Gebug ende: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
TjBot (bicara | kontrib)
k bot kosmetik perubahan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: menghilangkan kategori [ * ]
Baris 1:
Istilah Gebug Ende dikenal juga dengan nama Gebug Seraya.Gebug Ende berasal dari kata
{{noref}}
Gebug dan Ende,Gebug berarti memukul dan Ende berarti alat yang digunakan untuk
'''Gebug ende''' adalah ritual pemanggilan hujan yang biasanya digelar antara Oktober dan Desember pada saat warga baru saja menanam jagung di pelosok Desa Seraya, [[Bali]].
menangkis (tameng).Alat yang digunakan untuk memukul adalah rotan dengan panjang
 
sekitar 1,5 centi meter hingga 2 meter.Sedangkat alat untuk menangkisnya terbuat dari kulit
Warga desa akan berkumpul, menari-nari dan bersiap-siap untuk memukul lawan dengan tongkat rotan atau menangkis serangan lawan dengan tameng.
sapi yang dikeringkan dan dianyam berbentuk lingkaran.Dengan demikian dapat disimpulkan
 
bahwa Tari Gebug Ende merupakan salah satu tarian/permainan yang menjadi tradisi
Di daerah Lombok pun terdapat ritual serupa yg dinamakan [[Peresean]]. Dengan mensyaratkan tetesan darah akibat hantaman rotan. Semakin banyak darah yang menetes maka semakin besar kemungkinan hujan turun.
masyarakat Seraya yang dimainkan oleh dua orang lelaki baik dewasa maupun anak-anak
 
yang sama-sama membawa ende dan penyalin,dimana pemainnya saling memukul dan
{{budaya-stub}}
menyerang.Tehnik yang dibutuhkan adalah memukul dan menangkis.
 
Sejarah Singkat Gebug Ende :
[[Kategori:Budaya Bali]]
Konon zaman dahulu krama desa Seraya adalah prajurit perang Raja Karangasem yang
ditugaskan untuk menggempur atau menyerang sebuah kerajaan di Lombok Barat yaitu
Kerajaan Seleparang.Karena pada waktu itu orang” asli Seraya kebal(kuat) sehingga
dijadikan benteng oleh raja Karangasem sehingga Kerajaan Seleparang takluk terhadap
Kerajaan Karangasem.
Belum puas berperang menghadapi musuh dan smangat ksatria masih berkobar maka
bertarunglah dengan teman-temannya sendiri ,saling menyerang (memukul dan menangkis
dengan alat yang dibawa).Seiring perkembangan zaman maka terciptalah tarian/permainan
Gebug Ende yang secara turun temurun dapat dimainkan dan disaksikan hingga
kini.Tombak,pedang dan tameng yang digunakan pada zaman dahulu diganti dengan
peralatan rotan dan ende.
Selain itu Di Desa Seraya merupakan daerah kering dan disertai dengan musim kemarau yang
tak kunjung berahir.Hujan yang dinanti oleh masyarakat setempat belum juga menunjukkan
tanda-tanda akan turun.Sehingga dari hasil parum desa tercetuslah untuk melaksanakan ritual
memohon turunnya hujan yakni dengan mengadakan Gebug Ende.Menurut Kepercayaan
masyarakat tarian ini dianggap suci atau sakral,lebih-lebih disaat tarian/permainan
berlangsung salah seorang bisa memukul bagian tubuh lawan hingga mengeluarkan darah
maka akan cepat turun hujan.
Cara Memainkan Gebug Ende :
Areal Gebug Ende dapat ditentukan dimana saja asalkan medannya datar.Tidak ada ukuran
yang pasti untuk menentukan tempatnya namun disesuaikan dengan kondisi arealnya
saja.Sementara untuk menjaga keamanan pemain dari desakan penonton lapangan dapat
diberi pembatas seperti dengan tali ataupun bambu sebagai pagar pembatas.Sebelum
permainan dimulai para juru banten biasanya melaksanakan ritual permohonan berkat agar
permainan Gebug Ende ini dapat berjalan lancar dan memberikan kemakmuran bagi krama
Seraya pada khususnya.
Setelah persiapan rampung akhirnya permainanpun segera dilangsungkan.Pembukaan diawali
dengan ucapan selamat datang untuk para pemain dan penonton.Selain itu terselip pula
pembekalan bagi para pemain untuk selalu mengedepankan kejujuran dan
sportifitas.Tetabuhan gamelan menambah semarak dan khidmatnya permainan .Dua orang
wasit yang disebut saya (baca:saye) berperan sebagai peminpin pertandingan.Mereka inilah
yang mempunyai tugas untuk mengawasi permainan tersebut.Sebelum permainan mulai
saya(wasit) terlebih dahulu yang memperagakan tarian Gebug Ende tersebut dan
memberitahu uger-uger atau batasan yang harus ditaati oleh para pemain.Uger-uger tersebut
diantaranya :
Pemain hanya boleh memkul diatas pinggang sampai kepala.
Tidak boleh memukul di bawah pinggang sampai kaki.
Permainan dapat usai bilamana satu pemain terdesak.
Ditengah lapangan terdapat sebuah rotan digunakan sebagai garis batas yang digunakan
membagi lapangan menjadi 2 bagian.Kali pertama diawali dengan kelompok anakanak.
Tidak tampak ketakutan pada tubuh kecil itu,ende dan rotan pun ditarikan.Betapa
sakitnya apabila bekas cambukan tergores dibadan.Usai kelompok anak-anak,tibalah giliran
pria dewasa.Tidak ada perbedaan tentang tata cara permainan yang ada hanyalah kerasnya
pukulan dan kelihaian menangkis pukulan.
Tujuan Dari Gebug Ende :
Menurut bendesa pakraman seraya,selain melestarikan tradisi yang mesti diwarisi secara
turun temurun Gebug Ende adalah merupakan permainan/tarian sukacita penduduk desa
Seraya bertujuan memohon hujan kepada pencipta alam ini.Unsur olahraga sangat ditekankan
dalam permainan ini yakni kekuatan fisik untuk melakukan pukulan serta kelincahan untuk
menangkis.Selain Gebug Ende disakralkan tradisi ini juga diwariskan kepada generasi muda
sebagai tari perang.Sehingga pada tiap tanggal 1 Agustus kerap diselenggarakan untuk
memeriahan HUT RI.
Costum Pemain/Penari :
Ikat kepala (destar) warna merah,merah sebagai simbol keberanian
Kain/Kamben
Saput hitam putih (poleng)
Iringan Tari/Tabuh :
Satu pasang kendang cedugan
Ceng-ceng rincik