Tomé Pires: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib)
k +kat, sunting sedikit
Hadiyana (bicara | kontrib)
k Hasil tulisannya: Membuat link ke Kerajaan Sunda
Baris 20:
Ia adalah salah satu penulis terawal dari [[Eropa]] yang menulis tentang negara kota [[maritim]] sebelah Timur.
 
Tentang Pulau Jawa Tome Pires menulis, sebagai salah satu orang Portugis yang mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa antara tahun 1512 dan 1515, menggambarkan bahwa pelabuhan [[Sunda Kalapa]] ramai disinggahi pedagang-pedagang dan pelaut dari luar seperti dari Sumatra, Malaka, Sulawesi Selatan, Jawa dan Madura.
Sunda Kelapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki [[Kerajaan PajajaranSunda]] selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tanara dan Cimanuk
Menurut laporannya, di Sunda Kelapa banyak diperdagangkan lada, beras, asam, hewan potong, emas, sayuran serta buah-buahan.
Ketika Malaka direbut Portugis pada tahun 1511, maka pada tahun 1522 Gubernur d’Albuquerque yang berkedudukan di Malaka mengutus Henrique Leme untuk mengadakan hubungan persahabatan dengan PajajaranKerajaan Sunda, guna mendapatkan izin mendirikan benteng di Sunda Kelapa.
Maksud Portugis itu mendapat sambutan baik dari Kerajaan PajajaranSunda, karena kecuali alasan perdagangan, Raja PajajaranSunda juga mengharapkan bantuan Portugis untuk melawan orang-orang muslim yang makin banyak jumiahnya di Banten dan Cirebon.
Sementara itu Kerajaan Demak sudah menjadi pusat kekuatan politik Islam. Pada tanggal 21 Agustus 1522 dibuatlah suatu per-janjianperjanjian yang menyebutkan bahwa orang Portugis akan membuat benteng di Sunda Kelapa, sedangkan Sunda Kelapa akan menerima barang-barang yang diperlukan. Raja PajajaranSunda akan memberikan kepada pihak Portugis 1.000 keranjang lada sebagai tanda persahabatan.
Sebuah batu peringatan atau padrau (baca : Padrong) dibuat untuk memperingati peristiwa itu. Padrau itu ditemukan ketika pada tahun 1918 orang mulai mendirikan sebuah gudang di sudut Prinsen Straat dan Groene Straat di Jakarta Kota, dan kini disimpan di Museum Pusat. Jalan-jalan itu sekarang bernama Jalan Cengkeh dan Jalan Nelayan Timur.
Kerajaan Demak menganggap perjanjian persahabatan Pajajaran-Portugis tersebut suatu ancaman baginya. Maka pada tanggal 22 Juni 1527, pasukan gabungan Demak-Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) merebut Sunda Kelapa. Tanggal 22 Juni inilah yang hingga kini selalu dirayakan sebagai hari jadi kota Jakarta. Sejak itu nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta yang berarti kota kemenangan atau kota kejayaan.