Konten dihapus Konten ditambahkan
LeoNzZz (bicara | kontrib)
LeoNzZz (bicara | kontrib)
Baris 146:
==== Perayaan Imlek di Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti ====
 
Acara Perayaan Imlek memang sudah menjadi bagian dari tradisi di Kota Selatpanjang. Hampir setiap tahun perayaan Imlek di kota ini dirayakan sangat meriah bahkan juga termasuk Perayaan Imlek yang paling meriah di kawasan Provinsi Riau. Apalagi pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Meranti juga sudah menjadikan ivent perayaan Imlek sebagai salah satu aset wisata tahunan yang masuk kedalam Kalender Wisata Riau. Puluhan ribu orang baik dari dalam maupun luar Selatpanjang, bahkan wisatawan dari luar negeri seperti [[Singapura]], [[Malaysia]], [[Hongkong]], [[China]], [[Taiwan]], akan membanjiri Kota Selatpanjang untuk turut serta memeriahkan perayaan [[Imlek]]. Puncak acara Perayaan Tahun Baru Imlek di Selatpanjang berlangsung pada hari ke-6 bulan pertama Tahun Baru Imlek yang biasanya disebut Cue Lak ([[Bahasa Hokkien])],tetapi kemeriahannya mulai terasa dihari H-7 yaitu seminggu sebelum jatuhnya perayaan Imlek.
 
Penyambutan tahun baru imlek di Selatpanjang di pusatkan di Vihara Sejahtera Sakti. Pada puncak perayaan Imlek, bertepatan dengan dilangsungkannya upacara ulang tahun dewa 清水祖師 Qing Shui Zu Shi<ref>http://jindeyuan.org [http://jindeyuan.org/en/qing-shui-zu-shi-a-master-from-rocky-ground-of-clear-water/index.htm]</ref>. Pada momen ini, warga [[Tionghoa]] menyakini bahwa sang dewa sedang turun ke bumi dengan maksud untuk mengusir unsur-unsur kejahatan dan memberikan kemakmuran serta ketentraman bagi warga kota Selatpanjang. Untuk itu diadakan penyambutan khusus dengan menggotong tandu patung dewa dan diarak berkeliling kota melewati beberapa kelenteng lain disertai atraksi tarian ''liong'' (naga), dan ''barongsai'' (singa) yang diiringi seni budaya Jawa, [[Reog Ponorogo]]. Perayaan Cue Lak tersebut juga dihadiri oleh para tetua atau orang yang terpilih dan dirasuki oleh roh para dewa yang biasa disebut Thangkie, yaitu dimana raga atau tubuh orang tersebut dijadikan alat komunikasi atau perantara roh dewa. Budaya ini memiliki kesamaan dengan masyarakat [[Kota Singkawang|Singkawang]] ([[Kalimantan Barat]]) yang biasa dikenal dengan Tatung.