Pembicaraan:Indosinema: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k cukup layak kok |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 2:
:Menurut saya layak. Setelah dilihat, isinya sangat berguna buat pencari info berbahasa Indonesia mengenai film dan dunia perfilman. Isinya bisa dipakai buat melengkapi isi artikel di [[:Kategori:Film]] ;) Tapi kok ada pranala luar yang tidak relevan ya? -- [[User:IvanLanin|IvanLanin]] [[User Talk:IvanLanin|♫]] 03:52, 9 Mei 2006 (UTC)
Sukses film “Heart” tampaknya mengilhami PH lain memproduksi film jenis serupa. Kali ini PH baru bernama Maxima Pictures yang menggarap drama percintaan remaja, bertajuk “Cinta Pertama”. Sebagaimana “Heart”, “Cinta Pertama” pun menghadirkan peristiwa kematian menjadi sesuatu yang romantis dan mengucurkan air mata. Bedanya, “Heart” menghadirkan kematian di pengujung film, sementara “Cinta Pertama” suasana kesedihan menjelang kematian ditampilkan hampir sepanjang film.
Dikisahkan, Alia (Bunga Citra Lestari) menjelang hari pernikahannya justru mengalami koma yang dipicu oleh penyakit kanker otak yang menggerogoti tubuhnya. Di saat Alia terkapar tak sadarkan diri itulah Abi (Richard Kevin), calon suami Alia menemukan buku diari yang menyimpan rahasia cinta abadi Alia kepada Sanny (Ben Joshua) teman sekolahnya dulu. Terbaca di sana, betapa Alia amat mencintai Sanny yang dikesankan dingin. Meski begitu Alia yakin Sanny memiliki cinta untuknya. Namun sebelum saling mengungkapkan perasaan mereka harus berpisah karena masa SMA memang telah berakhir. Sanny memilih kuliah di luar kota. Tidak dijelaskan di kota mana. Tidak penting, yang penting adalah peristiwa berpisah itu!
Aroma kesedihan yang menyayat langsung terasa dengan kalimat yang diucapkan Alia, …aku mencari tanpa tahu apa yang hilang yang menjadi pembuka film ini. Juga kalimat-kalimat yang diucapkan Abi…Seseorang yang kita miliki ternyata tak sepenuhnya milik kita. Kita bisa memiliki tubuhnya, hatinya, tapi bukan jalan hidupnya. Ungkapan-ungkapan ini bukan saja memberi efek kesedihan yang menyayat, tapi juga merupakan kata kunci film ini.
Meski tidak menampilkan model dan dialog yang baru, lihat adegan melempar kue mengenai wajah, maupun corat coret baju seragam yang menandai kelulusan, kisah cinta Alia dengan Sanny dihadirkan melalui flashback dengan cukup menarik dan variatif dengan gambar-gambarnya yang indah, ditambah ilustrasi musik orkestra garapan orkestrator kenamaan Addie MS, membuat film ini mampu menghanyutkan perasaan para abg. Tampaknya film ini dikerjakan dengan cukup serius. Bukan saja tampak dari kalimat-kalimat puitis di atas, ilustrasi musik, tapi juga dari sisi komposisi warna dan angle pengambilan gambar dan editing yang terbilang rapi. Akting para pemainnya pun tidak terlalu mengecewakan. Lumayan wajar dan natural. Peran Eka Dimitri Sitorus yang memberi workshop akting para pemain film ini patut dipuji. Bila ada yang janggal adalah seting rumah sakit yang selalu tampak redup dan sepi, seolah-olah hanya para tokoh di film ini saja yang ada di sana.
Tapi, di luar gambar-gambar yang indah, ilustrasi musik yang menghanyutkan, “Cinta Pertama” sebagaimana film drama remaja kita, tidak memiliki cerita yang kuat. Kematian Alia semata untuk menghadirkan efek romantis, juga cuaca redup bergerimis yang dominan sepanjang film berdurasi hampir dua jam ini. Film drama remaja kita rasanya memang tidak menganggap penting kekuatan cerita, apalagi logika. Sehingga penonton tidak perlu bertanya di mana latar belakang kultural dan konteks sosial para tokohnya. Yang penting romantis, mengharukan, menguras air mata, cukuplah!
|