Tuan Direktur: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sulakbar (bicara | kontrib)
Sulakbar (bicara | kontrib)
Baris 37:
Mutiara, Yetti, dan Mulyani berpendapat bahwa ''Tuan Direktur'' membandingkan Jazuli yang sombong, yang menjadi si "Tuan Direktur" dari judul novel, dengan Jasin yang rendah hati. Jasin lebih banyak beribadah saat ia menjadi kaya, dan ia juga sanggup membantu orang lain menjadi pengusaha. Menurut ketiga penulis di atas, harta yang diraih Jasin justru membawanya lebih dekat dengan [[Allah]]. Dengan demikian, mereka menyimpulkan bahwa [[amanat]] novel adalah bahwa orang yang sombong akan sengsara, tetapi orang yang rendah hati dan rajin beribadah akan menemukan kebahagiaan.{{sfn|Mutiara|Yetti|Mulyani|1998|pp=173–174}}
 
Abdul Rahman Abdul Aziz, yang menulis tentang ideologi Islam Hamka pada tahun 2009, mencatat sejumlah ajaran Islam yang dituangkan dalam ''Tuan Direktur''. Ia menulis bahwa novel ini mencerminkan nilai Islam tentang kesederhanaan sebagai cara menghindari nafsu akan benda,{{sfn|Aziz|2009|p=130}} dan biarpun bekerja keras itu memang perlu, manusia tidak boleh mengutamakan pencarian harta.{{sfn|Aziz|2009|p=132}} Aziz, setelah mengutip bagian cerita di mana Jasin menyuruh orang lain menjual satu baju yang mahal lalu membeli beberapa baju yang lebih murah untuk orang-orang yang tidak mampu, juga berpendapat bahwa ada konsep persaudaraan dalam novel ini; manusia dimaksud untuk bekerja sama dalam menghadapi kesulitan, bukan mengutamakan kepentingan mereka sendiri. Demikian pula, harta selayaknya tidak dinilai lebih penting daripada teman dan kenalan.{{sfn|Aziz|2009|p=134}} Suatu poin terakhir, Aziz menjelaskan bahwa novel ini menyampaikan pesan agar orang modern jangan percaya pada [[takhyul]].{{sfn|Aziz|2009|p=143}}
 
==Rilis==