Kecap ikan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Mitcrha (bicara | kontrib)
Midori (bicara | kontrib)
k perbaiki Shotturn -> Shotturu (ejaan Kunrei) -> Shottsuru (ejaan Hepburn)
Baris 1:
{{wikify}}
'''Kecap Ikanikan''' ''(Fishfish Saucesauce)'' adalah cairan yang diperoleh dari fermentasi [[ikan]] dengan [[garam]]. Kecap ikan biasanya digunakan sebagai bumbu untuk memasak, pencelupan seafood, dan makanan orang timur, dibuat oleh nelayan sepanjang negara Asean. Nama kecap ikan di negara-negara Asean juga berbeda (Indonesia : petis; Thailand : ''Namnam Plapla'', FhilipinaFilipina : ''Patispatis''; Jepang : ''shotturnshottsuru'', dan Vietnam : ''Nuocnuoc Mammam''). Keunikan karakteristik kecap ikan adalah rasanya yang asin dan berbau ikan.
 
=='''Kecap Ikan di Beberapa Negara'''==
Baris 8:
Di [[Filipina]] kecap ikan dibuat dengan menggunakan ikan kecil-kecil dan ikan shrimp (''Atya sp''). Proses pembuatannya sama dengan ''nouc mam'', walaupun kurang komplet dan tanpa memerlukan pertimbangan waktu. ''Patis'' ini dibuat dengan mengeringkan sebagian kandungan air dalam [[fermentasi]] dengan merebusnya.
 
Di [[Thailand]] kecap ikan (''Namnam Plapla'') dibuat dari ikan-ikan ''Clupeidae'' dan dapat pula dari ikan kecil-kecil. Proses pembuatannya sama dengan ''nouc-mam'' tetapi biasanya lebih sederhana dengan waktu pemeraman 6 bulan, bahkan 2-3 tahun dianjurkan untuk menghasilkan produk yang lebih baik. Pendekatannya, 1 kg ikan akan menghasilkan 1 liter ''nam-pla''. Di beberapa daerah Thailand, ''nam-pla'' juga terkadang dibuat dari ikan air tawar.
 
Di [[Jepang]], ''Shotturnshottsuru'' dipersiapkan dari sarden, hering atau sisa-sisa limbah pengolahan ikan. Pembuatannya hampir sama dengan pembuatan kecap ikan lainnya. Penambahan [[antioksidan]] juga telah direkomendasikan dalam produk tersebut untuk mencegah [[ketengikan]].
Sedangkan [[petis]] di [[Indonesia]] dibuat dengan memasak dan mengkonsentratkan cairan fermentasi ikan yang telah digarami tadi dengan menambahkan sedikit [[tepung]]. Produk ini biasanya bermutu rendah dibanding dengan produk kecap ikan negara-negara Asia Tenggara lainnya karena perbandingan nitrogen dan garamnya agak rendah.<ref>van Veen, A.G. 1965. Fermented and Dried Seafood Product in Southeast Asia, dalam Fish As Food Volume III Processing Part I. Edited Georg Borsgstrom. Academic Press. New York. San Fransisco. London</ref>
 
Baris 19:
Proses penggaraman pada pengolahan ikan secara tradisional akan menyebabkan hilangnya protein ikan sebesar 5% tergantung pada kadar garam dan lama penggaraman, untuk itu dianjurkan garam yang ditambahkan tidak melebihi 40 bagian dari berat ikan.
 
Pemasakan pada 95-100<sup>0</sup>C100℃ dapat mereduksi kecernaan protein dan asam amino. Selain itu, protein terlarut, peptida dengan berat molekul rendah, dan asam amino bebas dapat larut dalam air perebus, sehingga perebusan sebaiknya dilakukan di bawah 100<sup>0</sup>C100℃. Pemanasan yang berlebihan (di atas 90<sup>0</sup>C90℃ secara berulang-ulang) dapat menyebabkan pembentukan H<sub>2</sub>S yang merusak aroma dan mereduksi ketersediaan sistein dalam produk. Selain itu, pemanasan juga menyebabkan terjadinya reaksi Maillard antara senyawa amino dengan gula pereduksi yang membentuk melanoidin, suatu polimer berwarna coklat yang menurunkan nilai kenampakan produk. Pencoklatan juga terjadi karena reaksi antara protein, peptida, dan asam amino dengan hasil dekomposisi lemak. Reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi protein ikan dengan menurunkan nilai cerna dan ketersediaan asam amino, terutama lisin.
 
Secara umum proses pengolahan kecap ikan adalah dengan menggarami ikan yang telah dihaluskan, kemudian disimpan dalam wadah yang tertutup rapat selama 3 sampai beberapa bulan. Selanjutnya cairan yang dihasilkan disaring untuk mendapatkan kecap ikan bebas ampas, lalu dikemas dalam botol steril dan dipasteurisasi.