Budaya Minangkabau: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 21:
Masyarakat Minangkabau memiliki filosofi bahwa "pemimpin itu hanyalah ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah." Artinya seorang pemimpin haruslah dekat dengan masyarakat yang ia pimpin, dan seorang pemimpin harus siap untuk dikritik jika ia berbuat salah.<ref>Syamdani, PRRI, Pemberontakan atau Bukan?, Media Pressindo, 2008</ref> Dalam konsep seperti ini, Minangkabau tidak mengenal jenis pemimpin yang bersifat diktator dan totaliter. Selain itu konsep budaya Minangkabau yang terdiri dari republik-republik mini, dimana nagari-nagari sebagai sebuah wilayah otonom, memiliki kepala-kepala kaum yang merdeka. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama, serta dipandang sejajar di tengah-tengah masyarakat.
Dengan filosofi tersebut, maka Minangkabau banyak melahirkan pemimpin-pemimpin yang amanah di berbagai bidang, baik itu politik, ekonomi, kebudayaan, dan keagamaan. Sepanjang abad ke-20, etnis Minangkabau merupakan salah satu kelompok masyarakat di Indonesia yang paling banyak melahirkan pemimpin dan tokoh pelopor.<ref>Audrey R. Kahin, Rebellion to Integration, West Sumatra and the Indonesian Polity 1926-1998, 2005</ref> Mereka antara lain : [[Tan Malaka]], [[Mohammad Hatta]], [[Yusof Ishak]], [[Tuanku Abdul Rahman]], [[Sutan Sjahrir]], [[Agus Salim]], [[Assaat]], [[Hamka]], [[Mohammad Natsir]], [[Muhammad Yamin]], dan [[Abdul Halim]]
==== Pendidikan ====
|