangkabau adalah sumber kekuatan dan asal [[bangsa Melayu]], yang kemudian penduduknya tersebar luas di Kepulauan Timur.<ref name="MalayIdentity2001">{{cite journal|last=Reid|first=Anthony|journal=Journal of Southeast Asian Studies|title=Understanding Melayu (Malay) as a Source of Diverse Modern Identities|volume=32|issue=3|year=2001|pages=295–313|url=|doi=10.1017/S0022463401000157}}</ref>
 
Saat ini masyarakat Minang merupakan masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia.<ref>{{cite book|last=Evers|first=Hans Dieter|last2=Korff|first2=Rüdiger|year=2000|title=Southeast Asian Urbanism|publisher=Ed.2nd|location=LIT Verlag Münster|pages=188|ISBN=3-8258-4021-2|ref=Evers}}</ref><ref>{{cite book|last=Ong|first=Aihwa|last2=Peletz|first2=Michael G.|year=1995|title=Bewitching Women, Pious Men: Gender and Body Politics in Southeast Asia|publisher=University of California Press|pages=51|ISBN=0-520-08861-1|ref=Ong}}</ref> Selain itu, etnis ini juga telah menerapkan sistem proto-[[demokrasi]] sejak masa pra-[[Hindu]] dengan adanya kerapatan adat untuk menentukan hal-hal penting dan permasalahan hukum. Prinsip adat Minangkabau tertuang singkat dalam pernyataan ''Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah'' (Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan [[Al-Qur'an]]) yang berarti adat berlandaskan ajaran Islam.<ref>{{cite book|last=Jones|first=Gavin W.|last2=Chee|first2=Heng Leng|last3=Mohamad|first3=Maznah|year=2009|title=Muslim-Non-Muslim Marriage: Political and Cultural Contestations in Southeast Asia|chapter=Not Muslim, Not Minangkabau, Interreligious Marriage and its Culture Impact in Minangkabau Society by Mina Elvira|publisher=Institute of Southeast Asian Studies|pages=51|ISBN=978-981-230-874-0|ref=Jones}}</ref>
 
Orang Minangkabau sangat menonjol di bidang perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua [[Kerajaan Melayu]] dan [[Sriwijaya]] yang gemar berdagang dan dinamis.<ref name="Graves_p1">{{cite book|last=Graves|first=Elizabeth E.|title=The Minangkabau Response to Dutch Colonial Rule Nineteenth Century|publisher=Cornell Modern Indonesia Project #60|year=1981|location=Itacha, New York|url=|doi=|isbn=|page=1}}</ref> Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti [[Jakarta]], [[Bandung]], [[Pekanbaru]], [[Medan]], [[Batam]], [[Palembang]], dan [[Surabaya]]. Di luar wilayah Indonesia, etnis Minang banyak terdapat di [[Kuala Lumpur]], [[Seremban]], [[Singapura]], [[Jeddah]], [[Sydney]],<ref>hariansinggalang.co.id{{cite [web|url=http://hariansinggalang.co.id/warga-minang-sidney-peduli-syiar-islam/ |title=Warga Minang Sidney Peduli Syiar Islam|work=[[Harian Singgalang]]|date=2012-02-18}}</ref> dan [[Melbourne]].<ref>www.kjri-melbourne.org{{cite [web|url=http://www.kjri-melbourne.org/soc_culture_organisasi.html |title=Indonesian Community in Victoria-Tasmania|work=[[Konsulat Jenderal Indonesia]]}}</ref>
 
Masyarakat Minang memiliki masakan khas yang populer dengan sebutan [[masakan Padang]], dan sangat digemari di [[Indonesia]] bahkan sampai mancanegara.<ref>{{cite book|last=Ramli|first=Andriati|year=2008|title=Masakan Padang: Populer & Lezat|publisher=Niaga Swadaya|ISBN=978-979-1477-09-3|ref=Ramli}}</ref>
Baris 59:
Nama Minangkabau berasal dari dua kata, ''minang'' dan ''kabau''. Nama itu dikaitkan dengan suatu [[legenda]] khas Minang yang dikenal di dalam [[Tambo Minangkabau|tambo]]. Dari tambo tersebut, konon pada suatu masa ada satu kerajaan asing (biasa ditafsirkan sebagai [[Majapahit]]) yang datang dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang lapar. Dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama ''Minangkabau'',<ref name="Djamaris">{{cite book|last=Djamaris|first=Edwar|year=1991|title=Tambo Minangkabau|publisher=Balai Pustaka|location=Jakarta|pages=220-221|ISBN=978-979-1477-09-3}}</ref> yang berasal dari ucapan "''Manang kabau''" (artinya menang kerbau). Kisah tambo ini juga dijumpai dalam ''[[Hikayat Raja-raja Pasai]]'' dan juga menyebutkan bahwa kemenangan itu menjadikan negeri yang sebelumnya bernama ''Periaman'' ([[Pariaman]]) menggunakan nama tersebut.<ref>{{cite book|last=Hill|first=A.H.|year=1960|title=Hikayat Raja-raja Pasai|publisher=Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland|location=London|ref=Pasai}}</ref> Selanjutnya penggunaan nama ''Minangkabau'' juga digunakan untuk menyebut sebuah [[nagari]], yaitu Nagari [[Minangkabau, Sungayang, Tanah Datar|Minangkabau]], yang terletak di kecamatan [[Sungayang, Tanah Datar|Sungayang]], kabupaten [[Tanah Datar]], provinsi [[Sumatera Barat]].
 
Dalam catatan sejarah kerajaan [[Majapahit]], [[Nagarakretagama]]<ref>{{cite book|last=Brandes|first=J.L.A.|year=1902|title=Nāgarakrětāgama; Lofdicht van Prapanjtja op Koning Radjasanagara, Hajam Wuruk, van Madjapahit, Naar Het Eenige Daarvan Bekende Handschrift, Aangetroffen in de Puri te Tjakranagara op Lombok|ref=Brandes}}</ref> bertarikh 1365, juga telah menyebutkan nama '''Minangkabwa''' sebagai salah satu dari negeri [[Melayu]] yang ditaklukannya. Di sisi lain, nama "Minang" ([[kerajaan Minanga]]) itu sendiri juga telah disebutkan dalam [[Prasasti Kedukan Bukit]] tahun [[682]] dan ber[[bahasa Sanskerta]]. Dalam [[prasasti]] itu dinyatakan bahwa pendiri kerajaan [[Sriwijaya]] yang bernama [[Dapunta Hyang]] bertolak dari "Minānga" ....<ref>{{cite book|last=Cœdès|first=George|year=1930|title=Les Inscriptions Malaises de Çrivijaya|publisher=BEFEO|ref=Cœdès}}</ref> Beberapa ahli yang merujuk dari sumber prasasti itu menduga, kata baris ke-4 (...minānga) dan ke-5 (tāmvan....) sebenarnya tergabung, sehingga menjadi '''mināngatāmvan''' dan diterjemahkan dengan makna ''sungai kembar''. Sungai kembar yang dimaksud diduga menunjuk kepada pertemuan (temu) dua sumber aliran [[Sungai Kampar]], yaitu ''Sungai Kampar Kiri'' dan ''Sungai Kampar Kanan''.<ref>{{cite book|last=Purbatjaraka|first=R.M. Ngabehi|year=1952|title=Riwajat Indonesia|publisher=Jajasan Pembangunan|location=Jakarta|ref=Purbatjaraka}}</ref> Namun pendapat ini dibantah oleh Casparis, yang membuktikan bahwa "tāmvan" tidak ada hubungannya dengan "temu", karena kata ''temu'' dan ''muara'' juga dijumpai pada prasasti-prasasti peninggalan zaman Sriwijaya yang lainnya.<ref>{{cite book|last=Casparis|first=J.G. De|year=1956|title=Prasasti Indonesia II|publisher=Masa Baru|location=Bandung|ref=Casparis}} Dinas Purbakala Republik Indonesia.</ref> Oleh karena itu kata ''Minanga'' berdiri sendiri dan identik dengan penyebutan ''Minang'' itu sendiri.
[[Berkas:Flag of Minang.svg|thumb|Bendera atau ''marawa'' yang digunakan suku-suku Minangkabau.]]
 
Baris 68:
Masyarakat Minang merupakan bagian dari masyarakat ''Deutro Melayu'' (Melayu Muda) yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau [[Sumatera]] sekitar 2.500–2.000 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah timur pulau Sumatera, menyusuri aliran [[sungai Kampar]] sampai ke dataran tinggi yang disebut ''darek'' dan menjadi kampung halaman orang Minangkabau.<ref>Graves (1981). hlm. 4.</ref> Beberapa kawasan ''darek'' ini kemudian membentuk semacam [[konfederasi]] yang dikenal dengan nama ''[[luhak]]'', yang selanjutnya disebut juga dengan nama ''Luhak Nan Tigo'', yang terdiri dari ''[[Luhak Limo Puluah]]'', ''[[Luhak Agam]]'', dan ''[[Luhak Tanah Data]]''.<ref name="Datuk"/> Pada masa pemerintahan [[Hindia-Belanda]], kawasan ''luhak'' tersebut menjadi daerah teritorial pemerintahan yang disebut ''[[afdeling]]'', dikepalai oleh seorang residen yang oleh masyarakat Minangkabau disebut dengan nama ''Tuan Luhak''.<ref name="Navis-1"/>
 
Sementara seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan penduduk, masyarakat Minangkabau menyebar ke kawasan darek yang lain serta membentuk beberapa kawasan tertentu menjadi kawasan ''[[rantau]]''. Konsep [[rantau]] bagi masyarakat Minang merupakan suatu kawasan yang menjadi pintu masuk ke alam Minangkabau. Rantau juga berfungsi sebagai tempat mencari kehidupan, kawasan perdagangan. Rantau di Minangkabau dikenal dengan ''Rantau Nan duoDuo'' terbagi atas ''Rantau di Hilia'' (kawasan pesisir timur) dan ''Rantau di Mudiak'' (kawasan pesisir barat).
 
Pada awalnya penyebutan orang Minang belum dibedakan dengan orang Melayu, namun sejak abad ke-19, penyebutan Minang dan [[Melayu]] mulai dibedakan melihat budaya [[matrilineal]] yang tetap bertahan berbanding [[patrilineal]] yang dianut oleh masyarakat Melayu umumnya.<ref>{{cite book|last=Andaya|first=L.Y.|year=2008|title=Leaves of the Same Tree: Trade and Ethnicity in the Straits of Melaka|publisher=University of Hawaii Press|ISBN=0-8248-3189-6|ref=Andaya}}</ref> Kemudian pengelompokan ini terus berlangsung demi kepentingan [[sensus]] penduduk maupun [[politik]].
Baris 75:
 
== Agama ==
Masyarakat Minang saat ini merupakan pemeluk agama [[Islam]], jika ada masyarakatnya keluar dari agama islam (''murtad''), secara langsung yang bersangkutan juga dianggap keluar dari masyarakat Minang, dalam istilahnya disebut "dibuang sepanjang [[adat]]". Agama Islam diperkirakan masuk melalui kawasan pesisir timur, walaupun ada anggapan dari pesisir barat, terutama pada kawasan [[Pariaman]], namun kawasan ''Arcat'' (Aru dan Rokan) serta Inderagiri yang berada pada pesisir timur juga telah menjadi kawasan pelabuhan Minangkabau, dan [[Sungai Kampar]] maupun [[Batang Kuantan]] berhulu pada kawasan pedalaman Minangkabau. Sebagaimana pepatah yang ada di masyarakat, ''Adat manurun, Syara'Syarak mandaki'' (Adat diturunkan dari pedalaman ke pesisir, sementara agama (Islam) datang dari pesisir ke pedalaman),<ref>{{cite journal|last=Abdullah|first=Taufik|journal=|title=Adat and Islam: An Examination of Conflict in Minangkabau|volume=2|issue=2|year=1966|pages=1–24|doi=10.2307/3350753|ref=Abdullah}}</ref> serta hal ini juga dikaitkan dengan penyebutan ''Orang Siak'' merujuk kepada orang-orang yang ahli dan tekun dalam agama Islam,<ref>{{cite book|first=Muhammad|last=Syamsu As|year=1996|title=Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya|publisher=Lentera Basritama|ISBN=9798880161}}</ref> masih tetap digunakan di dataran tinggi Minangkabau.
 
Sebelum [[Islam]] diterima secara luas, masyarakat ini dari beberapa bukti arkeologis menunjukan pernah memeluk agama [[Buddha]] terutama pada masa kerajaan [[Sriwijaya]], [[Dharmasraya]], sampai pada masa-masa pemerintahan [[Adityawarman]] dan anaknya [[Ananggawarman]]. Kemudian perubahan struktur kerajaan dengan munculnya [[Kerajaan Pagaruyung]] yang telah mengadopsi [[Islam]] dalam sistem pemerintahannya, walau sampai abad ke-16, ''[[Suma Oriental]]'' masih menyebutkan dari 3tiga [[raja Minangkabau]] hanya satu yang telah memeluk Islam.
 
Kedatangan ''Haji Miskin'', ''Haji Sumanik'' dan ''Haji Piobang'' dari [[Mekkah]] sekitar tahun 1803,<ref>{{cite book|last=Azra|first=Azyumardi|authorlink=Azyumardi Azra|year=2004|title=The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia: Networks of Malay-Indonesian and Middle Eastern "Ulamā" in the Seventeenth and Eighteenth Centuries|publisher=University of Hawaii Press|ISBN=0-8248-2848-8|ref=Azra}}</ref> memainkan peranan penting dalam penegakan [[hukum]] Islam di pedalaman Minangkabau. Walau di saat bersamaan muncul tantangan dari masyarakat setempat yang masih terbiasa dalam tradisi adat, dan puncak dari konflik ini muncul [[Perang Padri]] sebelum akhirnya muncul kesadaran bersama bahwa ''Adat berazaskanberasaskan Al-Qur'an''.<ref name="Nain">{{cite book|last=Nain|first=Sjafnir Aboe|year=2004|title=Memorie Tuanku Imam Bonjol (Terjemahan)|publisher=PPIM|location=Padang}}</ref>
 
[[Berkas:Randai Padang Panjang.jpg|thumb|[[Randai]], sebuah pertunjukan kesenian yang dimainkan secara berkelompok.]]
Baris 95:
Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki dengan ''[[Bundo Kanduang]]'', memainkan peranan dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kaum lelaki dalam posisi mereka sebagai ''mamak'' (paman atau saudara dari pihak ibu), dan [[penghulu]] (kepala suku). Pengaruh yang besar tersebut menjadikan perempuan Minang disimbolkan sebagai ''Limpapeh Rumah Nan Gadang'' (pilar utama rumah).<ref>{{cite book|last=Koning|first=Juliette|title=Women and Households in Indonesia: Cultural Notions and Social Practices|publisher=Routledge|year=2000|ISBN=0-7007-1156-2|ref=Westenenk}}</ref> Walau kekuasaan sangat dipengaruhi oleh penguasaan terhadap aset ekonomi namun kaum lelaki dari keluarga pihak perempuan tersebut masih tetap memegang otoritas atau memiliki legitimasi kekuasaan pada komunitasnya.
 
Matrilineal tetap dipertahankan masyarakat Minangkabau sampai sekarang walau hanya diajarkan secara turun temurun dan tidak ada [[sanksi]] adat yang diberikan kepada yang tidak menjalankan sistem kekerabatan tersebut. Pada setiap individu Minang misalnya, memiliki kecenderungan untuk menyerahkan harta pusaka—yang seharusnya dibagi kepada setiap anak menurut hukum faraidh dalam [[Islam]]—hanya kepada anak perempuannya. Anak perempuan itu nanti menyerahkan pula kepada anak perempuannya pula., Begitubegitu seterusnya., Sehinggasehingga Tsuyoshi Kato dalam [[disertasi]]nyadisertasinya menyebutkan bahwa sistem matrilineal akan semakin menguat dalam diri orang-orang Minangkabau walau mereka telah menetap di kota-kota di luar Minang sekalipun dan mulai mengenal sistem [[patrilineal]].<ref name="Kato"/>
 
=== Bahasa ===
Baris 101:
{{utama|Bahasa Minangkabau}}
 
Bahasa Minangkabau merupakantermasuk salah satu anak cabang Bahasa[[rumpun bahasa Austronesia]]. Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan Bahasa Minangkabau dengan [[Bahasa Melayu]], ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga yang menyebut Bahasa Minangkabau merupakan Bahasa Proto-Melayu.<ref>{{cite book|last=Simanjuntak|first=Mengantar|title=Aspek Bahasa dan Pengajaran|publisher=Sarjana Enterprise|year=1982|ref=Simanjuntak}}</ref><ref>{{cite book|last=Garry|first=J.|last2=R.|first2=Carl|last3=Rubino|first3=G.|title=Facts About the World's Languages: An Encyclopedia of the World's Major Languages, Past and Present|publisher=H.W. Wilson|year=2001|ISBN=0-8242-0970-2|ref=Garry}}</ref> Selain itu dalam masyarakat penutur Bahasa Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam dialek bergantung kepada daerahnya masing-masing.<ref>{{cite book|last=Medan|first=Tamsin|title=Bahasa Minangkabau Dialek Kubuang Tigo Baleh|publisher=Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|year=1985|ref=Medan}}</ref><ref>{{cite book|last=Nadra|first=|title=Rekonstruksi Bahasa Minangkabau|publisher=Andalas University Press|year=2006|ISBN=979-3364-55-6|ref=Nadra}}</ref>
 
Pengaruh bahasa lain yang diserap ke dalam [[Bahasa Minang]] umumnya dari [[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]], [[Bahasa Arab|Arab]], [[Bahasa Tamil|Tamil]], dan [[Bahasa Persia|Persia]]. Kemudian kosakata Sanskerta dan Tamil yang dijumpai pada beberapa [[prasasti]] di Minangkabau telah ditulis menggunakan bermacam aksara di antaranya [[Aksara Dewanagari|Dewanagari]], [[Aksara Pallawa|Pallawa]], dan [[Aksara Kawi|Kawi]]. Menguatnya [[Islam]] yang diterima secara luas juga mendorong masyarakatnya menggunakan [[Abjad Jawi]] dalam penulisan sebelum berganti dengan [[Alfabet Latin]].
Baris 116:
''[[Silek]]'' atau [[Silat Minangkabau]] merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini yang sudah berkembang sejak lama. Selain itu, adapula tarian yang bercampur dengan ''silek'' yang disebut dengan ''[[randai]]''. Randai biasa diiringi dengan nyanyian atau disebut juga dengan ''[[sijobang]]'',<ref>{{cite book|title=Sijobang: Sung Narrative Poetry of West Sumatra|last=Phillips|first=Nigel|year=1981|publisher=Cambridge University Press|ISBN=978-0-521-23737-6|ref=Phillips}}</ref> dalam randai ini juga terdapat seni peran (''acting'') berdasarkan [[skenario]].<ref>{{cite book|title=Theater and Martial Arts in West Sumatra: Randai and Silek of the Minangkabau|last=Pauka|first=K.|year=1998|publisher=Ohio University Press|ISBN=978-0-89680-205-6|ref=Pauka}}</ref>
 
Selain itu, Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata. Terdapat tiga genre seni berkata-kata, yaitu ''[[pasambahan]]'' (persembahan), indang, dan salawat dulang. Seni berkata-kata atau bersilat lidah, lebih mengedepankan kata sindiran, kiasan, ibarat, [[alegori]], [[metafora]], dan [[aforisme]]. Dalam seni berkata-kata seseorang diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri, tanpa menggunakan senjata dan kontak fisik.<ref>{{cite book|title=Masa Depan Seni Bersilat Lidah Minangkabau|last=Suryadi|first=|year=2010|publisher=[[Padang Ekspres]]|ref=Suryadi}}</ref>
 
=== Olahraga ===
Baris 139:
[[Berkas:Rendang daging sapi asli Padang.JPG|thumb|220px|right|[[Rendang]] daging sapi yang tengah dihidangkan dengan [[ketupat]].]]
{{utama|Masakan Padang}}
Masyarakat Minang juga dikenal akan aneka masakannya. Dengan citarasanya yang pedas, membuat masakan ini populer di kalangan masyarakat [[Indonesia]], sehingga dapat ditemukan di hampir seluruh [[Nusantara]].<ref name="Rice93">{{cite book|last=Owen|first=Sri|title=The Rice Book|publisher=Doubleday|year=1993|isbn=0-7112-2260-6}}</ref> Di [[Malaysia]] dan [[Singapura]], masakan ini juga sangat digemari, begitu pula dengan negara-negara lainnya. Bahkan, seni memasak yang dimiliki masyarakat Minang juga berkembang di kawasan-kawasan lain seperti [[Riau]], [[Jambi]], dan [[Negeri Sembilan]], [[Malaysia]]. Salah satu masakan tradisional Minang yang terkenal adalah [[Rendang]], yang mendapat pengakuan dari seluruh dunia sebagai hidangan terlezat.<ref>{{cite book|first=Sri|last=Owen|title=Indonesian Regional Food and Cookery Doubleday|location=London dan Sydney|year=1994|publisher=Frances Lincoln Ltd|ISBN=978-1862056787}}</ref><ref>{{cite web|url=http://www.cnngo.com/explorations/eat/readers-choice-worlds-50-most-delicious-foods-012321|title=World’sWorld's 50 Most Delicious Foods by CNN GO|date=2011-09-07|accessdate=2012-05-18}}</ref> Masakan lainnya yang khas antara lain [[Asam Pedas]], [[Soto Padang]], [[Sate Padang]], dan [[Dendeng Balado]]. Masakan ini umumnya dimakan langsung dengan tangan.
 
Masakan Minang mengandung bumbu [[rempah-rempah]] yang kaya, seperti [[cabai]], [[serai]], [[lengkuas]], [[kunyit]], [[jahe]], [[bawang putih]], dan [[bawang merah]]. Beberapa di antaranya diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang kuat, sehingga tidak mengherankan jika ada masakan Minang yang dapat bertahan lama.<ref>{{cite web|url=http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/41871/BULETIN|first=Winiati|last=Pudji Rahayu|title=Aktivitas Antimikroba Bumbu Masakan Tradisional Hasil Olahan Industri Terhadap Bakteri Patogen Perusak}}</ref> DiPada hari-hari tertentu, masakan yang dihidangkan banyak yang berbahan utama [[daging]], terutama daging [[sapi]], daging [[kambing]], dan daging [[ayam]].
 
Masakan ini lebih dikenal dengan sebutan ''[[Masakan Padang]]'', begitu pula dengan restoran atau rumah makan yang khusus menyajikannya disebut ''[[Restoran Padang]]''. Padahal dalam masyarakat Minang itu sendiri, memiliki karakteristik berbeda dalam pemilihan bahan dan proses memasak, bergantung kepada daerahnya masing-masing.
Baris 148:
=== Persukuan ===
{{utama|Daftar suku Minangkabau}}
Suku dalam tatanan Masyarakat Minangkabau merupakan basis dari organisasi sosial, sekaligus tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental. Pengertian awal kata ''suku'' dalam [[Bahasa Minangkabau|Bahasa Minang]] dapat bermaksud ''satu per-empatperempat'', sehingga jika dikaitkan dengan pendirian suatu [[nagari]] di [[Minangkabau]], dapat dikatakan sempurna apabila telah terdiri dari komposisi empat suku yang mendiami kawasan tersebut. Selanjutnya, setiap suku dalam tradisi Minang, diurut dari garis keturunan yang sama dari pihak ibu, dan diyakini berasal dari satu keturunan nenek moyang yang sama.<ref name="Datuk"/>
 
Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta, dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.
Baris 174:
[[Berkas:Pagaruyung.jpg|thumb|220px|left|[[Istana Pagaruyung]] sebuah legitimasi institusi kerajaan Minangkabau.]]
{{utama|Kerajaan Melayu|Dharmasraya|Kerajaan Pagaruyung}}
Dalam laporan [[Hubert Joseph Jean Lambert de Stuers|deDe Stuers]]<ref name="Stuers">{{cite book|last=De Stuers|first=Hubert Joseph Jean Lambert|authorlink=Hubert Joseph Jean Lambert de Stuers|coauthors=|title=Laporan Kepada Gubernur Jendral|publisher=|year=30 Agustus 1825|location=|url=|doi=|isbn=|page=33}} ''Exhibitum''. 24 Agustus 1826. No. 41.</ref> kepada pemerintah [[Hindia-Belanda]], dinyatakan bahwa di daerah pedalaman Minangkabau, tidak pernah ada suatu kekuasaan pemerintahan terpusat dibawah seorang [[raja]]. Tetapi yang ada adalah nagari-nagari kecil yang mirip dengan pemerintahan polis-polis pada masa [[Yunani]] kuno.<ref>{{cite book|first=Robert Johnson|last=Bonner|coauthors=|title=Aspects of Athenian Democracy Vol. 11|publisher=University of California Press|year=1933|isbn=|pages=25-86|ref=Bonner}}</ref> Namun dari beberapa [[prasasti]] yang ditemukan pada kawasan pedalaman Minangkabau, serta dari [[Tambo Minangkabau|tambo]] yang ada pada masyarakat setempat, etnis Minangkabau pernah berada dalam suatu sistem kerajaan yang kuat dengan daerah kekuasaan meliputi pulau Sumatera dan bahkan sampai [[Semenanjung Malaya]]. Beberapa kerajaaan yang ada di wilayah Minangkabau antara lain [[Kerajaan Dharmasraya]], [[Kerajaan Pagaruyung]], dan [[Kerajaan Inderapura]].
 
Sistem kerajaan ini masih dijumpai di [[Negeri Sembilan]], salah satu kawasan dengan komunitas masyarakat Minang yang cukup signifikan. Pada awalnya masyarakat Minang di negeri ini menjemput seorang putra ''[[Raja Alam|Raja Alam Minangkabau]]'' untuk menjadi [[raja]] mereka, sebagaimana tradisi masyarakat Minang sebelumnya, seperti yang diceritakan dalam [[Sulalatus Salatin]].
Baris 229:
[[Merantau]] pada etnis Minang telah berlangsung cukup lama. Sejarah mencatat [[migrasi]] pertama terjadi pada abad ke-7, di mana banyak pedagang-pedagang emas yang berasal dari pedalaman Minangkabau melakukan perdagangan di muara [[Kota Jambi|Jambi]], dan terlibat dalam pembentukan [[Kerajaan Malayu]].<ref>{{cite book|last=Munoz|first=Paul Michel|authorlink=|coauthors=|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula|publisher=|year=2006|location=|url=|doi=|isbn=|pages=|ref=Munoz}}</ref> Migrasi besar-besaran terjadi pada abad ke-14, dimana banyak keluarga Minang yang berpindah ke pesisir timur Sumatera. Mereka mendirikan koloni-koloni dagang di [[Kabupaten Batubara|Batubara]], [[Kabupaten Pelalawan|Pelalawan]], hingga melintasi selat ke [[Penang]] dan [[Negeri Sembilan]], [[Malaysia]]. Bersamaan dengan gelombang migrasi ke arah timur, juga terjadi perpindahan masyarakat Minang ke pesisir barat Sumatera. Di sepanjang pesisir ini perantau Minang banyak bermukim di [[Meulaboh]], [[Aceh]] tempat keturunan Minang dikenal dengan sebutan [[Aneuk Jamee]]; [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]], [[Sibolga, Tapanuli Tengah|Sibolga]], [[Natal, Mandailing Natal|Natal]], hingga [[Bengkulu]].<ref>{{cite book|last=Dobbin|first=Christine|title=Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi, Minangkabau 1784–1847|ref=Dobbin}}</ref> Setelah [[Kesultanan Malaka]] jatuh ke tangan [[Portugis]] pada tahun 1511, banyak keluarga Minangkabau yang berpindah ke [[Sulawesi Selatan]]. Mereka menjadi pendukung [[kerajaan Gowa]], sebagai pedagang dan administratur kerajaan. Datuk Makotta bersama istrinya Tuan Sitti, sebagai cikal bakal keluarga Minangkabau di Sulawesi.<ref>{{cite web|url=http://www.rajaalihaji.com/id/article.php?a=YURIL3c%3D=|title=Melayu-Bugis-Melayu dalam Arus Balik Sejarah|publisher=www.rajaalihaji.com|date=2008-12-24|accessdate=2011-07-22}}</ref> Gelombang migrasi berikutnya terjadi pada abad ke-18, yaitu ketika Minangkabau mendapatkan hak istimewa untuk mendiami kawasan [[Kerajaan Siak]].
 
Pada masa penjajahan Hindia-Belanda, migrasi besar-besaran kembali terjadi pada tahun [[1920]], ketika perkebunan [[tembakau]] di [[Deli Serdang]], [[Sumatera Timur]] mulai dibuka. Pada masa [[Kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan]], Minang perantauan banyak mendiami kota-kota besar di [[Jawa]], pada tahun [[1961]] jumlah perantau Minang terutama di kota Jakarta meningkat 18,7 kali dibandingkan dengan tingkat pertambahan penduduk kota itu yang hanya 3,7 kali,<ref>{{cite book|title=Religion, Politics, and Economic Behaviour in Java: The Kudus Cigarette Industry|last=Castles|first=Lance|authorlink=|coauthors=|year=1967|publisher=Yale University|location=|isbn=|pages=|url=|accessdate=|ref=Castles}}</ref> dan pada tahun [[1971]] etnis ini diperkirakan telah berjumlah sekitar 10% dari jumlah penduduk Jakarta waktu itu.<ref name="Syam"/> Kini Minang perantauan hampir tersebar di seluruh dunia.
 
[[Berkas:Tuo Kayu Jao Mosque.jpg|thumb|right|200px|[[Masjid Tuo Kayu Jao]] di kecamatan [[Gunung Talang, Solok|Gunung Talang]], [[kabupaten Solok]] yang didirikan sekitar abad ke-16.]]
Baris 243:
Para perantau yang pulang ke kampung halaman, biasanya akan menceritakan pengalaman merantau kepada anak-anak kampung. Daya tarik kehidupan para perantau inilah yang sangat berpengaruh di kalangan masyarakat Minangkabau sedari kecil. Siapa pun yang tidak pernah mencoba pergi merantau, maka ia akan selalu diperolok-olok oleh teman-temannya.<ref>{{cite book|last=Radjab|first=Muhammad|authorlink=|coauthors=|title=Semasa Ketjil di Kampung (1913-1928): Autobiografi Seorang Anak Minangkabau|publisher=Balai Pustaka|year=1950|location=Jakarta|url=|doi=|isbn=|page=|ref=Radjab}}</ref> Hal inilah yang menyebabkan kaum pria Minang memilih untuk merantau. Kini wanita Minangkabau pun sudah lazim merantau. Tidak hanya karena alasan ikut suami, tapi juga karena ingin berdagang, meniti karier dan melanjutkan pendidikan.
 
Menurut [[Rudolf Mrazek]], sosiolog [[Belanda]], dua tipologi budaya Minang, yakni dinamisme dan anti-parokialisme melahirkan jiwa merdeka, kosmopolitan, egaliter, dan berpandangan luas, hal ini menyebabkan tertanamnya budaya merantau pada masyarakat Minangkabau.<ref>{{cite web|url=http://www.antara-sumbar.com/id/index.php?sumbar=perspektif&j=&id=1|title=Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Ma'arif, Satu Nomor Contoh Produk Tradisi Merantau|publisher=Antara[[Lembaga BiroKantor SumateraBerita BaratNasional Antara|ANTARA]]|date=2008-11-05|accessdate=2011-07-22}}</ref> Semangat untuk mengubah nasib dengan mengejar ilmu dan kekayaan, serta pepatah Minang yang mengatakan ''Karatau madang dahulu, babuah babungo alun, marantau bujang dahulu, di rumah paguno balun'' (lebih baik pergi merantau karena dikampung belum berguna) mengakibatkan pemuda Minang untuk pergi merantau sedari muda.
[[Berkas:Bamboofabric.gif|thumb|right|200px|Salah satu motif tenun [[songket]] Minangkabau khas nagari [[Pandai Sikek, Sepuluh Koto, Tanah Datar|Pandai Sikek]].]]
 
Baris 279:
Pada periode 1920–1960, banyak politisi Indonesia berpengaruh lahir dari ranah Minangkabau. Menjadi salah satu motor perjuangan kemerdekaan Asia, pada tahun 1923 [[Tan Malaka]] terpilih menjadi wakil [[Komunis Internasional]] untuk wilayah Asia Tenggara. Politisi Minang lainnya [[Muhammad Yamin]], menjadi pelopor [[Sumpah Pemuda]] yang mempersatukan seluruh rakyat [[Hindia-Belanda]]. Di dalam [[Volksraad]], politisi asal Minang-lah yang paling vokal. Mereka antara lain [[Jahja Datoek Kajo]], [[Agus Salim]], dan Abdul Muis. Tokoh Minang lainnya [[Mohammad Hatta]], menjadi ko-proklamator kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan, empat orang Minangkabau duduk sebagai perdana menteri ([[Sutan Syahrir]], Mohammad Hatta, [[Abdul Halim]], [[Muhammad Natsir]]), seorang sebagai presiden ([[Assaat]]), seorang sebagai wakil presiden (Mohammad Hatta), seorang menjadi pimpinan parlemen ([[Chaerul Saleh]]), dan puluhan yang menjadi menteri, di antara yang cukup terkenal ialah [[Azwar Anas]], [[Fahmi Idris]], dan [[Emil Salim]]. Emil bahkan menjadi orang Indonesia terlama yang duduk di kementerian RI. Minangkabau, salah satu dari dua etnis selain etnis [[Suku Jawa|Jawa]], yang selalu memiliki wakil dalam setiap kabinet pemerintahan Indonesia. Selain di pemerintahan, pada masa [[Demokrasi liberal]] parlemen Indonesia didominasi oleh politisi Minang. Mereka tergabung kedalam aneka macam partai dan ideologi, islamis, nasionalis, komunis, dan sosialis.
 
Di sampingSelain menjabat gubernur provinsi Sumatera Tengah/ atau Sumatera Barat, orang-orang Minangkabau juga duduk sebagai gubernur provinsi lain di Indonesia. Mereka adalah [[Datuk Djamin]] ([[Jawa Barat]]), [[Daan Jahja]] ([[Jakarta]]), Muhammad Djosan dan Muhammad Padang ([[Maluku]]), Anwar Datuk Madjo Basa Nan Kuniang dan Moenafri ([[Sulawesi Tengah]]), [[Adenan Kapau Gani]] dan [[Rosihan Arsyad]] ([[Sumatera Selatan]]), Eny Karim ([[Sumatera Utara]]), serta Djamin Datuk Bagindo ([[Jambi]]).<ref>{{cite web|url=http://www.posmetropadang.com.+October|title=Budaya Merantau Orang Minang (1) Kalaulah di Bulan Ada Kehidupan|publisher=Pos Metro Padang|date=2008-10-10|accessdate=2011-07-24|ref=Pos Metro Padang}} {{dead link}}</ref>
 
Beberapa partai politik Indonesia didirikan oleh politisi Minang. PARI dan [[Partai Murba|Murba]] didirikan oleh Tan Malaka, [[Partai Sosialis Indonesia]] oleh Sutan Sjahrir, PNI Baru oleh Mohammad Hatta, [[Masyumi]] oleh Mohammad Natsir, [[Perti]] oleh [[Syekh Sulaiman ar-Rasully|Sulaiman ar-Rasuli]], dan [[Persatuan Muslim Indonesia|Permi]] oleh [[Rasuna Said]]. Selain mendirikan partai politik, politisi Minang juga banyak menghasilkan buku-buku yang menjadi bacaan wajib para aktivis pergerakan.
 
Penulis Minang banyak memengaruhi perkembangan bahasa dan [[sastra Indonesia]]. Mereka mengembangkan bahasa melalui berbagai macam karya tulis dan keahlian. [[Marah Rusli]], [[Abdul Muis]], [[Idrus]], [[Hamka]], dan [[A.A Navis]] berkarya melalui penulisan novel. [[Nur Sutan Iskandar]] novelis Minang lainnya, tercatat sebagai penulis novel Indonesia yang paling produktif. [[Chairil Anwar]] dan [[Taufik Ismail]] berkarya lewat penulisan puisi. Serta [[Sutan Takdir Alisjahbana]], novelis sekaligus ahli tata bahasa, melakukan modernisasi bahasa Indonesia sehingga bisa menjadi bahasa persatuan nasional. Novel-novel karya sastrawan Minang seperti ''[[Sitti Nurbaya]]'', ''[[Salah Asuhan]]'', ''[[Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck]]'', ''[[Layar Terkembang]]'', dan ''[[Robohnya Surau Kami]]'' telah menjadi bahan bacaan wajib bagi siswa sekolah di Indonesia dan Malaysia.
 
Selain melalui karya sastra, pengembangan bahasa Indonesia banyak pula dilakukan oleh jurnalis Minang. Mereka antara lain [[Adinegoro|Djamaluddin Adinegoro]], [[Rosihan Anwar]], dan [[Ani Idrus]]. Di sampingSelain [[Abdul Rivai]] yang dijuluki sebagai Perintis Pers Indonesia, [[Rohana Kudus]] yang menerbitakan ''Sunting Melayu'', menjadi wartawan sekaligus pemilik koran wanita pertama di Indonesia.
 
Selain melalui karya sastra, pengembangan bahasa Indonesia banyak pula dilakukan oleh jurnalis Minang. Mereka antara lain [[Adinegoro|Djamaluddin Adinegoro]], [[Rosihan Anwar]], dan [[Ani Idrus]]. Di samping [[Abdul Rivai]] yang dijuluki sebagai Perintis Pers Indonesia, [[Rohana Kudus]] yang menerbitakan ''Sunting Melayu'', menjadi wartawan sekaligus pemilik koran wanita pertama di Indonesia.
[[Berkas:Sultan Malaysia I.jpg|thumb|left|150px|[[Tuanku Abdul Rahman]], salah seorang tokoh Minang yang berpengaruh di kawasan rantau.]]
Di Indonesia dan Malaysia, disampingselain orang [[Tionghoa]], orang Minang juga terkenal sebagai pengusaha ulung. Banyak pengusaha Minang sukses berbisnis di bidang perdagangan tekstil, rumah makan, perhotelan, pendidikan, keuangan, dan kesehatan. Di antara figur pengusaha sukses adalah, [[Abdul Latief]] (pemilik ''ALatief Corporation''), [[Basrizal Koto]] (pemilik peternakan sapi terbesar di Asia Tenggara), [[Hasyim Ning]] (pengusaha perakitan mobil pertama di Indonesia), dan [[Tunku Tan Sri Abdullah]] (pemilik ''Melewar Corporation'' Malaysia).
 
Banyak pula orang Minang yang sukses di dunia hiburan, baik sebagai sutradara, produser, penyanyi, maupun artis. Sebagai sutradara dan produser ada [[Usmar Ismail]], [[Asrul Sani]], [[Djamaludin Malik]], dan [[Arizal]]. Arizal bahkan menjadi sutradara dan produser film yang paling banyak menghasilkan karya. Sekurang-kurangnya 52 film dan 8 sinetron dalam 1.196 episode telah dihasilkannya. Pemeran dan penyanyi Minang yang terkenal beberapa di antaranya adalah [[Afgan Syah Reza]], [[Aznil Nawawi]], [[Dorce Gamalama]], [[Marshanda]], [[Eva Arnaz]], dan [[Nirina Zubir]]. Pekerja seni lainnya, ratu kuis [[Ani Sumadi]], menjadi pelopor dunia perkuisan di Indonesia. Selain mereka, [[Soekarno M. Noer]] beserta putranya [[Rano Karno]], mungkin menjadi pekerja hiburan paling sukses di Indonesia, baik sebagai aktor maupun sutradara film. Pada tahun 1993, ''Karno's Film'' perusahaan film milik keluarga Soekarno, memproduksi film seri dengan peringkat tertinggi sepanjang sejarah [[perfilman Indonesia]], ''[[Si Doel Anak Sekolahan]]''.
 
Di Malaysia dan Singapura, kontribusi orang Minangkabau juga cukup besar. Pada tahun 1723, [[Abdul Jalil Rahmad Syah I dari Siak|Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I]], duduk sebagai [[sultan Johor]] sebelum akhirnya mendirikan [[Kerajaan Siak]] di daratan Riau.<ref>{{cite webbook|urllast1=http://wwwCave|first1=J.melayuonline.com|titlelast2=Sejarah Kerajaan SiakNicholl|accessdatefirst2=2011-07-22R|worklast3=wwwThomas|first3=P.melayuonline L.com|reflast4=MelayuonlineEffendy|first4=T.com|year=1989|title=Syair Perang Siak: A Court Poem Presenting the State Policy of a Minangkabau Malay Royal Family in Exile|publisher=Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society}}</ref> Di awal abad ke-18, Nakhoda Bayan, Nakhoda Intan, dan Nakhoda Kecil meneruka [[Pulau Pinang]].<ref>{{cite web|url=http://www.nst.com.my/opinion/columnist/losing-a-big-part-of-our-heritage-1.35675|title=Losing a Big Part of Our Heritage|accessdate=|work=[[New Straits Times]]|ref=New Straits Times}}</ref> Tahun 1773, [[Raja Melewar]] diutus [[kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] untuk memimpin rantau [[Negeri Sembilan]]. Ia juga menyebarkan [[Lareh Bodi Caniago|Adat Perpatih]] dan [[Lareh Koto Piliang|Adat Tumenggung]], yang sampai saat ini masih berlaku di Semenanjung Malaya. Menjelang masa kemerdekaan beberapa politisi Minang mendirikan partai politik. Di antaranya adalah [[Ahmad Boestamam]] yang mendirikan Parti Rakyat Malaysia dan [[Rashid Maidin]] yang mengikrarkan [[Parti Komunis Malaya]]. Setelah kemerdekaan [[Tuanku Abdul Rahman]] menjadi [[Yang Dipertuan Agung]] pertama Malaysia., Sedangkansedangkan [[Rais Yatim]], [[Amirsham Abdul Aziz]], dan [[Abdul Samad Idris]], duduk di kursi kabinet. Beberapa nama lainnya yang cukup berjasa adalah [[Sheikh Muszaphar Shukor]] (astronot pertama Malaysia), [[Syeikh Muhammad Saleh Al-Minankabawi|Muhammad Saleh Al-Minangkabawi]] (kadi besar [[Perak, Malaysia|Kerajaan Perak]]), [[Syeikh Tahir Jalaluddin Al-Azhari|Tahir Jalaluddin Al-Azhari]] (ulama terkemuka), [[Adnan bin Saidi]] (pejuang kemerdekaan Malaysia), dan [[Abdul Rahim Kajai]] (perintis pers Malaysia). Di Singapura, [[Mohammad Eunos Abdullah]] dan [[Abdul Rahim Ishak]] muncul sebagai politisi Singapura terkemuka, [[Yusof bin Ishak]] menjadi presiden pertama Singapura, dan [[Zubir Said]] menciptakan lagu kebangsaan Singapura ''Majulah Singapura''.
 
Beberapa tokoh Minang juga memiliki reputasi internasional. Di antaranya, [[Roestam Effendi]] yang mewakili Partai Komunis Belanda, dan menjadi orang Hindia pertama yang duduk sebagai anggota parlemen Belanda.<ref>{{cite web|url=http://www.tempointeraktif.com/hg/caping/1979/06/02/mbm.19790602.CTP54667.id.html|title=Mengenang Sastrawan Rustam Effendi|work=[[Tempointeraktif|Tempo Interaktif]]|date=1979-06-02|accessdate=2011-07-22|ref=Tempo Interaktif}}</ref> Di [[Arab Saudi]], [[Ahmad Khatib Al-Minangkabawi]], menjadi satu-satunya orang non-[[Suku Arab|Arab]] yang pernah menjabat imam besar [[Masjidil Haram]], [[Mekkah]]. Mohammad Natsir, salah seorang tokoh Islam terkemuka, pernah menduduki posisi presiden Liga Muslim se-Dunia (''World Moslem Congress'') dan ketua Dewan Masjid se-Dunia. Sementara itu [[Azyumardi Azra]], menjadi orang pertama di luar warga negara [[Negara-Negara Persemakmuran|Persemakmuran]] yang mendapat gelar ''[[Sir]]'' dari [[Inggris|Kerajaan Inggris]].<ref>{{cite web|url=http://news.okezone.com/read/2010/10/08/58/380387/sir-azra-dan-islam-indonesia|title=Sir Azra dan Islam Indonesia|work=[[Okezone.com]]|ref=Okezone.com}}</ref>,
 
== Catatan kakiRujukan ==
{{reflist|2}}
 
Baris 307 ⟶ 308:
 
== Lihat pula ==
* [[Yang Di-PertuanDiPertuan Besar Negeri Sembilan]]
 
== Pranala luar ==