Tragedi Bubat: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Perubahan redaksional |
|||
Baris 1:
'''Tragedi Bubat''' adalah [[tragedi]] tewasnya rombongan pengantin [[Kerajaan Sunda|Sunda]] akibat pengkhianatan oleh [[Gajah Mada]], patih [[Majapahit]], dan pasukannya yang terjadi pada tahun 1279 Saka atau 1357 M di [[Bubat]]. Pada masa itu pemerintahan [[Majapahit]] dirajai oleh [[Hayam Wuruk]] sedangkan pemerintahan [[Kerajaan Sunda]] dirajai oleh [[Prabu Maharaja|Maharaja Linggabuana]]. Tragedi ini berakhir dengan tewasnya Raja Sunda bersama rombongannya, termasuk putrinya, [[Dyah Pitaloka Citraresmi]].
Kejadian tragedi ini bersumber dari naskah-naskah kuno ''[[Kidung Sunda]]'', ''[[Kidung Sundayana]]'', [[Carita Parahiyangan]], dan ''[[Pararaton|Serat Pararaton]]''.
== Versi Kidung Sunda ==
'''Kidung Sunda''' adalah sebuah karya sastra dalam [[bahasa Jawa|bahasa Jawa Pertengahan]] berbentuk ''[[tembang]]'' (syair) dan naskahnya ditemukan di Bali. Dalam kidung ini dikisahkan prabu [[Hayam Wuruk]] dari [[Majapahit]] yang ingin mencari seorang permaisuri, kemudian beliau menginginkan putri Sunda yang dalam cerita ini tidak disebutkan namanya. Setelah adanya surat lamaran dari Hayam Wuruk maka pergilah rombongan Raja Sunda ke Majapahit. Namun patih [[Gajah Mada]] tidak suka karena menganggap [[Kerajaan Sunda]]
===Penyebab===
Penyebab dari tragedi Bubat adalah kegagalan Gajah Mada untuk memenuhi sumpahnya yang dikenal sebagai Sumpah Palapa.
Cuplikan teks dari Kidung Sunda yang terkait dengan gagalnya serangan Majapahit adalah sebagai berikut:
:''Ih angapa, Gajah Mada, agung wuwusmu i kami, ngong iki mangkw angaturana sira sang rajaputri, adulurana bakti, mangkana rakwa karěpmu, pada lan Nusantara dede Sunda iki, durung-durung ngong iki andap ring yuda.''
Baris 15 ⟶ 16:
Alihbahasa:
Cuplikan teks yang menggambarkan penolakan Raja Sunda untuk memberikan upeti adalah sebagai berikut:
Baris 26 ⟶ 27:
Alihbahasa:
=== Akibat ===
Pertempuran dahsyat berkecamuk, pasukan Majapahit banyak yang gugur. Tetapi karena kalah jumlahnya, akhirnya hampir semua anggota rombongan pengantin [[Kerajaan Sunda]] tewas oleh pasukan Majapahit. Patih kerajaan
== Versi Carita Parahiyangan ==
[[Carita Parahiyangan]] merupakan nama suatu [[naskah]] [[Sunda]] kuna yang dibuat pada akhir [[abad ke-16]], yang menceritakan sejarah Tanah Sunda. Naskah ini merupakan bagian dari naskah yang ada pada koleksi [[Museum Nasional Indonesia]], di [[Jakarta]], dengan nomor register Kropak 406. Naskah ini terdiri dari 47 lembar daun lontar ukuran 21 x 3 cm, yang dalam tiap lembarna diisi tulisan 4 baris. Aksara yang digunakan dalam penulisan naskah ini adalah [[aksara Sunda]].
Naskah ini hanya sedikit menyinggung tragedi Bubat. Dalam naskah ini diceritakan sebagai berikut:
:''Manak deui Prebu Maharaja, lawasniya ratu tujuh tahun, kena kabawa ku kalawisaya, kabancana ku seuweu dimanten, ngaran Tohaan. Mundut agung dipipanumbasna. Urang réya sangkan nu angkat ka Jawa, mumul nu lakian di Sunda. Pan prangrang di Majapahit.''
yang artinya sebagai berikut:
:''Karena anak, Prabu Maharaja yang menjadi raja selama tujuh tahun, kena bencana, terbawa celaka oleh anaknya, karena Putri meminta terlalu banyak. Awalnya mereka pergi ke Jawa, sebab putri tidak mau bersuami orang Sunda. Maka
== Penulisan ke Dalam Novel ==
Tragedi Bubat ini menjadi sumber inspirasi bagi para penulis novel masa kini untuk menuangkan kreasinya. Berikut adalah daftar beberapa
* [[Hermawan Aksan]] menuturkan kisah di balik Perang Bubat dalam novel Dyah Pitaloka. Penulis ini bebas mengembangkan plot cerita dengan menggabungkan fakta dan imajinasi. Di samping itu, lakon Mahabarata dan Ramayana banyak dikutif sebagai ilustrasi dan pengaya cerita. Dalam novelnya ini, Hermawan Aksan menggambarkan Dyah Pitaloka (tokoh nyata) dengan karakter hasil rekaannya sebagai wanita yang selain cantik juga cerdas, pemberani, dan penuh gagasan maju. Dalam novel ini juga ditampilkan sisi lain Gajah Mada yang licik dan ambisius. Menurutnya Karakter Gajah Mada yang licik dan ambisius rasanya mungkin saja mengingat ia seorang panglima perang sebuah kerajaan besar. Tanpa ambisi, mustahil ia mampu meraih kejayaan.▼
▲Dalam novelnya ini, Hermawan Aksan menggambarkan Dyah Pitaloka (tokoh nyata) dengan karakter hasil rekaannya sebagai wanita yang selain cantik juga cerdas, pemberani, dan penuh gagasan maju. Dalam novel ini juga ditampilkan sisi lain Gajah Mada yang licik dan ambisius. Menurutnya Karakter Gajah Mada yang licik dan ambisius rasanya mungkin saja mengingat ia seorang panglima perang sebuah kerajaan besar. Tanpa ambisi, mustahil ia mampu meraih kejayaan.
==Referensi==
|