Kiras Bangun: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Zemsontarna (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
Zemsontarna (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
'''Kiras Bangun''' adalah seorang [[Pahlawan Nasional Indonesia]]. Kiras Bangun menggalang kekuatan lintas agama di [[Sumatera Utara]] dan [[Aceh]] untuk menentang penjajahan [[Belanda]]. Dia merupakan ulama kelahiran [[1852]], kampung Batu Karang, Kabupaten [[Karo]], Sumatera Utara. Kerjasama yang digalang tersebut menghasilkan pasukan yang disebut pasukan Urung yang beberapa kali terlibat pertempuran dengan Belanda di Tanah Karo. Kiras juga memimpin gerakan bawah tanah di daerah tersebut. Kiras yang juga dikenal dengan nama Garamata itu akhirnya dibuang ke Cipinang bersama kedua anaknya antara tahun 1919-1926. Kiras gugur pada [[22 Oktober]] [[1942]] dan dimakamkan di [[Desa Batukarang]], [[Kecamatan Payung]].▼
▲ Kiras Bangun atau Garamata(si mata merah) adalah pejuang kemerdekaan melawan penjajahan Belanda asal Karo. Lahir di Batu Karang 1852, dari ayah yang beristri tiga Kiras Bangun ersembuyakken(bersaudarakan) 5 orang, 4 orang saudara dan 1 orang saudari. Dari keluarga berdarah bangsawan(masih dalam keluarga raja urung silima kuta) ber-merga Peranginangin dari cabang(sub-)merga Bangun, yang kental dengan tradisi Karo, dimana ayahnya yang juga merupakan tokoh masyarakat dan adat menempa beliau menjadi sosok yang humanis, disiplin, bijaksana, dan berpendirian teguh. Hal ini tampak dari penolakannya yang keras terhadap tawaran-tawaran Belanda yang ingin membuka perkebunan di wilayah Karo yang dalam pemikiran seorang Kiras Bangun ini kelak akan menyengsarakan dan membuat kaum pribumi akan tersingkir dari tanah nenek moyangnya.
▲'''Kiras Bangun''' adalah seorang [[Pahlawan Nasional Indonesia]]. Kiras Bangun menggalang kekuatan lintas agama di [[Sumatera Utara]] dan [[Aceh]] untuk menentang penjajahan [[Belanda]]. Dia merupakan ulama kelahiran [[1852]], kampung Batu Karang, Kabupaten [[Karo]], Sumatera Utara. Kerjasama yang digalang tersebut menghasilkan pasukan yang disebut pasukan Urung yang beberapa kali terlibat pertempuran dengan Belanda di Tanah Karo. Kiras juga memimpin gerakan bawah tanah di daerah tersebut. Kiras yang juga dikenal dengan nama Garamata itu akhirnya dibuang ke Cipinang bersama kedua anaknya antara tahun 1919-1926. Kiras gugur pada [[22 Oktober]] [[1942]] dan dimakamkan di [[Desa Batukarang]], [[Kecamatan Payung]].
Baris 30 ⟶ 22:
Dengan kekuatan pasukan yang digalang dari wilayah Sumatera Utara dan Aceh, Kiras Bangun terus bergerak melakukan perlawanan, namun satu per satu benteng pertahanan pasukan simbisa dapat dikuasai musuh salah satunya benteng pertahanan di Lingga Julu(Lingga Hulu) yang dimana salah seorang pinpinan pasukan simbisa pun ikut menjadi korban. Kalahnya pertahanan di Lingga Julu, maka pasukan simbisa harus bergerak mundur. 15 September 1904 terjadi pertempuran sengit di Kandibata, Mbesuka, dan Tembisuh, Batu Karang, dan hampir diseluruh dataran tinggi Karo, Dairi, Aceh Tenggara, dan Aceh Selatan. Namun, dibawah komando Kiras Bangun dan juga dibantu oleh kaum pernandén(nandé = ibu) yang dalam setiap pertempuran ikut membantu logistik dan bersorak(er-alep alep) memberi semangat, pasukan urung/simbisa tak henti-hentinya melakukan perlawanan. Dalam pertempuran ini, tercatat setidaknya 30 orang pasukan urung meninggal dunia dan puluhan orang terluka. Pertempuran yang sengit membuat pasukan simbisa/urung berpencar, namun keesokan harinya ditetapkan Kuala menjadi daerah tempat berkumpul seperti yang telah dipesankan kepada seluruh pasukan. Menghindari kejaran Belanda, pasukan simbisa/urung berpindah menuju Liren, Kuta Gamber, Kempawa, Pamah dan Lau Petundal dan membangun basis pertahanan. Daerah ini termasuk dalam wilayah Dairi yang berbatasan dengan Aceh Selatan, Aceh Tenggara dan Tanah Karo yang dimana medanya bergunung-gunung, lembah yang dalam dan terjal, gersang, berpenduduk jarang sehingga Kiras Bangun merasa daerah ini cocok menjadi basis gerillya untuk mengganggu pemerintahan dan basis pertahanan Belanda. Akan tetapi, karena medan yang susah mereka lemah dalam hal dukungan logistik. Dari tempatnya berdiam sementara ini, Kiras Bangun tidak berdiam saja, akan tetapi dia rutin melakukan aksi-aksinya bersama pasukannya, melakukan kunjungan-kunjungan baik ke basis-basis pertahanan maupun untuk meyakinkan penguasa-penguasa di Sumatera Utara dan Aceh untuk jangan henti melawan, sehingga dimana-mana terjadi pertempuran yang dilakukan rakyat setempat untuk mengusir penjajah belanda.
▲ Karena tertekan, Belanda semakin memperkuatkan pasukannya di dataran tinggi dan melakukan penyisiran untuk mencari keberadaan Kiras Bangun, namun tidak berhasil. Segala usaha dilakukan Belanda untuk menangkap Kiras Bangun, dengan cara melakukan tekanan terhadap masyarakat sipil. Dimana-mana terjadi pertempuran dan korban berjatuhan baik dari pejuang maupun dari rakyat sipil, yang membuat hati nurani Kiras Bangun pilu. sehingga dengan berat hati dan tidak mau jatuh korban yang lebih banyak Kiras Bangun pun menyerahkan diri, namun dengan penuh harapan dan cita-cita pada suatu saat dapat bangkit kembali mengusir Belanda.
Garamata dihukum dalam bentuk pengasingan di perladangan Riung selama 4 tahunhingga akhirnya dibuang ke Cipinang bersama kedua putranya antara tahun 1919-1926, hal ini dilakukan Belanda agar Kiras Bangun tidak dapat lagi berhubungan dengan pejuang dan masyarakat Karo, sehingga perjuangan dapat diredam dengan mudah. Kiras Bangun atau Garamata gugur pada tanggal 22 Oktober 1942, namun keteladanannya dalam memimpin, serta kemampuannya untuk menyatukan pejuang-pejuang dan penguasa di Sumatera Utara dan Aceh membuat semangat perjuangannya tidak pernah padam.
Atas keteladanan dan jasa-jasanya, maka pada 9 November 2005 yang juga bertepatan dengan “Hari Pahlawan(10 November)”, Kiras Bangun(Garamata) dianugrahi gelar “Pahlawan Nasional Indonesia” oleh Presiden Repoblik Indonesia : Susilo Bambang Yudhoyono. Kiras Bangun sang pejuang dan teladan layak memperoleh pengakuan negri ini sebagai seorang pahlawan nasional, bahkan pemerintah Sumatera Utara terkhususnya daerah-daerah yang menjadi basis perjuangannya yang saat ini telah tumbuh menjadi daerah tingkat II(Kabupaten/Kota) layaklah menganugrahkan gelar kehormatan dan penghargaan atas jasanya, baik berupa penambalan namanya sebagai nama jalan ataupun tugu(monumen) untuk mengenang perjuangan dan jasa-jasanya. JASMERAH(Jangan sekali-kali lupakan sejarah).
Kiras Bangun dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh presiden [[Susilo Bambang Yudhoyono]] pada [[9 November]] [[2005]] dalam kaitan peringatan Hari Pahlawan
[[Kategori:Tokoh Batak]]
|