Seni Didong: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Evawestari (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Evawestari (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 157:
 
Syair tersebut juga menjadi alat tunjuk dalam mengkomunikasikan pesan yang disampaikan dengan kalimat bernuansa seruan, sekaligus sebagai kalimat perintah dan kesaksian; engon jela panang nyata (lihat jelas dipandang nyata). Kemudian juga menyodorkan fakta; ku kute Banda sawah ujien (ke kota Banda tiba ujian), dua bait berikutnya adalah penafsiran dari bait-bait sebelumnya yang menjadi inti dari pesan komunikasi; gempa Tsunami munemah makna munarah ni jema kati berimen (gempa Tsunami membawa makna mengarahkan manusia agar beriman).
# *Gambaran tanda-tanda Kekuasaan
Pada syair lainnya, seni Didong juga memberi gambaran bahwa tanda-tanda kekuasaan dari pencipta telah sedemikan nyata di gambarkan ke kehadapan penglihatan mata berupa bencana, pada bait berikutnya juga mengingatkan agar manusia berbenah dan kembali menata kehidupan sendiri tanpa menunggu bantuan dari pihak lain. Manusia disarankan untuk bangkit dari bencana dan kehilangan harta benda, tanpa menempatkan diri sebagai orang yang menerima bantuan, mental pengemis dan ingin dibelaskasihani. Konsep “harga diri” dan konsep untuk merubah ini dijelaskan sebagaimana terkandung dalam makna syair di bawah ini;
 
Baris 202:
Dari segi komukasi dakwah, muatan dan isi syair bukan lagi menjadi sarana hiburan sebagai sebuah kesenian. Tetapi telah menjadi media penyampaian informasi dan pesan yang bersifat memotivasi, mendukung dan mengarahkan orang banyak kepada kebaikan, baik secara individual maupun sebagai bagian dari komunitas masyarakat.
 
# *Sebagai Media Silaturahmi
Demikian juga seni Didong sebagai media silaturrahmi, kesenian ini menjadi wahana pertemuan bagi masyarakat dari berbagai kampung dan pelosok yang sengaja datang berduyun-duyun ke tempat pertunjukkan. Di tempat itu mereka bertemu dan saling menyapa antara sesama dan dengan sanak saudara dari kampung lain. Fenomena ini selanjutnya menjadikan seni Didong sebagai media komunikasi massa, yang mampu menghadirkan banyak orang dalam satu tempat.