Pendudukan Jepang di Hindia-Belanda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Agus Hendriawan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Agus Hendriawan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 5:
Pada Mei [[1940]], awal [[Perang Dunia II]], Belanda diduduki oleh [[Nazi]] [[Jerman]]. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke [[Amerika Serikat]] dan [[Inggris]]. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni [[1941]], dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari [[Sumatra]] menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
 
Pada Juli 1942, [[Soekarno]] menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. [[Soekarno]], [[Mohammad Hatta]], dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami [[siksaan]], terlibat [[Perbudakan seks pada Perang Dunia II|perbudakan seks]], penahanan sembarang dan hukuman mati, dan [[kejahatan perang]] lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang. Jepang membentuk persiapan kemerdekaan yaitu BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau {{nihongo|''独立準備調査会''|''Dokuritsu junbi chōsa-kai''}} dalam bahasa Jepang. Badan ini bertugas membentuk persiapan-persiapan pra-kemerdekaan dan membuat dasar negara dan digantikan oleh PPKI yg tugasnyabertugas menyiapkan kemerdekaan.
 
== Latar Belakang ==