Nichiren Shoshu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 31:
Sejak akhir tahun 1970 sampai pertengahan tahun 1980, NSI berkembang dan mencapai puncak kejayaannya. Sebagaimana umumnya pekembangan organisasi, bilamana telah berkembang pesat, maka pada tahap-tahap tertentu muncul masalah rule of the game, management asset/financial, dan mekanisme pertanggungjawabab kepemimpinan organisasi. Tahun [[1986]] muncul usulan dan tuntutan untuk membuat AD dan ART NSI, yang memang belum ada. Draf AD ART disusun dan dibuat oleh 9 orang atas permintaan Senosoenoto, yang dikemudian hari dikenal sebagai kelompok 9.
Inisiatif kelompok sembilan ini tidak terakomodasi, mereka disingkirkan, AD ART NSI tak kunjung terwujud, mereka lalu membuat [[Yayasan
NSI sendiri sepeninggalan almarhum Senosoenoto,terpecah 2 karena adanya perbedaan pandangan mengenai siapa yang akan menjadi ketua umum berikutnya, antara kubu pendukung wakil ketua umum Johan Nataprawira dan kubu wakil ketua umum Keiko Senosoenoto. Dalam Kongres Luar Biasa yang diadakan di kompleks Vihara Sadhaparibhuta Megamendung yang merupakan pusat pendidikan/pelatihan NSI, dan diikuti dari seluruh wakil-wakil pengurus daerah se Indonesia, terpilih Herwindra Aiko Senosoenoto sebagai Ketua Umum. Namun pihak-pihak yang tidak puas kemudian memilih Suhadi Sendjaja dari kubu Johan Nataprawira dan saat ini masih menjadi ketua umum PBDNSI. Namun keberadaan kelompok Suhadi ini menentang dan tidak patuh terhadap bimbingan/policy Sangha Nichiren Shoshu. Diantaranya, Suhadi dan PBDNSI-nya mendatangkan Sado Kasamatsu, seorang eks biksu yang sudah keluar dari Sekte Nichiren Shoshu. Akibatnya sampai sekarang ini Suhandi Senjaya dikeluarkan dari Nichiren Shoshu dan organisasi NSI tidak diakui sebagai ormas penganut Nichiren Shoshu di Indonesia.
|