Seni Didong: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Evawestari (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 10:
Esensi komunikasi yang hakiki adalah bagaimana sebuah pesan dapat sampai kepada orang lain (komunikan), media yang digunakan untuk tercapainya hal tersebut ada bermacam macam. Dalam dunia modren penggunaan alat dan sarana komunikasi adalah salah satu bagian yang tak terpisahkan untuk mengkomunikasikan pesan. Tetapi bagaimana sebuah komunikasi dapat berjalan sebagaimana mestinya jika alat dan sarana telekomunikasi tersebut justru tidak ada pada masayarakat tempo dulu. Jawabannya adalah bagaimana peran dan fungsi dari bagian unsur kebudayaannya dapat menjadi saluran komunikasi, meskipun hal tersebut hanya berlaku dalam lingkungan yang terbatas.
Kesenian menjadi media yang paling mudah dan mulus dalam merubah dan menyampaikan pesan kepada masyarakat. Karakter ini menjadi nilai lebih bagi sebuah unsur kebudayaan, karena ia tidak memerlukan banyak alasan atau argumen. Pola perubahan yang diharapkan adalah dari segi apektif dan kognitif individual yang selanjutnya turut pula mempengaruhi kehidupan sosial secara kolektif.
Dari sekian banyak kesenian tradisional sebagai bagian dari unsur kebudayaan yang ada di nusantara salah satunya adalah seni Didong, yaitu suatu kesenian yang merupakan perpaduan antara seni suara dengan sastra berupa syair-syair puisi sebagai unsur utamanya. Didong adalah suatu kesenian yang dimiliki oleh masyarakat Gayo yang mendiami Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh.Kesenian yang paling mendominasi kebudayaan Gayo di antara jenis dan bentuk kesenian lainnya adalah seni Didong.
Sebagaimana ditulis oleh Thantawy R. bahwa seni Didong adalah satu macam kesenian yang sangat populer di kalangan masyarakat Gayo. Seni Didong adalah merupakan suatu social intrest, artinya suatu unsur kebudayaan yang amat digemari oleh sebagian besar masyarakat, sehingga banyak unsur-unsur lain dan lapangan-lapangan lain dalam masyarakat itu tersangkut dan terdorong karenanya.
▲Sebagaimana ditulis oleh Thantawy R. bahwa seni Didong adalah satu macam kesenian yang sangat populer di kalangan masyarakat Gayo. Seni Didong adalah merupakan suatu social intrest, artinya suatu unsur kebudayaan yang amat digemari oleh sebagian besar masyarakat, sehingga banyak unsur-unsur lain dan lapangan-lapangan lain dalam masyarakat itu tersangkut dan terdorong karenanya.5 Kesenian ini digemari dan disenangi oleh masyarakat, karena berisi syair-syair puisi faktual, aktual dan kontekstual menyangkut berbagai macam masalah kehidupan, baik agama, adat budaya, sosial, politik maupun lingkungan.
Berdasarkan keberadaan dan peran seni Didong dalam membentuk budaya dan kehidupan sosial masyarakat dan keberagamaan, mejadi menarik untuk dibahas, terutama dari unsur pesan-pesan yang terkandung dalam syair-syairnya dan pemanfaatan kesenian tersebut sebagai [[media komunikasi]].
Baris 25 ⟶ 22:
# Sebagai media menyalurkan nilai-nilai estetika masyarakat.
# Sebagai media komunikasi antara pemerintah atau pemimpin dengan masyarakat,
# # Syair-syair seni Didong dari isi dan kandungan makna mempunyai konsistensi dan kecenderungan yang tinggi dalam mengkomunikasikan, menyampaikan pesa-pesan keislaman.
==
Secara etimologis syair adalah karangan atau gubahan bersajak, puisi kata syair sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu “syu’ur” yang berpengertian sebagai “perasaan”, dengan ciri terdiri dari empat baris sebait kebanyakan berisi nasehat, petuah, dongeng dan cerita.
Istilah lain yang sangat erat hubungannya dengan kata “syair” adalah kâtib, yang berarti penulis (penyair). Penggunaan kata kâtib merujuk pada banyak arti. Salah satu makna dasar dari kata tersebut adalah “penulis”. Kata itupun sering digunakan dalam arti penulis atau penyalin prosa yang indah, yang maknanya sejajar dengan istilah “nâsikh, atau warrâq’. Istilah lainnya adalah munsyi’ yang berarti seseorang yang menulis dan yang menciptakan sendiri karangannya. Karena itu untuk menyebutkan sesuatu kata atau istilah tidak berdasarkan penglihatan tetapi pendengaran, penyebutannya lebih tertakluk kepada sistem bunyi bahasa yang berkenaan, khususnya bahasa penuturan atau lisan. Justru itu syair atau ‘syi’ir disebut juga dengan sa’e’ atau ‘sa’ iyo’ dalam bahasa Melayu, ‘sayer’ dan ‘singir’ atau geguritan dalam bahasa Jawa.
Syair bagi masyarakat Gayo yang menggunakan sastra lisan menyebutnya menjadi ‘syair’ atau ‘sa’er’, yaitu salah satu bentuk sastra lisan yang merupakan media
Selanjunya prihal seni. Pengertian bidang ini demikian banyak sebagaimana yang dikemukakan oleh para
Namun kemudian secara umum orang berpendapat bahwa kesenian adalah hasil ekspresi manusia akan keindahan, meski tidak semua hasil karya seni dapat dikatakan demikian. Karena ada karya seni yang lebih mengutamakan pesan budaya yang mengadung unsur-unsur sistem budaya dari masyarakat yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa dengan kesenian masyarakat yang bersangkutan bermaksud menjawab atau menginterpretasikan permasalahan kehidupan sosialnya, mengisi kebutuhan atau mencapai suatu tujuan bersama, seperti kemungkaran, persatuan, kemuliaan, kebahagiaan dan rasa aman berhubungan dengan yang gaib (supranatural) dan lain-lain. Kesenian sebagai hasil ekspresi keindahan yang mengandung pesan budaya terwujud dalam bermacam-macam bentuk, seperti seni lukis, seni patung, seni sastra, seni tari, seni vokal, seni musik dan seni drama.
Berikutnya pengertian Didong, dalam masyarakat Gayo secara etimologis Didong belum mempunyai pengertian yang jelas.Namun salah seorang pelaku kesenian ini Sali Gobal dalam sebuah karyanya yang berjudul
Didong didong didong do didong ni
Baris 66 ⟶ 64:
==Sistem Pertandingan Seni Didong==
Kesenian Didong dipertandingkan antara dua kelompok kesenian dalam waktu semalam suntuk,
Dalam setiap penampilan atau pertunjukkan, masing-masing kelompok diberi waktu selama 30 menit secara bergantian sepanjang malam. Kedua kelompok kesenian akan saling beradu syair dan puisi, inilah yang merupakan inti serta daya tarik dari kesenian Didong. Selain dalam bentuk pertandingan, kesenian ini juga kerap dipentaskan dan dipertontonkan dalam acara-acara tertentu.
Baris 72 ⟶ 70:
Sebagai suatu kesenian yang sangat digemari oleh masyarakatnya dengan syair-syair puisi sebagai unsur utamanya, maka pada masa penjajahan Belanda kesenian ini telah dimanfaatkan untuk membangkitkan rasa fanatisme kelompok, kampung dan suku guna mendukung politik pecah belah (defide et empra). Syair-syair dan puisi dalam Didong yang pada awalnya berisi petuah-petuah, nasehat-nasehat, tamsil mengenai masalah kehidupan sosial dirubah menjadi sarana propaganda.
Karena adanya pengaruh dan kepentingan kolonial, maka dalam perkembangan selanjutnya kesenian ini telah mengalami pembaharuan-
==Syair Seni Didong Sebagai Media Komunikasi==
Komunikasi
Kesenian dengan syair sebagai bagian terpenting di dalamnya, sebagai media komunikasi
Berbagai unsur dari seni sastra ialah pokok sosial, tema, dalil, alur, makna (termasuk makna ganda), tamsil, kiasan, matrik, dan suatu nilai. Seni puisi misalnya memamfaatkan sepenuhnya makna ganda. Para Filsuf seni umumnya sepakat bahwa seni sastra termasuk seni perlambang atau simbol, kadang-kadang simbolisme yang dipergunakan dalam seni ini demikian abstrak dan sulit sehingga misalnya sebuah sajak tidak dapat dimengerti oleh orang-orang.
Kesenian dengan unsur syair merupakan salah satu seni yang mediumnya tidak bersifat internasional. Masing-masing bangsa dan suku bangsa
Demikian, proses transfer of felling (pengalihan persaan) dalam hal ini termasuk juga pengalihan pesan dari komunikator kepada komunikan dan mengaitkannya dengan inti dari proses sebuah komunikasi
Kesenian Didong sebagai seni tradisional masyarakat Gayo yang isinya berpedoman pada sistem budayanya, baik mengenai pengetahuan, kepercayaan, nilai, norma-norma yang hidup dalam budaya masyarakat pemilik kesenian tersebut yang telah mendapat pengaruh dari unsur sistem budaya yang berasal dari
Seni Didong melalui untaian syair-syairnya menginformasikan tentang berbagai hal, mulai dari sejarah sampai kepada pensosialisasian Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) berikut dengan jabaran tiap-tiap sila dalam Pancasila, misalnya. Seni Didong dengan gaya bahasanya sendiri mampu mengkomunikasikan kepada rakyat di pedesaan tentang program pelaksaan Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) Republik Indonesia pada masa kekuasaan Orde Baru.
Baris 99 ⟶ 97:
Keberadaan teknologi komunikasi seperti televisi, koran dan radio yang belum menyentuh sebagian besar masyarakat, terutama yang berada di pedalaman dan jauh dari Ibu Kota Kecamatan dan Ibu Kota Kabupaten memposisikan Didong melalui syair-syairnya sebagai satu-satunya media yang mampu mengkomunikasikan berbagai hal kepada masyarakat luas. Disaat media komunikasi tersebut belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat, di tengah kenyataan minat baca masyarakat yang sangat rendah, di antara sela itulah Didong tampil mengkomunikasikan dan mewartakan informasi dan kejadian-kejadian aktual dan faktual.
Bencana gempa dan gelombang raya Tsunami pada tanggal 24 Desember 2004 yang menerjang Banda Aceh dan sepanjang pesisir Serambi Mekah itu diinformasikan keberbagai pelosok pedalaman dan dataran tinggi Gayo melalui syair-syair Didong. Tema yang menjadi sorotan syair seni Didong yang dikaitkan langsung dengan komunikasi adalah menyangkut bencana alam gempa dan gelombang Tsunami,
Cerminan syair-syair dari ketiga isu tersebut dapat kita simak dalam kutipan di bawah ini:
Baris 114 ⟶ 112:
Kemudian bermusyawarah GAM dengan RI
Dalam konteks ini, syair seni Didong Gayo seakan kembali mengingatkan kepada masyarakat bahwa pada setiap bencana yang diturunkan
Sementara sebelum terjadinya bencana Tsunami kedua belah pihak seakan tidak pernah menemukan kesepakatan yang berarti dalam setiap negosiasi dan perundingan, meskipun hal tersebut telah dilakukan berulang kali di beberapa tempat, baik di dalam maupun luar negeri. Setelah terjadinya bencana Tsunami yang menyentakkan rasa kemanusiaan dari berbagai negara, perundingan damai
Keberhasilan proses damai ini oleh syair seni Didong dianggap dan ditafsirkan sebagai bagian dari hikmah sekaligus berkah yang luar biasa dari musibah gempa dan gelombang Tsunami. Kandungan syair juga menyiratkan penting dan bermaknanya sebuah perdamaian antara pihak yang bertikai, terutama bagi rakyat jelata yang justru tidak pernah tau secara pasti sebab-musabab mengapa permusuhan sampai terjadi sedemikian panjang dan menelan korban manusia yang tidak sedikit. Hikmah perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Republik Indonesia (RI) ditambah dengan bencana Tsunami, secara maknawi dicerminkan dari keseluruhan teks syair.
Baris 124 ⟶ 122:
Pemadatan pesan komunikasi dan makna melalui syair pun demikian kentara, sehingga setiap pendengar yang menyimak lantunan syair seni Didong ini didendangkan dengan sendunya, membutuhkan daya apresiasi dan daya tangkap tersendiri dalam menyimak. Tanpa proses tersebut inti komunikasi yang disampaikan oleh para aktor pendendang (Ceh) tidak akan sampai pada hakekat makna syair. Demikianpun jika proses apresiasi serta kemampuan mencerna, menyimak dan berpikir tidak berjalan seiring dengan lantunan syair, maka para penonton hanya akan dapat menangkap muatan pesan tersebut adalah bagian dari sebuah hiburan.
Komunikasi informasi dan
Engon sareh panang nyata
Baris 154 ⟶ 152:
Kita tidak lagi salah jalan
Menyimak makna yang terkandung dalam syair di atas, para senimannya berpandangan bahwa bencana adalah sebuah ujian
Syair tersebut juga menjadi alat tunjuk dalam mengkomunikasikan pesan yang disampaikan dengan kalimat bernuansa seruan, sekaligus sebagai kalimat perintah dan kesaksian; engon jela panang nyata (lihat jelas dipandang nyata). Kemudian juga menyodorkan fakta; ku kute Banda sawah ujien (ke kota Banda tiba ujian), dua bait berikutnya adalah penafsiran dari bait-bait sebelumnya yang menjadi inti dari
Pada syair lainnya, seni Didong juga memberi gambaran bahwa tanda-tanda kekuasaan
So bele nge teridah ku mata
Baris 200 ⟶ 198:
Bersama-sama kita bantu agar sempurna
Dari segi
Demikian juga seni Didong sebagai media silaturrahmi, kesenian ini menjadi wahana pertemuan bagi masyarakat dari berbagai kampung dan pelosok yang sengaja datang berduyun-duyun ke tempat pertunjukkan. Di tempat itu mereka bertemu dan saling menyapa antara sesama dan dengan sanak saudara dari kampung lain. Fenomena ini selanjutnya menjadikan seni Didong sebagai media komunikasi massa, yang mampu menghadirkan banyak orang dalam satu tempat.
Menjadi mediator antara pemerintah dangan rakyat dan antara
Dalam ruang lingkup sosiologi komunikasi, seni Didong dapat digolongkan kepada social inter action, yaitu penyebar luasan informasi, ide-ide, sikap-sikap, atau emosi dari seorang atau kelompok kepada yang lain, terutama melalui simbol-simbol dan pesan-pesan.Karena ruang lingkup komunikasi menyangkut persoalan-persoalan yang ada kaitannya dengan subtansi interaksi sosial orang-orang dalam masyarakat; termasuk konteks interaksi komunikasi yang dilakukan secara langsung maupun dengan menggunakan media.
|