Soewardi Idris: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Jayrangkoto (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Jayrangkoto (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{noref-bio|date=Juni 2010}}
'''Soewardi Idris''' ialah seorang pengarang [[sastra]] Indonesia moderen. Nama Soewardi Idris sangat erat hubungannya dengan peristiwa PRRI karena ia hanya menulis satu novel dan novelnya itu bercerita tentang masalah [[PRRI]]. Melalui wawancara di Pusat Bahasa tanggal 1 Februari 1999, Soewardi menyatakan bahwa dialah satu-satunya pengarang yang menceritakan masalah PRRI. Dalam berkarya, Soewardi Idris kadang-kadang menggunakan nama samaran seperti R Baginda SI, Essy, dan Swara Iswari. Nama samaran itu ia gunakan ketika menulis bukan dalam bidangnya tujuannya agar [[pembaca]] tidak merasa di[[monopoli]] karena saat usia muda itu, semangat menulis Soewardi sangat tinggi.▼
Soewardi Idris lahir di Selayo, Solok, [[Sumatera Barat]] pada tanggal 10 November [[1930]], wafat pada tanggal 13 Juli 2004 di Jakarta. Ia lahir dari keluarga [[petani]]. Ayahnya bernama Idris dengan gelar Datuk Rajo Nan Sati, sedangkan ibunya bernama Raisah. Datuk Bandaro Panjang adalah [[gelar adat]] yang dimiliki Soewardi Idris. Ia memang seorang yang memegang teguh adat Minangkabau. Perhatiannya terhadap adat Minangkabau dituangkannya dalam artikel di harian [[Singgalang]] 8 Oktober 1999 dengan judul Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau.▼
▲Nama Soewardi Idris sangat erat hubungannya dengan peristiwa PRRI karena ia hanya menulis satu novel dan novelnya itu bercerita tentang masalah [[PRRI]]. Melalui wawancara di Pusat Bahasa tanggal 1 Februari 1999, Soewardi menyatakan bahwa dialah satu-satunya pengarang yang menceritakan masalah PRRI. Dalam berkarya, Soewardi Idris kadang-kadang menggunakan nama samaran seperti R Baginda SI, Essy, dan Swara Iswari. Nama samaran itu ia gunakan ketika menulis bukan dalam bidangnya tujuannya agar [[pembaca]] tidak merasa di[[monopoli]] karena saat usia muda itu, semangat menulis Soewardi sangat tinggi.
▲Ia lahir dari keluarga [[petani]]. Ayahnya bernama Idris dengan gelar Datuk Rajo Nan Sati, sedangkan ibunya bernama Raisah. Datuk Bandaro Panjang adalah [[gelar adat]] yang dimiliki Soewardi Idris. Ia memang seorang yang memegang teguh adat Minangkabau. Perhatiannya terhadap adat Minangkabau dituangkannya dalam artikel di harian [[Singgalang]] 8 Oktober 1999 dengan judul Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau.
Soewardi Idris adalah anak kelima dari tujuh bersaudara. Dari ketujuh bersaudara itu, hanya Soewardilah yang bergelut dengan dunia tulis-menulis. Ia benar-benar merintis kariernya sendiri. Sukses Soewardi Idris dalam hal tulis-menulis itu semata-mata hasil kerja kerasnya.
Baris 42 ⟶ 24:
[[Kategori:Sastrawan Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Angkatan 66]]
|